Karya

Korupsi Pertamax 2025: Skandal Energi yang Menggerus Kepercayaan Publik

ZETIZENS.ID – Kasus korupsi Pertamax 2025 telah membuat menurun nya kepercayaan publik terhadap sektor energi nasional. Berita mengenai pengoplosan Pertamax yang didalangi oleh oknum internal Pertamina dan menyebabkan kerugian negara hingga hampir satu kuadriliun rupiah menjadi pukulan telak bagi integritas perusahaan milik negara ini.

Tak hanya soal angka kerugian yang fantastis, kasus ini mencerminkan betapa rapuhnya sistem pengawasan dalam pengelolaan sumber daya vital bangsa.

Skandal ini menunjukkan adanya celah besar dalam sistem distribusi dan pengawasan bahan bakar minyak di Indonesia. Pengoplosan bahan bakar sekelas Pertamax, yang seharusnya memiliki kualitas tinggi, menjadi sinyal bahaya bahwa perlindungan terhadap konsumen tidak berjalan dengan semestinya.

Publik merasa dikhianati, karena mereka membayar harga mahal untuk produk yang ternyata telah dimanipulasi secara sistematis demi keuntungan segelintir orang.

Kerugian negara akibat tindakan ini bukan hanya nominal belaka, namun juga berdampak sistemik terhadap perekonomian nasional.

Uang negara yang seharusnya digunakan untuk membiayai pembangunan, subsidi energi, atau pendidikan justru lenyap akibat ulah mafia di tubuh BUMN. Hal ini berpotensi memperbesar defisit anggaran dan menambah beban rakyat dalam jangka panjang.

Dampak lainnya adalah hancurnya kepercayaan masyarakat terhadap Pertamina sebagai penyedia energi utama di Indonesia. Selama ini, Pertamax dikenal sebagai produk premium dengan kualitas terbaik, namun kasus ini memperlihatkan bahwa kualitas tersebut tidak lagi dapat dijamin.

Masyarakat pun mulai mempertanyakan, berapa lama mereka telah menjadi korban dari bahan bakar oplosan yang dibeli dengan harga tinggi.

Kasus ini harus menjadi momentum refleksi nasional mengenai pentingnya integritas, transparansi, dan reformasi struktural di tubuh perusahaan negara. Pemerintah tidak boleh hanya menjadikan kasus ini sebagai berita musiman yang akan meredup seiring waktu. Tindakan tegas, cepat, dan menyeluruh wajib diambil agar publik kembali percaya pada sistem.

Jika dibiarkan, skandal semacam ini akan menjadi preseden buruk bagi pengelolaan sektor energi ke depan. Mafia migas yang selama ini tersembunyi dalam bayang-bayang kekuasaan justru akan semakin berani menjalankan praktik ilegalnya. Ini bukan sekadar kejahatan ekonomi, tapi kejahatan terhadap masa depan bangsa.

Perlu dicatat bahwa korupsi dalam skala besar seperti ini tidak mungkin terjadi tanpa adanya pembiaran atau bahkan keterlibatan struktural. Artinya, bukan hanya satu dua individu yang harus bertanggung jawab, tetapi juga sistem yang selama ini menutup mata terhadap praktik manipulatif di lapangan. Investigasi menyeluruh wajib dilakukan hingga ke akar-akarnya.

Lemahnya pengawasan internal menunjukkan bahwa sistem audit dan kontrol kualitas di Pertamina tidak berjalan secara optimal. Apakah selama ini tidak ada alarm sistem yang mendeteksi anomali? Atau justru sistem tersebut dengan sengaja dimatikan oleh pihak-pihak tertentu demi melancarkan praktik kotor ini?

Kualitas bahan bakar yang telah dioplos tentu membahayakan mesin kendaraan, lingkungan, dan bahkan keselamatan pengguna jalan. Ini menunjukkan bahwa efek dari korupsi bukan hanya pada angka dan neraca keuangan, tapi menyentuh langsung kehidupan sehari-hari masyarakat. Ini adalah bentuk kejahatan yang tidak hanya merugikan negara, tetapi juga rakyat kecil.

Tindakan korupsi dalam distribusi Pertamax juga membuka luka lama mengenai monopoli dan kekuasaan di sektor energi Indonesia. Perusahaan yang seharusnya menjadi ujung tombak pelayanan publik malah berubah menjadi sarang mafia yang memanfaatkan celah untuk memperkaya diri. Ini jelas bertentangan dengan amanat konstitusi bahwa kekayaan negara harus digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Kita juga harus mempertanyakan peran pemerintah dalam pengawasan sektor ini. Apakah Kementerian BUMN dan Kementerian ESDM telah menjalankan fungsinya dengan maksimal? Apakah lembaga negara lainnya benar-benar independen dalam mengawasi Pertamina? Transparansi dalam proses pengadaan, distribusi, hingga audit harus segera dibuka kepada publik.

Keterlibatan aparat penegak hukum juga menjadi hal krusial. Apabila ada oknum yang bermain mata dengan pelaku, maka kepercayaan terhadap lembaga hukum pun ikut tercoreng. Masyarakat menuntut agar proses hukum terhadap pelaku dilakukan secara terbuka dan adil, tanpa pandang bulu.

Penting juga untuk melihat bahwa korupsi ini terjadi di tengah kondisi masyarakat yang sedang berjuang dengan harga bahan bakar yang terus naik. Ironis ketika rakyat harus membayar mahal, sementara pejabat dan mafia migas menikmati keuntungan haram dari hasil manipulasi bahan bakar yang mereka konsumsi.

Skandal ini harus menjadi pelajaran bahwa ketahanan energi tidak cukup hanya dengan cadangan minyak dan distribusi yang luas, tetapi juga harus dibangun di atas integritas dan kejujuran.

Tanpa itu, bangsa ini akan selalu menjadi korban permainan elit yang rakus dan tidak peduli pada kepentingan rakyat.
Di sisi lain, media massa dan masyarakat sipil harus terus mengawal kasus ini agar tidak berhenti di tengah jalan.

Peran watchdog sangat penting untuk menekan pemerintah dan aparat agar tidak hanya menjadikan kasus ini sebagai sandiwara politik menjelang pemilu, tapi benar-benar diselesaikan hingga tuntas.

Penguatan regulasi dan sistem pengawasan berbasis teknologi menjadi kunci untuk mencegah kejadian serupa. Dengan sistem digital yang transparan, manipulasi data dan praktik oplosan dapat ditekan seminimal mungkin. Negara harus berani berinvestasi dalam sistem yang mencegah korupsi sejak dini.

Pendidikan antikorupsi juga harus mulai digalakkan, tidak hanya di sekolah-sekolah tetapi juga dalam pelatihan internal BUMN. Pegawai di sektor strategis seperti energi harus dibekali nilai integritas dan etika kerja, bukan sekadar keterampilan teknis.

Kasus ini menyadarkan kita bahwa kekayaan alam Indonesia, termasuk energi, bisa menjadi kutukan jika dikelola dengan cara yang salah. Sudah saatnya kita mengakhiri mentalitas mencari untung dari celah sistem, dan mulai membangun tata kelola energi yang berpihak pada rakyat.

Pemerintah harus menjadikan penyelesaian kasus ini sebagai prioritas nasional. Tidak ada artinya program besar seperti hilirisasi energi atau transisi energi bersih jika akar masalah integritas belum dibereskan. Pembersihan internal Pertamina adalah langkah awal yang wajib dilakukan.

Akhirnya, kasus korupsi Pertamax 2025 bukan hanya tentang Pertamina atau mafia migas, tetapi tentang masa depan bangsa ini. Kita berhadapan dengan tantangan besar untuk membuktikan bahwa hukum bisa ditegakkan dan keadilan dapat diraih.

Jika kasus ini berhasil dituntaskan, maka Indonesia tidak hanya akan menyelamatkan triliunan rupiah, tetapi juga menyelamatkan harapan rakyat akan negeri yang bersih dan berkeadilan. (*)

Ditulis oleh Muhammad Aril Afis mahasiswa Jurusan Ilmu Pemerintahan semester 2, Universitas Pamulang Serang.

Tulisan Terkait

Back to top button