Khazanah

Masjid Kuno di Kota Serang

Jejak Sejarah Islam di Sukalila, Kota Serang, Banten

ZETIZENS.ID – Di tengah hiruk-pikuk perkembangan Kota Serang, berdiri sebuah masjid yang sarat akan nilai sejarah dan keagamaan, yakni Masjid Jami’ Baiturrahman yang terletak di Kampung Sukalila.

Masjid ini menjadi salah satu saksi bisu perjalanan panjang masyarakat Banten dalam menjaga tradisi keislaman dari masa ke masa.

Warisan Sejarah Pasca Geger Cilegon

Meski tidak ada catatan resmi mengenai tahun pasti pendiriannya, sejumlah tokoh masyarakat dan budayawan Banten menyebutkan bahwa Masjid Jami’ Baiturrahman dibangun tidak lama setelah peristiwa Geger Cilegon pada tahun 1818.

Residen Banten saat itu disebut mendorong masyarakat, khususnya kalangan ulama, untuk mendirikan masjid sebagai pusat keagamaan.

Berdasarkan penuturan Ketua DKM Masjid, H. Husaeni, pembangunan masjid ini diyakini dipelopori oleh keluarga dari Kiyai Buyut Abdurrahman.

Masjid ini awalnya dikenal dengan nama Masjid Al-Ikhlas. Namun, pada tahun 2004, masyarakat setempat sepakat mengganti namanya menjadi Masjid Jami’ Abdurrahman sebagai bentuk penghormatan kepada Kiyai Buyut Abdurrahman yang mewakafkan tanah tempat berdirinya masjid tersebut. Kini, masjid ini lebih dikenal dengan sebutan Masjid Jami’ Baiturrahman.

Ciri Kuno dalam Arsitektur dan Fungsi Sosial

Dijuluki sebagai “masjid kuno”, bangunan ini memiliki ciri khas arsitektur klasik yang didominasi warna hijau dan putih.

Struktur kayu, bentuk pintu, serta desain interior yang sederhana namun berkarakter kuat menjadi bukti bahwa masjid ini merupakan warisan masa lampau yang masih terjaga keasliannya.

Meski telah mengalami renovasi, seperti pembangunan pendopo pada tahun 2016 dan pemasangan pagar di tahun 2019, elemen-elemen utama seperti mimbar masih asli dan belum pernah diganti sejak awal.

Arsitekturnya tidak secara langsung meniru masjid tertentu, namun memiliki kemiripan dengan beberapa masjid kuno di kawasan Banten seperti Masjid Kenari dan Masjid Kaujon.

Hal ini menunjukkan kesinambungan nilai estetika dan religius dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Dari Tempat Ibadah Hingga Pusat Perjuangan

Pada masa silam, masjid ini tak hanya digunakan untuk shalat berjamaah, tapi juga menjadi pusat perlawanan terhadap penjajah, baik Jepang maupun Belanda. Bukti keberadaan para pejuang ditandai dengan makam-makam yang berada di sekitar kompleks masjid.

Hingga kini, Masjid Jami’ Baiturrahman tetap aktif menjalankan fungsinya sebagai pusat ibadah umat Islam. Selain digunakan untuk shalat lima waktu, masjid ini juga menjadi lokasi pengajian rutin, peringatan hari besar Islam, kegiatan pemuda, hingga pelaksanaan pernikahan yang digelar di area pendopo.

Dibiayai oleh Masyarakat

Pembangunan dan pemeliharaan masjid ini sebagian besar bersumber dari partisipasi masyarakat. Renovasi terakhir yang dilakukan pada 2016 memang sempat mendapat dukungan dari pemerintah daerah, namun dana utamanya tetap berasal dari gotong royong warga dan keluarga pewakaf. Hal ini mempertegas bahwa masjid ini adalah hasil swadaya dan semangat kebersamaan warga Kampung Sukalila.

Tidak Banyak Tercatat, Namun Terasa dalam Sejarah

Hingga kini, belum ada dokumentasi resmi yang secara rinci menjelaskan siapa arsitek dari masjid ini maupun berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk membangunnya.

Cerita mengenai asal-usulnya pun lebih banyak berasal dari penuturan lisan tokoh-tokoh masyarakat dan budayawan lokal. Namun, kendati minim catatan tertulis, keberadaan Masjid Jami’ Baiturrahman tetap menjadi simbol kuat akan peran sentral masjid dalam kehidupan sosial dan spiritual masyarakat Banten. (Irma)

Tulisan Terkait

Back to top button