Jejak Sejarah dan Budaya: Menghidupkan Kembali Kesultanan Banten untuk Generasi Z
ZETIZENS.ID – Kesultanan Banten merupakan salah satu kerajaan Islam terkuat di Nusantara, yang berdiri sejak abad ke-16 hingga abad ke-19.
Bagi generasi muda saat ini, terutama Generasi Z, sejarah Kesultanan Banten mungkin terasa kurang relevan. Namun, melalui pendekatan yang lebih kreatif dan terhubung dengan konteks masa kini, sejarah ini bisa menjadi sarana penting untuk menggali identitas budaya dan sejarah lokal yang membentuk Indonesia modern.
Kesultanan Banten didirikan oleh Sultan Maulana Hasanuddin pada tahun 1526 setelah mengambil alih pelabuhan Banten dari Kerajaan Sunda.
Banten, yang awalnya merupakan bagian dari ekspansi Kesultanan Demak, tumbuh menjadi salah satu pusat perdagangan utama di Asia Tenggara, dengan lada sebagai komoditas utama yang diincar oleh pedagang dari Arab, Cina, India, hingga Eropa.
Pada masa keemasannya, Kesultanan Banten berperan penting tidak hanya dalam perdagangan, tetapi juga dalam penyebaran Islam di wilayah Jawa Barat.
Salah satu sultan yang paling terkenal adalah Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1682), yang berhasil memperluas wilayah kerajaan dan memimpin perlawanan terhadap Belanda. Namun, seiring waktu, konflik internal serta intervensi VOC melemahkan kerajaan ini hingga akhirnya jatuh di bawah kendali Belanda pada abad ke-19.
Warisan budaya Kesultanan Banten masih dapat ditemukan dalam berbagai bentuk hingga saat ini. Contohnya adalah Masjid Agung Banten, dibangun oleh Sultan Maulana Hasanuddin, yang menjadi simbol spiritual dan politik Banten.
Tradisi seperti mapag sri (ritual panen padi) dan debus (pertunjukan kekebalan tubuh) juga memperlihatkan pengaruh Islam yang disebarkan para sultan.
Situs bersejarah seperti Keraton Surosowan dan Benteng Speelwijk di Serang mengingatkan kita pada peran penting Banten dalam perlawanan melawan penjajahan.
Bagi Generasi Z, memahami sejarah Kesultanan Banten memberi kesempatan untuk merenungkan identitas mereka dan mendapatkan pelajaran tentang pentingnya persatuan serta perlawanan terhadap penindasan.
Melalui pemahaman tentang sejarah ini, generasi muda dapat meningkatkan rasa bangga terhadap warisan lokal di era globalisasi.
Sejarah ini juga dapat dikemas lebih menarik melalui konten digital, seperti video pendek, podcast, atau komik digital, agar lebih mudah diakses oleh Generasi Z yang terbiasa dengan format informasi cepat dan visual.
Pendidikan sejarah sering kali membosankan karena berfokus pada fakta dan tanggal. Namun, dengan pendekatan interaktif, sejarah Kesultanan Banten bisa menjadi lebih menarik bagi pelajar.
Program kunjungan ke situs bersejarah atau proyek seni kolaboratif yang terinspirasi dari budaya Banten dapat meningkatkan daya tarik sejarah ini.
Banten memiliki potensi besar sebagai destinasi wisata sejarah bagi Generasi Z. Situs seperti Keraton Kaibon dan Meriam Ki Amuk menawarkan pengalaman sejarah yang mendalam, yang bisa dipadukan dengan seni dan budaya lokal.
Dengan teknologi digital dan pendekatan kreatif, sejarah Kesultanan Banten dapat menjadi jembatan bagi Generasi Z untuk memahami identitas budaya lokal, sekaligus merayakan warisan sejarah mereka. (Fithro)