Tanpa PR, Siswa Lebih Cerdas? Studi Menunjukkan Hasil Mengejutkan!

ZETIZENS.ID – Pekerjaan rumah (PR) telah menjadi elemen yang tak terpisahkan dari sistem pendidikan di seluruh dunia. Banyak pendidik meyakini bahwa PR dapat membantu siswa memperdalam pemahaman mereka terhadap materi yang telah diajarkan di kelas.
Namun, sebuah studi terbaru menunjukkan hasil yang mengejutkan: siswa yang tidak mendapatkan PR justru mengalami peningkatan di berbagai aspek akademik serta kesejahteraan mereka. Penelitian ini menantang paradigma lama dan membuka perdebatan baru dalam dunia pendidikan.
Karena merasa terbebani dan kurang menikmati pekerjaan rumah, banyak siswa yang akhirnya mencurangi tugas mereka. Bahkan, tak jarang orang tua ikut turun tangan mengerjakan tugas anaknya dengan berbagai alasan dan tujuan. Namun, sebaiknya kita ingat bahwa tujuan utama guru memberikan pekerjaan rumah adalah untuk melatih dan mengukur kemampuan siswa terhadap materi yang telah diajarkan di kelas.
Pekerjaan rumah yang diberikan oleh guru pun biasanya berkaitan erat dengan apa yang telah diajarkan sebelumnya.
Studi dan Temuan Utama
Studi ini dilakukan oleh sekelompok peneliti pendidikan dari Universitas Stanford, yang mengamati lebih dari 5.000 siswa dari berbagai jenjang pendidikan di beberapa negara. Penelitian ini dilakukan selama lima tahun dan membandingkan prestasi akademik serta kesejahteraan emosional siswa yang mendapatkan PR secara rutin dengan mereka yang tidak diberikan PR.
Hasil penelitian menunjukkan beberapa poin utama:
1. Peningkatan Pemahaman Konsep
Siswa yang tidak diberikan PR ternyata mampu memahami konsep lebih baik dibandingkan mereka yang harus mengerjakan PR setiap hari. Hal ini diduga karena mereka lebih fokus saat di kelas dan dapat mendiskusikan materi secara lebih mendalam tanpa tekanan tambahan di rumah.
2. Keseimbangan Hidup yang Lebih Baik
Tanpa PR, siswa memiliki lebih banyak waktu untuk bermain, beristirahat, dan mengeksplorasi minat pribadi mereka. Ini berkontribusi pada kesejahteraan mental yang lebih baik dan mengurangi tingkat stres serta kecemasan yang sering dikaitkan dengan tugas sekolah.
3. Kualitas Tidur yang Lebih Baik
Banyak siswa yang mengeluhkan bahwa PR membuat mereka harus begadang, sehingga mengurangi jam tidur yang ideal. Studi ini menunjukkan bahwa siswa tanpa PR memiliki pola tidur yang lebih sehat, yang berdampak positif pada kinerja akademik mereka di sekolah.
4. Meningkatkan Kreativitas dan Keterampilan Sosial
Dengan lebih banyak waktu luang, siswa lebih banyak terlibat dalam kegiatan sosial dan ekstrakurikuler, seperti olahraga, seni, dan proyek komunitas. Hal ini membantu mengembangkan keterampilan berpikir kritis, kreativitas, serta keterampilan interpersonal yang sangat dibutuhkan di dunia nyata.
5. Tidak Ada Penurunan Prestasi Akademik
Salah satu temuan paling mengejutkan dari studi ini adalah bahwa tidak adanya PR tidak menyebabkan penurunan prestasi akademik. Bahkan, beberapa siswa menunjukkan peningkatan nilai mereka dalam ujian standar dan evaluasi akademik lainnya.
Tanggapan dari Berbagai Pihak
Penelitian ini tentu menimbulkan berbagai reaksi dari para pendidik, orang tua, dan siswa sendiri. Beberapa sekolah di Finlandia, Jepang, dan Kanada telah mulai menerapkan kebijakan pengurangan PR atau bahkan menghilangkannya sama sekali, dan hasilnya cukup positif.
• Guru dan Akademisi: Sebagian guru setuju bahwa sistem tanpa PR dapat meningkatkan keterlibatan siswa dalam belajar dan mendorong mereka untuk menjadi pembelajar yang lebih mandiri. Namun, ada pula yang berpendapat bahwa PR tetap diperlukan untuk melatih disiplin dan tanggung jawab.
• Orang Tua: Beberapa orang tua merasa lega karena anak-anak mereka tidak lagi stres akibat PR, tetapi ada pula yang khawatir anak-anak mereka kehilangan kebiasaan belajar mandiri. Orang tua khawatir jika tidak ada PR dari sekolah mereka akan asik bermain dan bebas dengan dunianya, bahkan sampai lupa akan kewajibannya untuk belajar meskipun di rumah.
• Siswa: Banyak siswa yang menyambut baik kebijakan tanpa PR. Mereka merasa lebih bebas untuk mengejar minat pribadi dan tidak lagi merasa terbebani oleh tugas sekolah yang menumpuk.
Mengerjakan pekerjaan rumah yang merupakan kewajiban siswa di rumah adalah contoh tanggung jawab siswa. Akan tetapi jika pemberian PR kurang tepat, tentu dapat memberikan dampak buruk bagi siswa.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Stanford Graduate School of Education di Amerika Serikat menunjukkan bahwa pemberian pekerjaan rumah (PR) dalam jumlah yang berlebihan dapat menyebabkan stres dan masalah kesehatan bagi siswa.
Banyaknya PR yang diberikan juga mengurangi waktu yang seharusnya dihabiskan anak-anak untuk berkumpul dengan keluarga, bersosialisasi dengan teman, dan mengikuti kegiatan ekstrakurikuler yang mereka minati.
Hal serupa juga dinyatakan oleh Etta Kralovec dan John Buell, yang menekankan bahwa PR dapat mengganggu hubungan anak-anak dengan keluarga serta kehidupan sosial mereka.
Implikasi bagi Masa Depan Pendidikan
Hasil studi ini membuka diskusi lebih luas mengenai bagaimana sistem pendidikan dapat berkembang ke arah yang lebih humanis dan berorientasi pada kesejahteraan siswa.
Beberapa alternatif yang dapat diterapkan meliputi:
1. Belajar Berbasis Proyek
Alih-alih memberikan PR, guru dapat menerapkan pembelajaran berbasis proyek yang lebih kontekstual dan menantang.
2. Fokus pada Keterampilan Hidup
Pendidikan tidak hanya tentang nilai akademik, tetapi juga bagaimana siswa dapat mengembangkan keterampilan hidup seperti manajemen waktu, kerja sama tim, dan pemecahan masalah.
3. Waktu Belajar yang Lebih Efektif
Dengan mengoptimalkan waktu di kelas, siswa dapat belajar lebih efisien tanpa perlu membawa beban pekerjaan tambahan ke rumah.
Tak kalah pentingnya bahwa PR yang diberikan oleh guru juga memiliki tujuan baik lainnya yaitu mengurangi kecanduan siswa dalam menggunakan gadget seperti bermain game dan lain-lain.
Faktanya, di era yang semakin canggih ini hampir semua siswa lebih menikamati bermain smartphone baik menonton Youtube, Tiktok, Game dan lain-lain daripada membaca buku.
Hal ini juga diperparah dengan ketidakmampuan para orang tua meng-kontrol anaknya dalam menggunakan gadget bahkan tak jarang mereka sengaja memberikan gadget agar anaknya diam dan tidak menganggu mereka yang sedang asyik bermain gadget atau melakukan pekerjaan lainnya.
Maka dari itu, menurut saya pemahaman guru mengenai keadaan dan karakteristik siswa sangat penting dalam merancang jenis PR yang sesuai. PR tidak harus selalu berupa latihan soal atau esai; sebaliknya, bisa juga dalam bentuk proyek atau kegiatan pengamatan.
Yang terpenting bukanlah seberapa banyak atau sulitnya PR yang diberikan, tetapi seberapa efektif PR tersebut dalam mendukung keberhasilan proses pembelajaran siswa dan siswa tidak terbebani dengan adanya PR justru menjadi hal yang menyenangkan untuk dikerjakan.
Dengan pendekatan yang lebih fleksibel dan berorientasi pada kebutuhan siswa, masa depan pendidikan dapat menjadi lebih inklusif dan efektif bagi semua pihak.
Hasil studi ini menunjukkan bahwa menghilangkan PR tidak serta-merta berdampak negatif pada pencapaian akademik siswa. Sebaliknya, kebijakan ini dapat meningkatkan kualitas hidup, kesejahteraan mental, dan keterampilan sosial siswa.
Meskipun tidak semua sistem pendidikan dapat menerapkan kebijakan ini secara langsung, hasil penelitian ini mengajak para pendidik, orang tua, dan pembuat kebijakan untuk mempertimbangkan kembali peran PR dalam pendidikan modern. (*)
Ditulis oleh Heni Novyani Manik, mahasiswi Untirta