Karya

Partai Politik di Persimpangan Jalan: Mencari Jalan Keluar dari Krisis Kepercayaan Publik

ZETIZENS.ID – Partai politik merupakan fondasi utama dalam sistem demokrasi modern. Melalui partai politik, rakyat dapat menyalurkan aspirasi, memilih pemimpin, dan mengawasi jalannya pemerintahan.

Dalam konteks Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menempatkan partai politik sebagai sarana utama dalam proses rekrutmen politik dan pembentukan kebijakan publik.

Sejak era reformasi 1998, Indonesia telah menyaksikan pertumbuhan partai politik yang signifikan. Namun, seiring waktu, citra partai politik justru mengalami penurunan.

Partai yang seharusnya menjadi penggerak demokrasi, kini sering dipersepsikan hanya sebagai kendaraan elite untuk mempertahankan kekuasaan dan memperjuangkan kepentingan kelompok tertentu.

Fenomena ini memunculkan pertanyaan mendasar: apakah partai politik di Indonesia masih menjadi representasi suara rakyat, atau justru semakin jauh dari cita-cita demokrasi yang sesungguhnya?

Dalam situasi menuju Pemilu 2029, perbaikan partai politik menjadi semakin mendesak. Jika tidak segera dibenahi, krisis kepercayaan publik dapat mengancam kelangsungan demokrasi di Indonesia.

Potret Krisis Kepercayaan Publik

Kepercayaan publik terhadap partai politik berada pada titik terendah. Berbagai survei yang dilakukan oleh lembaga riset politik menunjukkan tren penurunan signifikan.

Survei terbaru Lembaga Indikator Politik Indonesia pada awal tahun 2025, misalnya, mencatat bahwa hanya 15-20% responden yang menyatakan percaya terhadap partai politik.

Angka ini jauh tertinggal dibandingkan dengan tingkat kepercayaan terhadap TNI yang mencapai 80%, serta lembaga keagamaan yang berada di kisaran 75%.

Faktor utama menurunnya kepercayaan ini adalah banyaknya kasus korupsi yang melibatkan elite partai, maraknya politik uang, serta lemahnya kinerja partai dalam memperjuangkan aspirasi rakyat.

Akibatnya, semakin banyak masyarakat yang bersikap apatis terhadap politik. Fenomena golput atau tidak menggunakan hak pilih menjadi semakin tinggi, khususnya di kalangan generasi muda.

Hal ini merupakan ancaman serius bagi keberlanjutan demokrasi, karena partisipasi rakyat adalah elemen kunci dalam sistem politik yang sehat.

Akar Masalah Partai Politik di Indonesia

Untuk memahami krisis yang melanda partai politik, perlu ditelusuri akar masalah yang telah berlangsung sejak lama dan belum tertangani dengan baik.

a. Politik Uang dan Korupsi yang Sistemik

Politik uang adalah penyakit kronis yang merusak proses demokrasi. Dalam setiap pemilu, praktik jual beli suara masih marak terjadi. Banyak calon legislatif maupun kepala daerah yang mengandalkan kekuatan finansial untuk meraih dukungan.

Dampaknya sangat merusak. Pertama, biaya politik yang mahal mendorong pejabat terpilih untuk mencari cara mengembalikan modal setelah memenangkan pemilu, sering kali melalui korupsi atau penyalahgunaan anggaran.

Kedua, politik uang melemahkan prinsip meritokrasi, di mana yang terpilih bukanlah calon yang berkualitas, tetapi mereka yang memiliki sumber daya finansial paling besar.

Data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukkan bahwa dari tahun 2020 hingga 2024, lebih dari 65% kasus korupsi yang ditangani melibatkan kader partai politik, baik di level DPR, DPRD, maupun eksekutif. Fakta ini memperkuat pandangan publik bahwa partai politik menjadi “sarang koruptor”.

b. Lemahnya Kaderisasi dan Politik Dinasti

Fungsi utama partai politik adalah menyiapkan pemimpin masa depan yang berintegritas dan kompeten. Sayangnya, sebagian besar partai di Indonesia gagal menjalankan fungsi ini.

Kaderisasi sering kali bersifat formalitas dan tidak memiliki sistem yang jelas. Akibatnya, jabatan strategis dalam partai maupun pemerintahan sering diwariskan kepada keluarga atau kelompok tertentu. Fenomena politik dinasti semakin menguat, terutama dalam pemilihan kepala daerah.

Contohnya, dalam beberapa pemilihan kepala daerah tahun 2024, tercatat lebih dari 35% calon kepala daerah memiliki hubungan keluarga dengan pejabat sebelumnya.

Kondisi ini membatasi kesempatan bagi kader muda berbakat untuk tampil, sekaligus mempersempit ruang demokrasi di tingkat lokal.

c. Ideologi yang Pudar dan Ketergantungan pada Figur

Di negara demokrasi yang sehat, partai politik biasanya memiliki ideologi dan platform yang jelas. Namun, di Indonesia, banyak partai yang kehilangan arah ideologi dan hanya mengandalkan popularitas figur tertentu.

Ketika figur tersebut terjerat skandal atau tidak lagi aktif, partai kehilangan dukungan publik. Hal ini menunjukkan lemahnya fondasi partai dan menjadikan orientasi politik semakin pragmatis.

Ketergantungan pada figur juga membuat partai lebih fokus pada pencitraan dibandingkan perumusan kebijakan berbasis data dan kebutuhan rakyat.

Akibatnya, program yang ditawarkan sering kali bersifat populis, tanpa rencana implementasi yang jelas.

Dampak Krisis Partai Politik Terhadap Demokrasi

Krisis internal yang melanda partai politik memiliki dampak luas terhadap kualitas demokrasi Indonesia.

Pertama, rendahnya kepercayaan publik menyebabkan partisipasi politik menurun. Dalam Pemilu 2024, angka golput mencapai 18%, meningkat dibandingkan Pemilu 2019 yang berada di angka 15%. Jika tren ini terus berlanjut, legitimasi pemimpin yang terpilih melalui pemilu akan semakin dipertanyakan.

Kedua, politik transaksional yang semakin mengakar membuat kebijakan publik tidak lagi berorientasi pada kesejahteraan rakyat. Proyek pembangunan sering kali diarahkan untuk memenuhi kepentingan elite partai atau kelompok tertentu.

Dalam jangka panjang, hal ini dapat memicu ketidakpuasan masyarakat, memperlebar kesenjangan sosial, dan bahkan memunculkan potensi konflik horizontal.

Langkah Solusi untuk Reformasi Partai Politik

Krisis yang dihadapi partai politik bukanlah masalah yang tidak dapat diatasi. Diperlukan langkah-langkah strategis dan komprehensif agar partai dapat kembali menjalankan peran sebagai pilar demokrasi.

a. Reformasi Internal Partai

Partai politik harus memulai reformasi dari dalam. Salah satu langkah paling mendesak adalah penerapan transparansi keuangan. Seluruh sumber pendanaan partai harus dilaporkan secara terbuka dan diaudit oleh lembaga independen.

Selain itu, sistem kaderisasi harus diperkuat. Proses seleksi calon pemimpin harus berbasis meritokrasi, bukan nepotisme atau kekuatan finansial. Partai juga perlu memperkuat ideologi agar memiliki arah yang jelas dalam memperjuangkan aspirasi rakyat.

b. Penguatan Regulasi dan Peran Negara

Pemerintah bersama DPR perlu memperkuat Undang-Undang Partai Politik dengan aturan yang lebih tegas terkait transparansi, akuntabilitas, dan kaderisasi.

Lembaga seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) harus memiliki kewenangan yang lebih luas dalam mengawasi proses pemilu dan pendanaan partai.

Sementara itu, KPK harus tetap independen dan diberi dukungan penuh untuk memberantas korupsi yang melibatkan elite partai tanpa intervensi politik.

c. Pendidikan Politik dan Peran Masyarakat
Reformasi partai politik tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah dan partai itu sendiri. Masyarakat juga memiliki peran penting dalam menciptakan perubahan.

Pendidikan politik harus digalakkan, terutama bagi pemilih muda. Dengan pemahaman yang baik tentang politik, masyarakat dapat memilih berdasarkan program dan rekam jejak, bukan karena imbalan uang atau janji kosong.

Media massa, organisasi masyarakat sipil, dan institusi pendidikan dapat bekerja sama dalam memberikan literasi politik yang berkualitas. Dengan pemilih yang cerdas, partai akan terdorong untuk memperbaiki diri agar tetap relevan.

Menata Masa Depan Demokrasi Indonesia

Partai politik di Indonesia saat ini berada di persimpangan jalan. Mereka dapat memilih untuk terus bertahan dengan pola lama yang sarat korupsi, nepotisme, dan pragmatisme, atau melakukan reformasi besar-besaran demi menyelamatkan demokrasi.

Krisis kepercayaan publik bukanlah akhir dari perjalanan partai politik, melainkan momentum untuk berbenah. Jika partai mampu melakukan reformasi internal, pemerintah memperkuat regulasi, dan masyarakat berperan aktif dalam pengawasan, maka masa depan demokrasi Indonesia dapat diselamatkan.

Generasi muda memiliki peran strategis dalam proses ini. Dengan jumlah pemilih muda yang terus meningkat, mereka dapat menjadi motor perubahan yang mendorong lahirnya partai politik yang modern, bersih, dan berpihak kepada rakyat.

Masa depan demokrasi Indonesia bergantung pada keberanian semua pihak untuk memperbaiki partai politik. Saatnya menjadikan partai bukan sekadar kendaraan kekuasaan, tetapi juga alat untuk mewujudkan cita-cita bangsa: keadilan, kesejahteraan, dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia. (*)

Ditulis oleh Dina Elvacia, Mahasiswa Ilmu Pemerintahan, Universitas Pamulang PSDKU Serang

Tulisan Terkait

Back to top button