Thunderbolts* Menghindar dari Godaan Multiverse Bertabur Karakter Kejutan

ZETIZENS.ID – Film Thunderbolts* lagi tayang di bioskop. Film ini dianggap sanggup mengantarkan Marvel Cinematic Universe (MCU) kembali ke orbit berkat kedalaman cerita, eksekusi brilian, serta penampilan apik pemerannya.
Laman CNN Indonesia mengulas, film ini menjadi kepingan tepat bagi MCU yang bakal memasuki puncak The Multiverse Saga.
Thunderbolts* dibangun dengan cerita yang berbeda dari cetakan MCU belakangan. Eric Pearson selaku penulis cerita mau memilih jalur di luar pakem dengan menghindar dari godaan multiverse yang biasanya bertabur karakter kejutan.
Alih-alih memakai jalan pintas itu, Pearson yang turut menulis skenario bersama Joanna Calo justru fokus menyelami perjalanan awal antihero ‘buangan’ MCU menjadi kelompok baru bernama Thunderbolts.
Bukan hanya penuh adegan laga menegangkan dan interaksi lucu karena banyak kekacauan, plot Thunderbolts* juga dilapisi kedalaman emosi yang tidak terbayangkan sebelumnya.
Penonton diajak melihat sisi lain dari mereka yang jauh dari kesan mulia. Ada Yelena Belova (Florence Pugh) yang hilang arah dan selalu merasa hampa, Alexei (David Harbour) yang sulit beranjak dari kejayaan masa lalu, atau John Walker (Wyatt Russell) yang kehidupan pribadinya ikut kacau setelah gagal menjadi Captain America.
Penonton dengan mudah masuk ke dunia Yelena sejak awal karena langsung menggebrak lewat aksi terjun dari puncak Merdeka 118, gedung tertinggi kedua di dunia yang berada di Malaysia.
Selain itu, ada pula Bucky Barnes (Sebastian Stan) yang menjalani dua dunia sebagai Winter Soldier dan anggota Kongres AS, Ghost (Hannah John-Kamen) yang mampu mengendalikan kekuatan, hingga Bob (Lewis Pullman) si anak baru yang punya kekuatan besar meski tak sengaja ikut geng tersebut.
Latar belakang setiap karakter yang beragam itu pun menjadi bekal bagi sutradara Jake Schreier untuk mengeksplorasi emosi cerita dengan tema utama tentang penebusan hingga pencarian jati diri.
Bobot emosi yang tersemat dalam Thunderbolts* membantu film ini menjadi lebih dari sebatas cerita heroisme. Ia juga menyalurkan bentuk-bentuk kerapuhan, kebuntuan, hingga kecamuk lewat dialog dan tindakan para karakternya.
Di sisi lain, cerita yang bersandar kepada dinamika geng Thunderbolts itu menyebabkan efek samping berupa figur villain yang tak dominan. Musuh yang terpampang itu justru tertindih perjalanan setiap karakter utama menghadapi masalah hidupnya.
Thunderbolts* juga cukup bertanggung jawab memenuhi ekspektasi, terutama dengan gimik marketing mereka yang mengaitkannya dengan studio indie A24.
Orang-orang di balik layar yang sebelumnya pernah terlibat dalam proyek A24 itu mampu memberi warna baru ketika masuk barisan MCU yang notabene lebih bernuansa pop.
Geng Thunderbolts yang dibangun dalam konsep ragtag alias kumpulan orang chaos itu lantas tercermin lewat chemistry anggotanya.
Kemampuan akting Florence Pugh yang diakui banyak orang juga kembali terbukti ketika mengenakan tactical suit Yelena. Aktingnya kali ini semakin berkesan karena sisi lain Yelena akhirnya muncul, termasuk kegetiran dan rasa bersalah yang bersarang dalam hatinya.
Nama-nama lain, seperti Sebastian Stan, David Harbour, Wyatt Russell, dan Hannah John-Kamen ikut tampil solid sebagai karakter yang kerap dipandang sebelah mata.
Di sisi lain, debutan Lewis Pullman dan Julia Louis-Dreyfus yang belakangan kerap muncul di kejadian penting MCU sama-sama memberi angin segar lewat penampilannya.
Geng Thunderbolts yang dibangun dalam konsep ragtag alias kumpulan orang chaos itu lantas tercermin lewat chemistry anggotanya. Mereka menunjukkan hubungan yang perlahan berkembang dari saling serang hingga menjadi kuat karena solidaritas.
Di luar urusan itu, Thunderbolts* menjawab berbagai pertanyaan tentang MCU yang tidak kunjung dijelaskan, terutama terkait alur menuju Fase Keenam atau penutup Multiverse Saga.
Film ini akhirnya memberikan secercah petunjuk tentang peristiwa yang menjadi gerbang masuk ke Avengers: Doomsday (2026). Penasaran? (Zee)