EUDR Ditangguhkan; Kesempatan Mempercepat E-STDB dan Perkuat Konsolidasi Dalam Negeri
ZETIZENS.ID – Peraturan Deforestasi Uni Eropa (EUDR) yang akan diterapkan pada awal tahun 2025, telah diusulkan untuk ditangguhkan selama satu tahun ke depan.
Penangguhan ini, menjadi jalan bagi petani yang tidak memiliki akses terhadap teknologi dan modal yang dibutuhkan dari kemungkinan kehilangan akses ke pasar Eropa, untuk memenuhi persyaratan dengan penyediaan bantuan teknis dalam pemenuhan aturan tersebut.
Semenjak adanya rencana penerapan EUDR ini, pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai langkah positif, terutama yang dilakukan Kementerian Pertanian dengan mempercepat proses pendaftaran dan pendataan pekebun melalui Sistem Terpadu Pendaftaran Usaha Budidaya Perkebunan Untuk Pekebun (STDB) atau E-STDB yang dikenal dengan Gercep E-STDB, sebagai bagian untuk membuktikan produk yang dihasilkan terlacak hingga ke sumber lahan produksi.
Forum Petani Sawit Forum Petani Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (FORTASBI) menilai, langkah dalam penangguhan penerapan EUDR, harus dilihat sebagai kesempatan agar pemerintah semakin serius melakukan perbaikan tata kelola komoditas termasuk kepala sawit, yang menjadi komoditas utama ekspor Indonesia, secara komprehensif.
Percepatan e-STDB dan sertifikasi sebagai bagian ketelusuran rantai pasok harus semakin dikuatkan, dipercepat, tidak kendor. Bahkan, melakukan terobosan dalam implentasinya agar 2,5 juta petani sawit swadaya bisa segera mendapatkan e-STDB bahkan bisa melakukan sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO).
Kesempatan ini, sebaiknya menjadi langkah bagi pemerintah untuk mendesak Uni Eropa Kembali mempertimbangkan mekanisme sertifikasi ISPO menjadi alat bantu dalam penilaian implementasi EUDR dan mendorong Uni Eropa, menyediakan insentif konkrit bagi petani sawit swadaya dalam waktu satu tahun ini, bisa memenuhi aturan yang diminta Uni Eropa.
“Penerapan EUDR tidak boleh diterapkan secara membabi buta, karena ini menyangkut masa depan industri sawit Indonesia, termasuk menyangkut hajat hidup petani kecil yang jumlahnya mencapai jutaan orang. EUDR sebagai tools untuk mendorong perbaikan tata Kelola komoditas termasuk kelapa sawit, harus diterapkan secara holistic dan harus memastikan tidak menyingkirkan Petani dalam supply chain ke pasar Uni Eropa,” kata Kepala Sekretariat FORTASBI Rukaiyah Rafik
Rukaiyah mengatakan, petani sawit swadaya telah mulai bergerak pada praktek perkebunan yang berkelanjutan sejak 10 tahun terakhir, dan tentu ini akan menjadi hal mudah bagi petani dalam penerapan regulasi serupa.
Namun, lanjut ia, dengan kondisi yang ada saat ini, perlu ada aksi kolaborasi yang kuat antar semua pihak, organisasi masyarakat sipil, pemerintah, perusahaan dan juga
Masyarakat Uni Eropa, untuk memastikan petani sawit swadaya dapat memenuhi regulasi tersebut.
Agar sejalan dengan program pemerintah mengenai percepatan sertifikasi ISPO, Rukaiyah juga mengusulkan ketentuan sertifikasi EUDR seharusnya dapat disesuaikan dengan standar yang sudah diberlakukan di Indonesia yaitu ISPO. (Zee)