Pendidikan dan Lapangan Kerja, Antara Teori dan Realita

ZETIZENS.ID – Pendidikan seharusnya berfungsi sebagai sarana untuk menghasilkan sumber daya manusia yang terampil dan siap bersaing di pasar kerja. Namun, kenyataannya, banyak lulusan dari sekolah maupun universitas yang menganggur karena kurangnya kesesuaian antara kurikulum pendidikan dengan permintaan sektor industri.
Sistem pendidikan di Indonesia masih terlalu fokus pada teori dan tidak cukup mempersiapkan keterampilan praktis yang diperlukan di dunia kerja.
Banyak institusi pendidikan masih menyampaikan kurikulum yang usang, sementara sektor industri terus mengalami perubahan dengan cepat.
Contohnya, pembelajaran mengenai teknologi digital masih kurang, walaupun hampir semua bidang memerlukan pemahaman tersebut. Hal ini mengakibatkan para lulusan sering kali tidak mempunyai kemampuan khusus yang dicari oleh perusahaan.
Kualitas pembelajaran sering kali dipengaruhi oleh kemampuan keuangan, sehingga hanya individu dari latar belakang ekonomi baik yang dapat mengakses pendidikan yang optimal.
Tingginya biaya pendidikan ditambah dengan kebutuhan hidup selama menuntut ilmu menyebabkan banyak pemuda terpaksa menghentikan studi atau memilih untuk bekerja tanpa keterampilan yang cukup.
Ini mengakibatkan semakin besarnya kesenjangan antara lulusan yang berkualitas dan mereka yang terpaksa bekerja secara acak.
Pendidikan vokasi serta pelatihan teknis seharusnya menjadi jawabannya untuk menghasilkan tenaga kerja yang siap digunakan.
Meski demikian, sarana pelatihan seperti Balai Latihan Kerja masih terbatas dan tidak tersebar merata. Banyak dari lulusan sekolah menengah atas atau sekolah menengah kejuruan yang tidak memiliki sertifikat keterampilan, yang membuat mereka kesulitan bersaing di dunia kerja.
Perguruan tinggi biasanya tidak membangun hubungan yang kuat dengan sektor industri, yang menyebabkan lulusan tidak mengetahui harapan yang ada di dunia profesional.
Idealnya, seharusnya ada program magang yang diwajibkan atau kerja sama dalam penelitian yang memastikan mahasiswa memiliki pengalaman nyata sebelum mereka menyelesaikan pendidikan. Tanpa ini, perusahaan akan terus mengeluhkan kurangnya kemampuan dari lulusan baru.
Masih terdapat banyak lulusan yang hanya berfokus pada pencarian pekerjaan yang memiliki status tinggi seperti pegawai negeri sipil atau karyawan di perusahaan milik negara,
meskipun kesempatan kerja di sektor kewirausahaan dan kreatif sebenarnya lebih besar.
Sikap “mengutamakan keamanan” ini menyebabkan banyak individu menganggur dalam jangka waktu yang panjang, sementara kesempatan di sektor lain sangat luas terbuka.
Revolusi industri 4.0 dan kecerdasan buatan telah mengubah berbagai jenis
pekerjaan, namun sistem pendidikan kita masih belum sepenuhnya menyesuaikan diri. Banyak profesi konvensional akan menghilang, sedangkan sektor digital kekurangan tenaga kerja yang memadai.
Jika sistem pendidikan tidak segera menanggapi pergeseran ini, jumlah pengangguran yang berpendidikan akan semakin bertambah.
Sebagian besar peluang kerja tetap terkonsentrasi di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, atau Bandung.
Wilayah lain kekurangan sektor industri yang dapat menyerap tenaga kerja setempat, yang menyebabkan terjadinya urbanisasi dan angka pengangguran di kota-kota.
Pemerintah perlu berupaya untuk mendistribusikan pembangunan ekonomi secara merata agar generasi muda tidak perlu jauh-jauh merantau untuk mencari pekerjaan.
Banyak perusahaan memberikan gaji yang minim kepada lulusan baru dengan alasan mereka kurang pengalaman. Namun, di sisi lain, biaya hidup semakin meningkat, membuat banyak orang muda merasa frustrasi.
Jika upah yang diterima tidak sejalan dengan beban kerja dan kemampuan, ketertarikan untuk berkarier di sektor formal akan semakin menurun.
Sekolah dan universitas umumnya tidak mengajarkan tentang penyusunan CV, persiapan wawancara, atau pengelolaan karier dalam jangka panjang.
Hal ini membuat banyak lulusan merasa kehilangan arah setelah mereka selesai studi dan tidak mengerti cara mempromosikan diri kepada perusahaan. Keterampilan lembut seperti negosiasi dan manajemen waktu kerap kali diabaikan.
Dunia kerja terus berubah dengan cepat, dan sejumlah perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja secara luas disebabkan oleh krisis ekonomi atau untuk meningkatkan efisiensi.
Kondisi ini menyebabkan generasi muda merasa ragu untuk melanjutkan pendidikan tinggi jika hasil akhirnya tidak menjamin pekerjaan yang permanen. Perlindungan bagi pekerja serta jaminan sosial perlu diperkuat.
Pemerintah mengajak generasi muda untuk menjalankan usaha sendiri, namun akses terhadap modal, pelatihan, dan pasar tetap sulit didapat.
Tidak semua individu memiliki semangat berbisnis, dan kegagalan dalam usaha dapat menyebabkan dampak finansial yang serius. Pendidikan tentang kewirausahaan perlu lebih berbasis praktik, tidak hanya teori.
Tekanan dari keluarga untuk segera masuk ke dunia kerja seringkali mendorong anak-anak mengambil pilihan yang cepat, seperti pekerjaan sementara atau bergabung dalam usaha yang tidak jelas.
Bantuan moral dan finansial yang diberikan oleh keluarga sangat krusial agar anak muda dapat menentukan jalur karier mereka dengan tepat.
Program seperti Kartu Prakerja sangat bermanfaat, tetapi skalanya masih terbatas jika dibandingkan dengan jumlah orang yang mencari pekerjaan.
Dibutuhkan perubahan yang mendasar pada sistem pendidikan dan penciptaan pekerjaan yang lebih luas. Tanpa adanya kemauan politik yang kuat, masalah ini akan terus berulang.
Pendidikan dan pasar kerja adalah dua aspek yang perlu saling mendukung. Indonesia memerlukan inovasi dalam kurikulum, pelatihan keterampilan, serta kolaborasi yang solid antara pemerintah, sektor industri, dan dunia akademis.
Jika tidak, kita akan menciptakan generasi yang cerdas secara akademis tetapi kurang siap menghadapi tantangan di dunia kerja.
Sudah saatnya pendidikan tidak hanya fokus pada pencapaian gelar, tetapi juga memastikan setiap lulusan siap memberikan kontribusi yang nyata. (*)
Ditulis oleh Rachmita Widiya Putri, mahasiswa Jurusan Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik semester dua di Universitas Pamulang