Demokrasi Yunani Kuno dalam Pandangan Aristoteles, Socrates, dan Plato : Antara Realitas, Kritis, dan Negara Ideal

ZETIZENS.ID – Menurut pendapat saya, pemerintahan demokratis di masa Yunani Kuno selalu menjadi bahan kajian yang menarik oleh karena itu salah satu teks filsafat menjadi bagian menarik pada masa demokrasi di masanya Yunani kuno, karya Aristoteles yang di sebut mengenai politeia atau politics.
Buku tersebut juga menantang untuk dibaca dan di satu sisi buku tersebut berbicara soal prinsip-prinsip teoritis bagi tata politik negara ataupun pemerintahan.
Dalam buku tersebut juga banyak berbicara mengenai soal situasi aktual masyarakat Yunani Kuno yang memang menggunakan sistem demokrasi dalam pemerintahannya.
Adanya juga pengandaian percampuran antara yang teoritis dan yang praktis. Terkait ini Aristoteles memulai dengan dasar tentang apa itu negara dan siapa itu manusia, karena baginya suatu negara adalah sesuatu yang alamiah, karena manusia, pada hakekatnya adalah mahluk politis.
Makhluk Politis
Dan kata lain karena manusia secara alamiah adalah mahluk politis, maka dari itu negara, sebagai komunitas politis.
Dan juga adalah sesuatu yang ada secara alamiah, dengan demikian Aristoteles menjelaskan bahwa negara itu ciptaan dari alam dan manusia secara alamiah itu binatang yang politis.
Lalu untuk orang yang tidak punya negara dan orang yang tidak bergabung dengan komunitas politis ini Aritoteles jelas membedakan karena menurutnya orang orang tersebut adalah orang yang jahat sekaligus tidak mengenal hokum, pecinta perang dan kekacauan, serta kejam.
Dalam arti mahluk itu yang membentuk polis, atau kota, dan komunitas politis kafena secara alamiah untuk mendorong hidup bersama manusia manusia lainnya dalam satu komunitas.
Pengandaian Antropologis
Dalam hal ini merupakan pengandaian antropologis dari filsafat politik Aritoteles dan ini bukan hanya konsep teoritis melainkan berpijak pada pengalaman nyata manusia manusia konkret di dunia.
Dan tidak ada satu pun manusia yang hidup tanpa komunitas, karena identitasnya sebagai manusia termasuk kediriannya pun diberikan oleh komunitas tempat ia hidup dan berkembang.
Oleh karena itu ada hubungan timbal balik antara manusia dan komunitasnya, karena di satu sisi manusia menciptakan komunitasnya.
Ia pun dapat diciptakan oleh komunitasnya dalam arti sepakat dengan Aritoteles, bahwa dengan ini dorongan untuk menciptakan tata politik, yakni sebagai menusia politis adalah kodrat alamiah manusia.
Dengan ini berpijak pada pengandaian bahwa manusia adalah mahluk politis, dan negara adalah suatu yang alamiah, karena ada struktur kekuasaan, yakni antara yang memerintah dan yang diperintah, model ini juga disebut hubungan tuan dan budak yang dimana (kekuasaan dari seorang tuan) demikian.
Walaupun budak dan tuan secara alamiah memiliki kepentingan yang sama, bagaimanapun juga selalu memihak pada kepentingan tuan.
Dan tuan tetap harus memikirkan mempertimbangkan kepetingan budak, karena jika budak hancur maka kepetingan tuan pun tidak akan terpenuhi, demikian kekuasan dan sang tuan pun ikut bersama.
Dan menurut Socrates, mengkritik terhadap demokrasi ia seorang filsuf berpengaruh dari Athena pada abad ke 5 SM, terus di kenang sebagai salah satu pemikir termuka di zamannya.
Meskipun tidak meninggalkan karya tulisnya, walaupun murid-muridnya seperti plato berhasil memelihara dan menyebarkan gagasannya yang pengaruhnya masih dirasakan hingga kini.
Analogi ini Socrates keberatan terhadap demokrasi, karena menurutnya demokrasi bentuk pemerintahan yang ideal memberikan kekuasaan kepada rakyat, tetapi sistem ini tidak selalu efektif dalam pandangan Socrates dan proses pemilihan, baik secara langsung maupun melalui perwakilan, membutuhkan tingkat keahlian dan kebijaksanaan yang tidak dimiliki oleh semua orang.
Socrates menganggap demokrasi dapat terlalu mudah dipengaruhi oleh opini massa yang tidak selalu berdasarkan pada pengetahuan atau pemahaman yang mendalam dan dalam hal ini dapat kemungkinan pemimpin yang cerdik dan berkarisma, namun kekuranagan kebijaksaan dan integritas, karena bias memanipulasi sistem demi keuntungan pribadi atau kelompok tertentu.
Oleh karena itu bagi sebuah demokrasi untuk tidak hanya mengandalkan jumlah suara terbanyak tetapi memastikan setiap suara itu didasarkan pada penilaian yang rasional dan terinformasi, melalui kritik dan filosofisnya, berupaya untuk menyadarkan masyarakat Athena pentingnya pendidikan dan pemahaman politik dalam menjalankan hak demokratis mereka.
Jadi Socrates berupaya bahwa adanya pondasi ini, demokrasi bisa dapat tergelincir menjadi bentuk pemerintahan yang tidak stabil dan berpotensi merusak.
Maka dari itu betapa pentingnya kebijakan Pendidikan dan keterlibatan politik berdasarkan pemikiran yang kritis dan informasi yang akurat, Socrates tersebut adanya kekhawatiran demokrasi ini akan demagog.
Demagog ini adalah pemimpin politik yang memanfaatkan prasangka, janji janji kosong dan karismanya mempengaruhi pemilih agar memilih mereka.
Abad 5 SM
Pada abad ke 5 SM, Socrates sering kali digunakan dalam konotasi negatif, karena menjadi kekhawatiran mendalam pada potensi demokrasi dalam mengangkat demagog ke posisi kekuasaan, karena takutnya pemimpin yang tidak memiliki kebijaksanaan yang memadai dapat memanipulasi masa untuk keuntungan pribadi mereka sendiri, bukan untuk kebaikan bersama.
Seperti Cleon di Yunani kuno ia dikenal kepemimpinannya yang brutal nah ini dapaat menjadi contoh nyata bagaimana demagog dapat menghancurkan prinsip prinsip demokrasi yang ada.
Kekhawatiran ini menggambarkan pemahaman yang mendalam tentang demokrasi, yang dimana kita harus mempunyai dasar pendidikan politik dan moral yang kuat, agar tidak dengan mudah disalahgunakan.
Pada akhirnya Soctares pun dihukum oleh juri demokratis karena banyaknya juga menentang banyak aspek demokrasi.
Dan terjadi puncaknya adalah mengakibatkan kematian. Hal ini menjadi sebuah kebanaran kritiknya terhadap demokrasi, dia diadili dan dihukum mati oleh juri di Athena karena sebagai alasan tidak menghormatinya, dewa-dewa kota dan meracuni pikiran pemuda.
Menurut Plato juga ini tentang kematiannya Socrates dianggap dengan keadaan sistem pemerintahan yang tidak beres atau bobrok ulah moral penguasa.
Dengan ini berpikiran plato tentang negara ideal kareana atas dasar kekecewaan pada negara karena telah dijadikannya alat untuk memuaskan keinginan para pengusa ia melihat betapa buruknya sistem pemerintahan yang ada saat itu.
Oleh karena itu negara menjadi rusak ulah kelakuan penguasa yang korup, dan untuk pemerintahan Athena bisa dapat tertolong jika mau mengubah dasar hidup rakyat dan sistem pemerintahannya.
Oleh itu Plato ingin menciptakan sebuah negara ideal karena konsep negara ideal merupakan filosofis dari dokrin, yaitu idea, karena keinginan Plato ia terobsesi untuk negara yang teratur dengan mencakup masyarakat yang berpendidikan.
Pada dasar filosof ini mampu menuntun akalnya menuju kebijaksanaan, dengan agar tercapainya sebuah negara dengan baik.
Karena semuanya harus bersaudara dan bekerja sama, karena tidak bakal mampu jika memenuhi kebutuhan sendiri sendiri yang beraneka ragam, maka dari itu setiap warga negara mampu bersikap berkeluarga dan terciptanya kerukunan dan keharmonisan antarsesama, mau dipemerintahan atau rakyatnya karena filosof ini pengetahuannya tentang (yang baik) maka lebih arif dalam memimpin negara.
Plato mengungkap, negara muncul itu karena keinginan dan kebutuhan manusia oleh sebab itu sesuai ajaran beretika yang dikembangkannya karena bertujuan negara untuk kebahagian dan kesenangan bersama, dengan demikian maka negara ideal adalah negara yang dipenuhinya dengan kebaikan dan kebajikan. (*)
Ditulis oleh Faqih Arraafi, Mahasiswa Ilmu Pemerintahan Unpam PSDKU Serang.







