Karya

Kebebasan Informasi sebagai Pilar Demokrasi

ZETIZENS.ID – Pernahkah kita membayangkan sebuah negara yang mengaku demokratis, namun rakyatnya dibiarkan buta terhadap setiap kebijakan yang diambil oleh pemimpinnya?

Dalam sebuah sistem pemerintahan yang sehat, keterbukaan informasi publik bukanlah sekadar fasilitas, melainkan napas utama yang menjaga kehidupan demokrasi itu sendiri.

Tanpa akses informasi yang memadai, partisipasi publik akan lumpuh, transparansi akan sirna, dan celah bagi penyalahgunaan kekuasaan akan terbuka lebar.

Pertanyaannya, sejauh mana kita telah benar-benar merdeka dalam mengakses informasi yang seharusnya menjadi milik publik?

Keresahan ini muncul karena keterbukaan pemerintah dalam memberikan informasi terkait pengelolaan sumber daya masyarakat merupakan syarat mutlak dalam negara demokratis.

Pentingnya akses informasi bukan hanya soal formalitas, melainkan kebutuhan mendasar masyarakat dalam pengambilan keputusan.

Ketika akses tersebut tersumbat, penyalahgunaan kekuasaan akan terus meningkat dan masyarakat kehilangan alat kontrolnya terhadap negara.

Di Indonesia, landasan bagi hak ini sebenarnya sudah sangat kokoh. Pasal 28F UUD 1945 secara eksplisit menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi serta lingkungan sosialnya.

Hak ini mencakup mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi melalui segala jenis saluran yang tersedia.

Komitmen konstitusional ini menjadi bukti bahwa negara memiliki kewajiban untuk memfasilitasi, bukan sekadar melindungi aliran informasi publik.

Sebagai langkah konkret, pemerintah juga telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP).

Regulasi ini menegaskan bahwa pada dasarnya setiap informasi publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap pengguna. Meskipun terdapat informasi yang dikecualikan demi kepentingan pertahanan, keamanan, atau privasi, pengecualian tersebut tidak boleh dilakukan secara sewenang-wenang dan harus melalui uji kepentingan publik yang ketat.

Namun, di era digital saat ini, tantangan yang dihadapi semakin kompleks. Arus informasi yang masif menuntut adanya literasi digital yang tinggi agar masyarakat tidak terjebak dalam disinformasi atau penyalahgunaan data pribadi.

Keterbukaan informasi publik bukan hanya tentang transparansi birokrasi, tetapi juga sarana demokratisasi pengetahuan yang harus mampu diakses secara adil oleh seluruh lapisan masyarakat, tanpa terhambat oleh ketimpangan infrastruktur teknologi antarwilayah.

Pada akhirnya, kebebasan informasi adalah pilar yang memastikan rakyat tetap menjadi pemegang kedaulatan tertinggi. Dengan informasi yang akurat, masyarakat dapat memantau kinerja lembaga, berpartisipasi dalam kebijakan, dan mencegah tata kelola pemerintahan yang berjalan sewenang-wenang.

Mengoptimalkan hak atas informasi berarti kita sedang menjaga kesehatan demokrasi Indonesia agar tetap transparan, akuntabel, dan benar-benar berpihak pada kepentingan rakyat banyak. (*)

Ditulis oleh Abdul Hakim, mahasiswa Jurusan Ilmu Perpustakaan dan Informasi Islam, Universitas Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Tulisan Terkait

Back to top button
zetizens.id