Karya

Gagasan dari Tokoh Filsafat Socrates :Pencarian Kebenaran Universal

ZETIZENS.ID – Socrates lahir di Athena pada tahun 470 SM dan meninggal pada tahun 399 SM. Ayahnya seorang pembuat patung dan ibunya seorang bidan. Konon fisiknya tidak sebagus orang-orang Grik di sekitarnya,yang biasanya bertubuh ramping, tegap, raut mukanya elok.

Socrates berpostur tubuh pendek, agak gemuk, mulutnya lebar, hidungnya bulat, dan matanya tersembul keluar.

Namun demikian Socrates memiliki kelebihan yang sangat menonjol yang tidak terdapat oleh kebanyakan orang,sehingga dapat menutupi kekurangan-kekurangannya tersebut.Ia berbudi luhur ,jujur, adil, dan baik, sederhana, selalu berkata terus terang, bergaul dengan segala kalangan periang, tenang, tangkas,dan humoris.

Setiap hari, ia berjalan mengelilingi kota untuk mempelajari tingkah laku manusia dan berbagai macam aspek kehidupannya.Ia jarang keluar kota dengan alasan “padang rumput dan pepohonan tidak memberikan pelajaran apa-apa bagiku,karena manusia ada”.

Dari pernyataan ini,ia ingin menjelaskan kegemerannya mempelajari manusia dari aspek kehidupannya,bukan berarti alam dan lingkungan tidak menarik perhatiannya.

Mungkin inilah sebabnya Socrates mendominasi pemikiran-pemikiran filsafat, karena manusia adalah makhluk yang unik dan belum diketauhi seperti pandangan Alexis Carel-peraih hadiah nobel dalam bidang kedokteran yang menulis perihal daya manusia dengan memberikan contoh tentang telepati dalam bukunnya yang berjudul Man the Unknown.

Peta Pemikiran Filsafat Socrates

Telah dijelaskan terdahulu bahwa pemikiran Socrates bangkit karena ajaran kaum sofiesme yang mengatakan bahwa semua kebenaran bersifat relative. Pernyataan ini menggoyahkan teori-teori sains yang telah mapan, menggoncangkan keyakinan agama sehingga menyebabkan kebingungan dan kekacauan dalam kehidupan.

Pada mulanya, filosofis Socrates dan kaum sofis hampir sama, yaitu bertolak pada pengalaman sehari-hari.

Perbedaan yang sangat mencolok dan sangat bertentangan adalah ajaran relativisme kaum sofis tersebut.

Menurut Socrates ada kebenaran yang bersifat objektif yang tidak bergantung pada apa pun dan siapa pun.

Untuk membuktikan adanya kebenaran yang bersifat objektif,Socrates menggunakan metode dialektika, berasal dan kata kerja Yunani dialegesthai yang berarti bercakap-cakap atau berdialong.

Dalam pelaksanaanya,Socrates bertanya kepada setiap orang dari kalangan.Sedangkan Aristoteles memberikan catatan mengenai metode Socrates ini dengan menyatakan bahwa ada dua penemuan yang menyangkut dasar pengetahuan,pertama adalah induksi dan kedua adalah definisi.

Socrates memulai metodenya dengan bertolak pada pemikiran atau pengetahuan yang bersifat khusus,lalu menyimpulkan pengetahuan yang umum.dari kesimpulan tersebut,

Socrates menemukan definisi.
Dalam hal ini, Socrates ingin menjelaskan bahwa ada pengetahuan yang bersifat umum dan ada pengetahuan yang bersifat khusus.

Boleh jadi, pengetahuan yang bersifat khusus memiliki kebenaran yang bersifat relatif, sedangkan pengetahuan yang bersifat umum adalah suatu kebenaran yang bersifat objektif.

Satu contoh ketika seorang bertanya kepada orang lain tentang bentuk celana, semua orang sepakat bahwa celana adalah penutup tubuh bagian bawah, terlepas dari model celana serta ukurannya. Jadi, ketika seseorang ingin menjahit celana, ia tidak usah memesan kepada tukang jahit tentang bentuk celana tersebut, melainkan yang harus dipesan adalah model dan ukurannya

Bentuk celana tersebutlah yang bersifat objektif – umum karena diketahui oleh semua kalangan manusia. Inilah yang disebut oleh Socrates dengan istilah definisi.

Adapun ukuran atau model celana bersifat subjektif – relatif karena banyak perbedaan ciri yang disebutkan bergantung pada pengalaman manusia

Etika Socrates

Telah dijelaskan diatas bahwa Socrates disukai oleh semua kalangan masyarakat karena budi pekerti dan perangainya yang baik. Etikanya sangat dipengaruhi oleh pemikirannya tentang kebenaran yang bersifat obejktif – umum.

Menurutnya, budi adalah tah, inilah intisari dari etika nya. Suatu etika yang bersifat intelektual dan rasional lebih lanjut ia mengatakan, budi adalah tahu, barangsiapa yang mengetahui tentang kebajikan, dengan sendirinya akan terpaksa melakukan kebajikan itu.

Dari metode induksi (mengumpulkan bukti untuk dijadikan kesimpulan) dan definisinya (akhir dari kesimpulan tersebut), ia terus menerus mencari kebajikan, kebijaksanaan, keadilan.

Menurutnya, definisi tidak diperuntukkan bagi ilmu pengetahuan semata, melainkan diperuntukkan dan dibutuhkan bagi etika.

Oleh karena itu, definisi dibutuhkan sebagai pengetahuan umum untuk dijadikan pedoman umum tentang etika yang pada akhirnya akan dilakukan oleh semua orang yang mengetahuinya, baik dengan sukarela maupun terpaksa

Sejumlah ahli filsafat modern menegaskan pentingnya pemikiran Socrates ini. Bertrand Russell dalam History of Western Philosophy menyatakan bahwa keistimewaan Socrates bukan pada ajaran dogmatis, melainkan pada metode bertanya yang merangsang kesadaran kritis. W.K.C.

Guthrie menekankan bahwa pencarian definisi umum oleh Socrates membedakannya secara radikal dari kaum sofis, karena ia percaya pada adanya kebenaran objektif. Frederick Copleston menggarisbawahi pandangan Socrates bahwa kebajikan adalah pengetahuan, sementara Will Durant melihat Socrates sebagai tokoh yang mengalihkan fokus filsafat dari alam semesta menuju persoalan manusia dan moralitas.

Bahkan Aristoteles menilai Socrates sebagai orang pertama yang mengembangkan filsafat melalui induksi dan definisi, yang kemudian menjadi fondasi logika ilmiah.

Dari semua uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa gagasan besar Socrates adalah keyakinan pada adanya kebenaran universal yang dapat dicapai melalui akal budi dan dialog.

Dengan metode dialektikanya, ia berhasil menunjukkan bahwa pengetahuan yang benar bukanlah relatif, melainkan objektif dan dapat dirumuskan dalam definisi umum.

Etikanya menegaskan bahwa pengetahuan sejati melahirkan kebajikan, sehingga orang yang tahu pasti akan bertindak baik.

Socrates telah meletakkan dasar filsafat moral dan epistemologi yang menjadi warisan penting bagi Plato, Aristoteles, dan seluruh tradisi filsafat Barat. (*)

DItulis oleh Yusril Ihza Mahendra, mahasiswa Unpam Serang

Tulisan Terkait

Back to top button