Karya

Melestarikan Keasrian Alam dan Kearifan Lokal Raja Ampat di Tengah Ancaman Modernisasi

ZETIZENS.ID – Raja Ampat, yang terletak di Papua Barat, adalah salah satu kawasan dengan keanekaragaman hayati laut tertinggi di dunia.

Gugusan pulau ini tidak hanya menyimpan kekayaan alam yang luar biasa, seperti memiliki kurang lebih 537 jenis terumbu karang, 1.320 spesies ikan, 6 dari 7 jenis penyu yang terancam punah dan 17 spesies mamalia laut lainnya.

Namun, keasrian alam dan kearifan lokal kini menghadapi ancaman serius dari aktivitas pertambangan nikel yang merusak lingkungan dan mengganggu kehidupan masyarakat adat.

Aktivitas pertambangan nikel di Raja Ampat telah menyebabkan deforestasi lebih dari 500 hektare, terutama di pulau-pulau kecil seperti Gag, Kawe, dan Manuran.

Kerusakan ini berdampak besar pada ekosistem hutan dan laut yang rapuh. Sedimentasi lumpur dari pengerukan tambang menutupi terumbu karang, menghalangi sinar matahari, dan menghambat fotosintetis, yang sangat penting bagi kelangsungan hidup karang dan biota laut lainnya.

Kualitas air laut yang selama ini masih terjaga kini terancam oleh limbah tambang yang mengandung logam berat dan bahan kimia berbahaya.

Pencemaran ini tidak hanya merusak ekosistem laut, tetapi juga membahayakan kesehatan masyarakat yang mengandalkan hasil laut sebagai sumber pangan utama mereka.

Kondisi ini menunjukkan bahwa kerusakan lingkungan akibat tambang nikel belum sepenuhnya teratasi meskipun pemerintah telah mencabut beberapa izin tambang ilegal, pengawasan dan penegakan hukum perlu diperkuat agar kerusakan lingkungan tidak terus berlanjut.

Di sisi lain, masyarakat adat Raja Ampat memiliki tradisi kearifan lokal bernama sasi, yaitu larangan sementara memanfaatkan sumber daya alam tertentu untuk menjaga kelestariannya.

Tradisi ini sudah berlangsung turun-temurun dan terbukti efektif menjaga keseimbangan ekosistem laut dan darat dengan aturan ketat. Namun, modernisasi dan pengaruh budaya luar mulai mengikis nilai-nilai sasi, terutama di kalangan generasi muda yang terpapar pendidikan dan teknologi, sehingga berpotensi melemahkan mekanisme pelestarian alam ini.

Kondisi ini berpotensi melemahkan mekanisme pelestarian alam yang selama ini dijaga oleh masyarakat adat. Jika nilai-nilai kearifan lokal ini terus terkikis, maka kelangsungan budaya dan lingkungan Raja Ampat akan makin terancam.

Selain itu, konflik sosial muncul akibat aktivitas pertambangan yang menawarkan pekerjaan dan pendapatan bagi sebagian masyarakat. Namun, ketergantungan pada industri ekstraktif ini bertentangan dengan upaya pelestarian lingkungan. Konflik kepentingan ini perlu dicarikan solusi yang berkelanjutan.

Pengembangan pariwisata ramah lingkungan menjadi alternatif yang menjanjikan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tanpa harus merusak alam. Seperti, ekowisata dan pariwisata berbasis budaya yang dapat memberdayakan masyarakat adat sekaligus melestarikan tradisi sasi dan keindahan alam Raja Ampat.

Desa-desa wisata seperti Arborek telah menerapkan kearifan lokal sasi laut dan protokol kesehatan untuk menjaga kelestarian dan kebersihan lingkungan. Langkah ini sekaligus memberdayakan masyarakat lokal dan menjaga warisan budaya mereka.

Pendidikan dan sosialisasi tentang pentingnya kearifan lokal harus diperluas, terutama kepada generasi muda. Dengan demikian, nilai budaya yang menjaga kelestarian alam dapat terus hidup dan berkembang sebagai warisan yang dijaga bersama.

Peran komunitas lokal sangat penting dalam menjaga harmonisasi antara alam dan budaya. Pemberdayaan mereka melalui pelatihan, akses modal, dan keterlibatan dalam pengambilan keputusan akan memperkuat posisi mereka sebagai pelindung lingkungan dan budaya Raja Ampat.

Kolaborasi antara pemerintah, LSM, akademisi, dan sektor swasta perlu ditingkatkan untuk menciptakan program konservasi yang komprehensif dan berkelanjutan. Sinergi ini akan memastikan kebijakan pelestarian berjalan efektif dan memberikan manfaat jangka panjang.

Kebijakan yang berpihak pada pelestarian lingkungan harus diiringi dengan pengawasan ketat terhadap aktivitas tambang dan pembangunan yang berpotensi merusak. Evaluasi izin dan dokumen lingkungan harus transparan dan melibatkan masyarakat lokal sebgai pengawas.

Penggunaan teknologi ramah lingkungan dalam pengelolaan sumber daya alam juga dapat menjadi solusi untuk meminimalkan dampak negatif pertambangan. Perusahaan tambang wajib menerapkan teknologi yang mengurangi sedimentasi dan pencemaran serta melakukan rehabilitas lahan bekas tambang.

Pelibatan masyarakat adat dalam penelitian dan pengambilan keputusan sangat penting agar solusi yang diambil sesuai dengan kondisi lokal dan berkelanjutan. Pendekatan partisipasi ini juga memperkuat rasa memiliki dan tanggung jawab masyarakat terhadap lingkungan mereka.

Menjaga kelestarian alam dan kearifan lokal Raja Ampat di tengah ancaman modernisasi, merupakan kunci untuk memastikan masa depan yang berkelanjutan bagi masyarakat dan lingkungan setempat.

Modernisasi seharusnya tidak menjadi alasan untuk mengorbankan kelestarian lingkungan dan budaya, melainkan dapat dijadikan momentum untuk memperkuat harmoni keduanya.

Dengan upaya bersama dalam melestarikan kekayaan alam dan budaya, Raja Ampat tetap menjadi permata indonesia yang lestari, memberikan manfaat ekonomi sekaligus menjaga keindahan alam dan kearifan lokal untuk generasi yang akan datang. (*)

Ditulis oleh Nabila Ajeng Noer Amelia, mahasiswa Jurusan Ilmu Pemerintahan, Fakultas Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Semester 2, Universitas Pamulang PSDKU Serang

Tulisan Terkait

Back to top button