
ZETIZENS.ID – Kota Serang yang terik. Dodo nekat berjalan kaki. Seperti ada Sembilan matahari yang menari-nari di langit bumi para wali, jawara, dan santri ini.
Dodo terus berjalan, ada sesuatu yang menarik di sana. Pertunjukan yang menurutnya mengerikan dan menarik perhatian.
“Semuanya lihat kesini, saya akan memakan beling ini dan menusuk perut tanpa terluka,” dengan lantang seseorang yang mengenalkan diri sebagai Pak Adam itu bersuara.
Dodo pun menghampiri Pak Adam dan melihat pertunjukan itu karena rasa keingintahuannya yang besar.
Dodo melihat, Pak Adam berkomat-kamit seperti merapal mantra. “Haram kau makan dagingku”. Itu suara yang Dodo dengar dari mulut lelaki paruh baya itu.
Diiringi suara musik tradisonal lalu terdengar suara, “crunchh!…” Ini berbareagan dengan lelaki itu menguyah pecahan beling selayaknya mengunyah makanan lezat.
Setelah itu Pak Adam mengeluarkan serpihan beling itu tanpa terluka sama sekali dan “jlebb, jlebb, jlebb…” menusuk perutnya beberapa kali menggunakan golok tetapi tidak tembus apalagi sampai terluka. Tak berdarah, sedikitpun.
Pertunjukan macam apa ini! Dodo yang baru menyaksikan pertunjukan itu syok dan terheran-heran mengapa itu bisa terjadi? Apa sekebal itu tubuh orang Serang? Banyak pertanyaan dalam pikirannya.
Dodo memberanikan diri bertanya pada Pak Adam dengan suara lantangnya. “Heiii Pak Tua yang kau tunjukkan tadi apa? Kau menggunakan pecahan beling dan golok mainan ya? Saya tidak percaya apa yang kau tunjukka tadi!”.
Pak Adam tidak tersinggung dengan pertanyaan ini. Sepertinya ia sudah terbiasa mendapat pertanyaan serupa dari anak muda seusia Dodo yang penuh rasa ingin tahu.
Ia pun menjawab dengan tegas, “JAGA BICARAMU ANAK MUDA!!! INI NAMANYA DEBUS BUDAYA DARI BANTEN KESINI KAU MAJU ANAK MUDA, COBA KAU TUSUK PAKAI KAWAT INI KE LIDAH DAN KAU TUSUK PERUTKU INI PAKAI BENDA TAJAM APAPUN SAMPAI PUAS”.
Dodo yang mendengar jawaban Pak Adam seketika bergumam dalam hati sambil mengelus lehernya sendiri. “Bjirr kok jadi merinding ya gw,” lalu Dodo maju ke depan menghampiri Pak Adam, kini mereka saling berhadapan.
Pak Adam memasang wajah begitu santai sambil tersenyum ketika berhadapan dengan Dodo, sedangkan Dodo tersenyum getir saat berhadapan dengan Pak Adam karena sejujurnya antara takut dan penasaran tetapi rasa penasarannya lebih besar dari rasa takutnya.
Lalu Dodo mengambil kawat. Pas ia pegang kawat ternyata benda itu bukan seperti apa yang ia pikirkan di awal. Diiringi dengan musik tradisonal “pfffttt” kawat itu langsung Dodo tusuk ke dalam lidah Pak Adam tetapi tidak berdarah atau pun terluka. Ini seperti pertunjukan sebelumnya yang ia lihat. Kok bisa ya? Dodo lagu-lagi heran.
Dodo mengambil beberapa benda tajam lagi, “jlebb…” Ia menusuk perut Pak Adam tetapi tidak mempan. “Jlebb…” ia menusuk punggung Pak Adam lagi, tapi tidak mempan dan Dodo mencoba menusuk ke bagian tubuh lain Pak Adam. “Jlebb…” tetapi hasilnya sama saja tidak mempan. Benda tajam itu seperti menolak menyakiti tubuh Pak Adam.
Dodo tercengang pada apa yang terjadi di hadapannya, lalu ia mencoba menusuk benda tajam ke balon berisi air “jlebebb…” air dalam balon itu keluar. Dodo masih bingung kenapa tubuh Pak Adam begitu kebal?
Lamuanannya buyar ketika Pak Adam mengatakan sesuatu. “Ahahaha bagaimana anak muda, sekarang kau percaya kan kalau yang saya gunakan bukan benda mainan?”
Pak Adam tersenyum tipis ke arah Dodo.
“Hah? Iya Pak, ternyata dugaan saya di awal salah. Jadi bagaimana bisa tubuh bapak sekebal itu? Bapak dapat ilmu dari mana?”jawab Dodo.
“Baiklah saya akan kasih tau bagaimana caranya, mari duduk di pinggir sana,” jawab Pak Adam sambil jalan ke tempat duduk di bawah pohon. Dodo mengikutinya. Tak ada salahnya mengiyakan, lagipula ia tidak ingin jadi ikan asin dipanggang matahari Kota Serang yang seperti membelah diri setiap menitnya.
Pak Adam pun menjelaskan bahwa pertunjukan yang beliau lakukan itu adalah tradisi budaya orang Banten. Yang beliau pelajari yaitu ilmu debus dimana harus melewati berbagai syarat tantangan dan larangannya jika ingin mempelajari ilmu tersebut. Pak Adam juga menjelaskan bagaimana sejarah tradisi budaya debus.
Setelah Dodo mendengarkan penjelasan dari Pak Adam ia jadi menambah pengetahuan di Kota Serang ternyata masih melestarikan tradisi budaya leluhur.
“Gak sia-sia gw liburan ke Serang, tempat kelahiran nenek moyang,” gumam Dodo pelan sambil tersenyum. Lalu berpamitan pulang pada Pak Adam yang giat berlatih di padepokannya untuk pertunjukan pada acara mulud nanti Kawasan Banten Lama.
Tak lupa ia mengucapkan terimakasih karena telah memberi pengetahuan yang sebelumnya Dodo tidak tahu. Besok-besok Dodo akan beritahukan ini pada teman-temannya di SMP yang berada di Sulawesi tempat ia tinggal. (*)
Ade Isma, Zetizens Jurnalistik 2024.