Karya

Gabung atau Pisah NPWP Setelah Menikah – Mana Lebih Menguntungkan?

ZETIZENS.ID – Dalam sistem perpajakan Indonesia, pasangan suami-istri dapat memilih menggabungkan NPWP atau menggunakan NPWP terpisah. NPWP digabung berarti istri tidak membuat NPWP sendiri; seluruh penghasilan keluarga dilaporkan lewat NPWP suami sebagai kepala keluarga.

Sementara itu, NPWP terpisah berarti suami dan istri masing-masing memiliki NPWP sendiri dan melaporkan pajak secara mandiri. Pilihan ini berkaitan dengan status perpajakan keluarga, di mana penggabungan NPWP cenderung memandang keluarga sebagai satu kesatuan ekonomi.

Dasar Hukum Singkat

Secara umum, peraturan perpajakan di Indonesia menganggap keluarga sebagai satu unit ekonomi. Artinya, penghasilan suami dan istri pada dasarnya digabung untuk tujuan penghitungan pajak. Namun, kebijakan pajak Indonesia juga mengizinkan suami-istri mengatur kewajiban perpajakan secara terpisah jika diinginkan, misalnya melalui pisah harta atau istri yang memilih memisahkan kewajiban pajak.

Dengan begitu, meskipun dasar hukumnya mengedepankan satu NPWP untuk keluarga, pasangan dapat memilih metode penggabungan atau pemisahan sesuai kebutuhan perpajakan mereka.

Kapan Istri Perlu NPWP Sendiri? 

Seorang istri umumnya tidak perlu memiliki NPWP sendiri jika kewajiban perpajakannya digabung dengan suami. Namun, ada kondisi tertentu di mana istri perlu atau memilih memiliki NPWP terpisah, antara lain:

Penghasilan dari berbagai sumber: Jika istri memiliki pendapatan lebih dari satu pemberi kerja atau usaha sendiri, mungkin lebih praktis memiliki NPWP sendiri.

Status perjanjian pisah harta (PH) atau memilih terpisah (MT): Jika suami-istri membuat perjanjian pisah harta atau istri ingin memisahkan kewajiban pajaknya, keduanya wajib memiliki NPWP masing-masing.

Kebutuhan administratif: Dalam beberapa kasus, misalnya istri bekerja di luar negeri atau memiliki usaha yang harus dipajaki secara mandiri, NPWP terpisah bisa diperlukan.

Keuntungan dan Kerugian Tiap Skema
Memilih NPWP digabung atau terpisah memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing:

NPWP Digabung (Istri Ikut NPWP Suami)

Keuntungan:

Proses pelaporan lebih mudah karena hanya ada satu SPT Tahunan untuk keluarga.

Penghitungan pajak lebih simpel, terutama jika istri hanya bekerja untuk satu perusahaan dengan pemotongan pajak di sumbernya.

Pemanfaatan PTKP keluarga (penghasilan tidak kena pajak) bisa lebih besar, misalnya status K/0 atau K/1, sehingga beban pajak dapat lebih ringan.

Kerugian:

Pajak progresif lebih tinggi: Jika total pendapatan suami-istri sangat besar, tarif pajak gabungan bisa naik ke lapisan yang lebih tinggi.

Kekurangan transparansi karena istri tidak melaporkan pajaknya sendiri dan semua pendapatan masuk perhitungan suami.

NPWP Terpisah (Suami dan Istri Masing-masing NPWP)

Keuntungan:

Perhitungan pajak terpisah: Masing-masing menghitung dan membayar pajak sendiri, yang dapat mengurangi tarif progresif bila pendapatan salah satu pihak lebih tinggi.

Transparansi pendapatan karena setiap individu melapor sendiri.

Kerugian:

Pelaporan ganda: Harus membuat dua laporan SPT Tahunan, lebih memakan waktu dan administrasi.

PTKP terpisah: Setiap orang hanya mendapatkan PTKP individu (TK/0 tanpa tanggungan), sehingga total pengurang pajak keluarga bisa lebih kecil.

Studi Kasus: Perbandingan Penghitungan
Misalnya, Pak Budi dan Ibu Siti sama-sama berpenghasilan tetap sebagai karyawan. Ulasan di bawah menunjukkan perbedaan pajak yang harus dibayar dalam dua skema:
Skema Terpisah:

Penghasilan Neto Pak Budi: Rp 100 juta per tahun.

Penghasilan Neto Ibu Siti: Rp 60 juta per tahun.

PTKP per orang (TK/0): sekitar Rp 54 juta.

Perhitungan pajak Pak Budi: Rp 100 juta – Rp 54 juta = Rp 46 juta kena pajak. Tarif 5% untuk Rp 46 juta adalah Rp 2,3 juta.

Perhitungan pajak Ibu Siti: Rp 60 juta – Rp 54 juta = Rp 6 juta kena pajak. Tarif 5% untuk Rp 6 juta adalah Rp 300 ribu.

Total pajak terpisah: Rp 2,3 juta + Rp 0,3 juta = Rp 2,6 juta per tahun.

Skema Gabung (Istri Ikut NPWP Suami):

Gabungkan total penghasilan netto: Rp 160 juta per tahun.

PTKP keluarga (status K/0): misalnya menjadi Rp 58,5 juta (PTKP suami ditambah tambahan tanggungan untuk istri).

Penghasilan kena pajak: Rp 160 juta – Rp 58,5 juta = Rp 101,5 juta.

Perhitungan pajak:

50 juta pertama @5% = Rp 2,5 juta.
Sisa Rp 51,5 juta @15% = Rp 7,725 juta.
Total pajak = Rp 10,225 juta.

Namun, perlu dicatat bahwa penghasilan istri yang sudah dipotong pajak di sumber (misalnya Rp 60 juta) diperlakukan berbeda, sehingga dalam praktik penghitungan akhir SPT bersama bisa menghasilkan pajak yang lebih rendah dibanding hitungan kasar di atas.

Dari contoh sederhana di atas tampak bahwa skema terpisah menimbulkan pajak jauh lebih rendah (Rp 2,6 juta) dibanding skema gabung jika dihitung kaku. Namun dalam kenyataannya, jika penghasilan istri sudah dipotong pajak di sumber dan dianggap final, penggabungan bisa menguntungkan karena hanya ada satu perhitungan pajak akhir oleh suami.

Setiap kasus perlu dihitung sesuai detail pendapatan dan status keluarga.

Rekomendasi Praktis untuk Pasangan Muda
Tinjau Sumber Penghasilan: Jika istri hanya bekerja pada satu perusahaan dengan pemotongan PPh 21 di sumber, penggabungan NPWP sering lebih praktis.

Sebaliknya, jika istri memiliki usaha sendiri atau penghasilan dari beberapa sumber, pertimbangkan NPWP terpisah untuk memperjelas perhitungan.

Hitung Potensi Pajak Bersama: Gunakan simulasi online atau konsultasi ke petugas pajak untuk membandingkan pajak yang terutang dalam kedua skema. Perhatikan jumlah PTKP dan tarif progresif.

Pertimbangkan Rencana Keuangan Jangka Panjang: Jika berencana memiliki anak, penggabungan NPWP dapat memberikan tambahan pengurang pajak (anak sebagai tanggungan). Namun jika pendapatan suami dan istri sangat berbeda, pemisahan bisa menurunkan tarif pajak efektif.

Ikuti Peraturan yang Berlaku: Pastikan segala pengurusan, seperti pencetakan kartu NPWP istri ikut suami atau pembatalan NPWP lama, dilakukan sesuai prosedur resmi di Kantor Pelayanan Pajak.

Konsultasikan Jika Perlu: Bila masih ragu, silakan berkonsultasi dengan konsultan pajak atau petugas pajak setempat untuk mendapatkan saran yang tepat sesuai kondisi pasangan Anda.

Dengan memahami kedua skema tersebut, pasangan muda dapat memilih pengaturan NPWP yang paling menguntungkan secara pajak sekaligus sesuai kebutuhan administrasi keluarga. (*)

Ditulis oleh Alvin Caturangga dan Daffa Ramadhan Akbar, Departemen Ilmu Administrasi Fiskal, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Indonesia

Tulisan Terkait

Back to top button
zetizens.id