Karya

Apakah IKN Ramah untuk Pemuda dan Pekerja Kelas Menengah?

ZETIZENS.ID – Pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Nusantara (IKN) tidak hanya soal fisik dan geografis, tapi juga perubahan arah pembangunan dan siapa yang akan paling terdampak.

Di antara kelompok yang seharusnya diperhitungkan secara serius adalah pemuda dan pekerja kelas menengah.

Pemerintah kerap menyampaikan bahwa IKN akan menjadi kota modern, hijau, dan berkelanjutan. Namun, janji itu masih berjarak dengan realitas kebutuhan dan harapan generasi muda serta pekerja menengah yang selama ini menjadi tumpuan produktivitas nasional.

Berdasarkan data BPS tahun 2024, kelompok usia produktif (15–39 tahun) menyumbang lebih dari 51% populasi Indonesia, sebagian besar di antaranya termasuk kelas menengah dan pekerja formal-informal.

Mereka bukan hanya membutuhkan lapangan kerja, tapi juga akses terhadap perumahan, transportasi, dan kehidupan sosial yang sehat.

Sayangnya, dalam dokumen perencanaan IKN maupun narasi pemerintah, suara kelompok ini masih terdengar samar. Padahal, di sinilah letak vitalitas dan masa depan kota: apakah Nusantara akan menjadi ruang hidup yang layak bagi generasi pekerja produktif, atau sekadar simbol politik?

Pekerja muda dan kelas menengah di kota besar seperti Jakarta, Bandung, atau Surabaya kini menghadapi tantangan biaya hidup yang tinggi dan mobilitas sosial yang stagnan.

Ketika IKN dibangun, ada harapan akan tercipta “reset” yang memberi peluang baru. Tapi, apakah itu realistis?

Skema hunian dan fasilitas publik di IKN masih terpusat pada kebutuhan ASN, militer, dan pejabat negara. Sementara kelompok kelas menengah non-pemerintah—seperti guru, barista, jurnalis, desainer, tenaga kesehatan swasta—belum jelas tempatnya dalam rencana tersebut.

Jika pembangunan kota hanya berorientasi pada fungsionalisme birokrasi, maka kota itu akan “hidup secara administratif”, tapi “mati secara sosial”. Pemuda akan sulit merasa memiliki, apalagi membangun kehidupan di sana.

IKN semestinya dibangun bukan hanya sebagai pusat pemerintahan, tetapi juga sebagai pusat pertumbuhan talenta muda. Namun, belum ada kebijakan konkret untuk menciptakan ekosistem start-up, ruang kreatif, atau insentif bagi pemuda lokal agar bertahan dan berkembang di Nusantara.

Dalam konteks kelas menengah, pembangunan harus lebih dari sekadar “ruang tinggal” — ia harus menyangkut keterjangkauan harga rumah, kualitas pendidikan, layanan transportasi publik, dan keamanan kerja. Semua ini belum terlihat dalam laporan Badan Otorita IKN secara transparan.

Jika tidak ada intervensi khusus, maka kelompok pemuda hanya akan menjadi penonton dari kemewahan pembangunan IKN. Mereka datang untuk bekerja kasar, bukan untuk membangun mimpi. Padahal, potensi mereka sangat besar bila dilibatkan dengan serius.

Masalah lainnya adalah akses komunikasi publik. Tidak ada forum yang benar-benar membuka diskusi dengan komunitas pemuda, mahasiswa, atau pekerja non-ASN tentang peran mereka di IKN. Ini menandakan bahwa pembangunan berjalan elitis, bukan partisipatif.

Padahal menurut Indeks Demokrasi Indonesia 2023, partisipasi masyarakat dalam perumusan kebijakan justru menurun. Jika tren ini terus dibiarkan, IKN akan lahir dengan semangat eksklusif, bukan inklusif.

Kita tidak membutuhkan kota besar yang hanya elok dilihat dari udara. Kita butuh kota yang nyaman untuk dijalani sehari-hari—oleh guru muda, perawat, jurnalis, pedagang, teknisi, dan semua yang selama ini menopang kota tanpa menjadi prioritas.

Pemuda dan kelas menengah adalah kelompok paling dinamis sekaligus paling gelisah. Bila tidak dilibatkan sejak awal, IKN hanya akan menjadi proyek fisik, bukan transformasi sosial. Padahal, kota yang baik harus tumbuh bersama dengan manusianya.

Oleh karena itu, sudah saatnya pemerintah menempatkan pemuda dan kelas menengah sebagai inti dalam desain kota. Jika Nusantara ingin menjadi ibu kota masa depan, maka ia harus bersahabat dengan mereka yang akan menempatinya paling lama: generasi muda pekerja. (*)

Ditulis oleh Ahmad Bilhaq, mahasiswa semester Dua Prodi Ilmu Pemerintahan, Universitas Pamulang Serang

Tulisan Terkait

Back to top button