Bayangan di Belakang Anggaran: Kisah Pilu ASN Pandeglang yang Menanti Gaji

ZETIZENS.ID – Bayangan pilu menyelimuti ASN di Pandeglang. Bukan bayangan masa depan yang cerah, melainkan bayangan kantong kosong akibat keterlambatan gaji yang berkepanjangan.
Di balik janji pelayanan publik yang optimal, tersimpan realita pahit tentang pengelolaan anggaran yang jauh dari kata ideal.
Keadilan harus ditegakkan, terlebih bagi mereka yang berjuang di garis depan pelayanan publik. Namun, ironisnya, ASN di Pandeglang justru menghadapi ketidakadilan berupa keterlambatan gaji yang berlarut-larut.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan total realisasi penyaluran gaji ke-13 untuk Aparatur Sipil Negara (ASN) pusat, daerah dan pensiunan tercatat Rp30,51 triliun per Kamis (5/6/2025). Angka itu setara 61,88% dari total anggaran Rp49,3 triliun.
Perkembangan realisasi pembayaran gaji ke-13 sampai saat ini terdiri dari: Pembayaran gaji pada ASN di pemerintah pusat Rp12,76 triliun atau sudah mencapai 99,7% dari target penyaluran gaji ke-13. Pembayaran untuk pensiunan Rp11,40 triliun atau 95,8% dari target keseluruhan. Sementara itu, pembayaran gaji ke-13 untuk ASN di daerah baru terealisasi Rp6,35 triliun atau 35,5% dari target keseluruhannya.
Namun menurut M.A beliau memberikan suatu tanggapan mengenai keterlambatan gaji ASN. Tepatnya pada Sabtu, 14 Juni 2025 pukul 23.00 WIB. Wilayah Kabupaten Pandeglang, masih mengalami penundaan gaji ke 13 yang seharusnya terlaksana pada Senin (2/6/2025).
Keterlambatan pembayaran gaji yang berulang-ulang bagi guru ASN di Pandeglang telah memicu demonstrasi besar-besaran.
Para guru, didorong oleh semangat yang membara untuk memperjuangkan hak-hak mereka, berkumpul dalam jumlah signifikan untuk menuntut keadilan atas pembayaran yang selalu tertunda.
Aksi ini merupakan puncak dari perjuangan panjang mereka menghadapi sistem yang dinilai abai terhadap kesejahteraan para pendidik di wilayah tersebut.
Ketidakadilan yang dialami para guru tersebut telah mendorong mereka untuk mengambil langkah tegas guna menuntut hak-hak mereka yang telah lama terabaikan.
Demonstrasi serupa juga dilakukan oleh Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) Kabupaten Pandeglang di depan kantor Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD).
Mereka juga menyuarakan tuntutan yang sama, yaitu pembayaran segera gaji atau penghasilan tetap (siltap) yang telah lama tertunda.
Kedua aksi ini mencerminkan permasalahan sistemik dalam pengelolaan keuangan daerah yang berdampak langsung pada kesejahteraan para abdi negara yang berdedikasi, baik guru maupun perangkat desa di Kabupaten Pandeglang.
Hal ini pun mempertanyakan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah setempat.
Pada Senin, 17 Februari 2025, suasana di depan kantor Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) Kabupaten Pandeglang, Banten, diwarnai aksi demonstrasi yang menegangkan.
Para anggota Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI), yang berasal dari berbagai desa di Pandeglang, tumpah ruah ke jalanan untuk menyuarakan tuntutan mereka: pembayaran segera gaji atau penghasilan tetap (siltap) yang telah lama tertunda.
Amarah dan frustrasi terpancar dari raut wajah mereka saat menyampaikan orasi-orasi keras, bahkan melampiaskan kekecewaan dengan melemparkan sampah plastik ke arah gedung BPKD.
Keinginan kuat untuk berdialog langsung dengan perwakilan pemerintah daerah terlihat jelas dalam setiap sorak-sorai mereka.
Aksi demonstrasi pada 17 Februari 2025 ini bukan sekadar unjuk rasa biasa. Pelemparan sampah plastik, walau merupakan tindakan yang kurang terpuji, menunjukkan puncak kekecewaan dan keputusasaan para perangkat desa atas lambatnya respon pemerintah.
Kejadian ini menjadi bukti nyata betapa krusialnya permasalahan pengelolaan keuangan daerah di Pandeglang.
Keterlambatan pembayaran siltap tidak hanya berdampak pada kesejahteraan perangkat desa, tetapi juga berpotensi mengganggu pelayanan publik di tingkat desa.
Peristiwa ini mendesak pemerintah Kabupaten Pandeglang untuk segera mengambil langkah konkret, bukan hanya untuk meredakan tensi, tetapi juga untuk memperbaiki sistem pengelolaan keuangan yang lebih transparan dan akuntabel.
Keterlambatan gaji aparat negri sipil (ASN) di pandeglang bukan hanya administrasi. Ini adalah gambaran buram/kabur dari kegagalan pengelolaan anggaran yang menyentuh langsung ujung tombak kesejahtraan masyarakat justru harus terkatung – katung karena hak dasarnya diabaikan
ASN adalah ujung tombak birokrasi.mereka bekerja di tuntut untuk patuh, loyalitas, dan pelayanan publik. Namun ketika gaji – yang seharusnya menjadi hak tetap dan pasti tak kunjung cair, maka yang terdampak bukan hanya keuangan dan kualitas pelayanan masyarakat.
Beberapa pihak berdalih ini hanya akibat keterlambatan teknis atau kekurangan kas daerah. Tetapi alasan seperti itu sudah tidak bisa di toleransi.
Perencanaan anggaran seharusnya di lakukan secara matang dan penuh tanggung jawab. Bukan kah salah satu fungsi pemerintahah menjamin kelancaran sistem keuangan, terutama untuk membayar para pegawainya?
Di sisi lain, kondisi ini membuka mata kita akan lemahnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan daerah. Masyarakat perlu tahu : kemana aliran dana publik sebenarnya mengalir?
Apakah prioritas anggaran benar- benar dilaksanakan pada hal- hal yang menyentuh langsung kepada rakyat dan aparatur?
Sudah saatnya pemerintah daerah, khususnya pemkab pandeglang, bersikaap tegas dan transparan. ASN bukan relawan. Merena adalah pekerja professional yang laya dihargai keterlambatan gaji bukan hanya soal angka, tapi juga soal keadilan.
Jika ingin dihormati dan pelayanan publik ingin ditingkatkan, maka hak dasar para pelayan negara ini harus di penuhi tanpa tawar – menawar. Tidak ada pembangunan tanpa keadilan. Dan keadilan di mulai dari hal kecil memastikan gaji pegawai di bayar tepat waktu.
Keterlambatan gaji ASN di Pandeglang bukan sekadar masalah administrasi; ini adalah cerminan buruknya tata kelola pemerintahan dan pengabaian hak-hak dasar para abdi negara.
Pemerintah Kabupaten Pandeglang wajib bertanggung jawab penuh atas ketidakadilan ini. Tindakan tegas dan transparan, bukan sekadar janji, diperlukan untuk menyelesaikan permasalahan ini.
Kepercayaan publik akan hancur jika keadilan bagi ASN diabaikan. Tuntutan pembayaran gaji yang tertunggak harus dipenuhi segera, dan mekanisme pengelolaan keuangan yang lebih akuntabel harus segera diimplementasikan. (*)
Ditulis oleh Isna Nur’aini Luthfiana, mahasiswa Program Studi Ilmu Pemerintahan, Unpam