Seabad Pramoedya Ananta Toer, Dua Buku Baru Terbit

ZETIZENS.ID – Merayakan seabad kelahiran sastrawan Pramoedya Ananta Toer diikuti peertunjukan seni, musik, diskusi, pameran patung, bulan depan.
Festival ini akan diisi dengan penerbitan kembali buku karangan Pramoedya.
Laman Tempo menyebur, menurut Astuti Ananta Toer, putri Pram, sebutan Pramoedya, ada buku yang belum pernah diterbitkan oleh ayahnya, akan diterbitkan keluarga.
“Yang Terserak dan Tercecer, Musim Kawin di Nusa Kambangan,” kata Astuti menyebut dua judul buku yang akan diterbitkan, saat ditemui di Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta Pusat, Selasa, 21 Januari 2025.
Anak sulung Pram dan Maimunah ini bilang, buku lama yang dicetak ulang atau buku baru, itu diterbitkan oleh Lentera Dipantara. Sebelumnnya banyak karangan Pram yang diterbitkan melalui penerbit Hasta Mitra.
Perayaan seratus tahun kelahiran Pram pun diselenggarakan dalam Festival Perayaan Seabad Pramoedya Ananta Toer. Dalam kegiatan ini, akan ada residensi sastra ke Pulau Buru. “Karena terakhir Pram (ditahan) di Pulau Buru,” ucap Astuti.
Festival itu berlangsung atas kerja sama Pramoedya Ananta Toer Foundation dan Komunitas Beranda Rakyat Garuda.
Festival ini digelar di Blora, Jawa Tengah, selama 6-8 Februari 2025. Kegiatan ini telah mendapatkan dukungan dari Pemerintah Kabupaten Blora.
Hilmar Farid, sejarawan mengatakan, Pramoedya adalah sosok penting. Ia patut dikenang. Pemikiran dan semangatnya harus ditimba. Sebab itu, agenda #SeAbadPram merupakan kegiatan penting dan strategis.
“Dari karya dan kiprah Pram, kita bisa menimba banyak insight yang relevan hari ini, bahkan untuk Indonesia ke depan,” tutur pengajar Institut Kesenian Jakarta itu, dalam keterangan tertulis.
Pramoedya Ananta Toer, sastrawan Indonesia, yang menulis lebih dari 50 karya sastra. Karyanya diterjemahkan dalam 42 bahasa di seluruh dunia. Sejak pertama kali terbit pada 1949, karya Pramoedya memperkaya khazanah kesusastraan Indonesia.
Tulisan Pramoedya berisi harapan, perlawanan, dan keberanian menghadapi ketidakadilan dan kesewenang-wenangan. Pram, salah satu penulis Indonesia yang ditangkap pada 13 Oktober 1965, beberapa hari setelah Gerakan 30 September atau G-30-S meletus di Jakarta. Ia dituduh berideologi komunis. Setelah penangkapan itu, Pram sempat dipenjara di Penjara Nusa Kambangan.
Tahun 1969, ia dibuang ke Pulau Buru, Maluku. Pram termasuk dalam kloter pertama, bersama 800 tahanan, dibuang ke Pulau Buru sebagai tahanan politik. Di pulau ini, Pram menuliskan sejumlah karya monumentalnya, termasuk Tetralogi Pulau Buru, yang terdiri dari Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca. (Zee)