Karya

Pendidikan Tinggi, Pekerjaan Minim, Mengapa Sarjana Masih Menganggur?

ZETIZENS.ID – Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam dan sumber daya manusianya. Namun ironisnya kekayaan tersebut belum sepenuhnya mampu menyelesaikan persoalan ekonomi.

Hingga saat ini persoalan pengangguran di kalangan lulusan sarjana masih menjadi tantangan serius bagi bangsa Indonesia.

Meskipun berbagai upaya telah
dilakukan oleh pemerintah jumlah sarjana yang belum mendapatkan pekerjaan masih
tergolong tinggi.

Berdasarkan data terbaru per Juni 2025, tingkat pengangguran di Indonesia berada di
angka 4,76% turun tipis dari 4,82% pada periode sebelumnya. Meski terlihat ada perbaikan secara persentase, kenyataannya jumlah lulusan sarjana yang menganggur justru terus bertambah akibat ketidakseimbangan antara pertumbuhan lulusan perguruan tinggi dan ketersediaan lapangan kerja.

Salah satu penyebab utama tingginya angka pengangguran di kalangan sarjana yang
setelah lulus menganggur adalah ketidaksesuaian antara jurusan yang diambil dengan kebutuhan dunia kerja,atau bisa dikenal sebagai mismatch atau ketidakselarasan kompetensi, di mana keterampilan yang diperoleh selama menempuh pendidikan tidak sepenuhnya relevan dengan dengan kualifikasi yang dibutuhkan oleh industri.

Minimnya keterampilan praktis menjadi salah satu penyebab utama pengangguran
lulusan perguruan tinggi,banyak lulusan hanya mengandalkan ijazah, sementara dunia kerja menuntut pengalaman dan keahlian yang memadai, ketergantungan yang berlebih pada nilai akademik sering kali membuat lulusan kurang siap menghadapi tantangan kerja nyata.

Prefensi terhadap pekerjaan yang bergengsi,banyak lulusan lebih memfokuskan pencarian kerja pada perusahaan besar, instansi pemerintah, atau sektor formal yang memiliki reputasi tinggi.

Sementara itu, peluang di sektor lain seperti usaha kecil dan menengah seringkali
diabaikan karena dianggap kurang bergengsi
Kurangnya informasi lowongan pekerjaan.

Di sisi lain, banyak di antara kita tumbuh
dengan keyakinan bahwa gelar pendidikan tinggi merupakan satu-satunya jalan menuju
kesuksesan.

Pandangan tersebut tidak sepenuhnya keliru,mengingat pendidikan memberikan bekal pengetahuan dan keterampilan dasar,namun realitanya gelar pendidikan perlu didukung oleh kompetensi lain, seperti pengalaman, keterampilan praktis, serta kemampuan beradaptasi agar peluang meraih kesuksesan semakin terbuka lebar.

Oleh karena itu, selain pendidikan formal lulusan perguruan tinggi juga perlu
membekali diri dengan keterampilan non-akademik, seperti kemampuan
komunikasi, kepemimpinan, kerja sama tim, serta penguasaan teknologi, dan bahasa
asing.

Perguruan tinggi juga diharapkan tidak hanya berfokus pada teori, tetapi berperan aktif
juga dalam pengembangan soft skill melalui program pelatihan magang maupun organisasi dengan begitu lulusan tidak hanya mengandalkan izajah semata ,tetapi juga memiliki kesiapan mental dan keterampilan yang sesuai dengan tuntutan kerja.

Menurut pandangan saya, kemalasan juga penyebab banyaknya lulusan sarjana yang
sulit mendapatkan pekerjaan, sebagian orang dari mereka yang semasa kuliahnya membiarkan tugas-tugas atau urusan akademik berantakan,sehingga kewajibanya tidak terselesaikan dengan baik.

Sikap seperti itulah yang menjadi penghambat bagi diri sendiri ditengan persaingan dunia kerja yang ketat, karena perusahaan membutuhkan orang yang disiplin, mandiri, dan semangat,namun sayang sekali banyak generasi muda yang justru terlena oleh kenyamanan,yang kemungkinan besar dibawa ke tempat kerja.

Perkembangan teknologi yang begitu cepat juga menjadi salah satu penyebab
meningkatnya angka pengangguran lulusan sarjana.era revolusi industri 4.0 membawa dampak besar berupa otomatisasi dan digitalisasi di berbagai sektor, sehingga sejumlah pekerjaan konvensial tergeser oleh mesin atau perangkat lunak.

Si sisi lain, bermunculan pula jenis
pekerjaan baru yang menuntut keterampilan digital, kemampuan analisis data,serta penguasaan teknologi informasi. Sayangnya belum semua perguruan tinggi mampu menyesuaikan kurikulum dengan kebutuhan dunia industri ysng terus bergerak dinamis, sehingga lulusan sering kali kurang siap menghadapi tuntutan teknologi terkini.

Selain faktor dari internal lulusan, perekonomian baik nasional maupun global juga turut berpengaruh terhadap serapan tenaga kerja lulusan perguruan tinggi.

Ketika ekonomi mengalami perlambatan atau krisis,banyak perusahaan menerapkan efisiensi dengan mengurangi rekrutmen tenaga kerja baru, situasi ini membuat persaingan dipasar dunia kerja semakin ketat, termasuk bagi para lullusan sarjana.oleh karena itu, kemampuan beradaptasi terhadap perubahan pasar tenaga kerja kesiapan mental m6enghadapi dinamika ekonomi menjadi kunci agar lulusan tidak mudah terjebak dalam pengangguran.

Sebenarnya pemerintah telah berupaya mengatasi persoalan pengangguran sarjana
melalui berbagai program, seperti pelatihan keterampilan kerja, pemberian intensif bagi
perusahaan yang merekrut lulusan baru, hingga pengembangan pusat karier di lingkungan program tersebut masih perlu diingatkan,terutama dalam hal keterpaduan antara kebutuhan dunia usaha dan hasil lulusan pendidikan tinggi.

Selain itu, pola pikir masyarakat tentang definisi kesuksesan juga perlu mengalami.

Selama ini, kesuksesan sering kali hanya diukur dari kemampuan memperoleh pekerjaan di perusahaan besar atau lembaga pemerintahan.padahal ada banyak sektor lain yang juga memiliki potensi menjajikan,seperti industri kreatif, ekonomi digital, hingga sektor informal yang tengah berkembang pesat.

Dengan memperluas cara pandang terhadap pilihan karier, lulusan sarjana dapat fleksibel dan tangguh dalam menghadapi tantangan dunia kerja yang terus berubah.

Solusi dalam menghadapi permasalahan tersebut sebenarnya dapat dimulai sejak masa awal perkuliahan, mahasiswa hendaknya tidak hanya terpaku pada kegiatan akademik semata,
melainkan juga proaktif dalam mencari peluang kerja sampingan atau program magang yang relevan dengan studinya.

Pengalaman kerja yang diperoleh selama kuliah dapat menjadi bekal penting yang akan membedakan lululsan tersebut dari kandidat lain ketika bersaing di pasar kerja.

Selain itu membangun jejaring profeional merupakan langkah strategis yang patut dilakukan.

Dengan demikian, kesiapan memasuki dunia kerja tidak hanya ditentukan oleh
selembar ijazah, melainkan oleh kombinasi antara kemampuan akademik, keterampilan
praktis, serta pengalaman yang telah dibangun dengan baik selama proses pendidikan berlangsung.

Hal ini menjadi bujti bahwa dunia kerja membutuhkan lebih dari sekadar
gelar, melainkan kesiapan nyata melalui pengalaman dan keterampilan yang relevan. (*)

Ditulis olleh Rizki Amelia, mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Jurusan Ilmu Pemerintahan, Universitas Pamulang Serang

Tulisan Terkait

Back to top button