Kuliner

Pemanfaatan Pati Talas Beneng untuk Penanganan Pasca Panen

ZETIZENS.ID – Pembahasan mengenai pangan selalu relevan selama manusia masih memiliki kebutuhan untuk makan. Kegagalan dalam mengelola ketersediaan, keamanan, dan ketahanan pangan dapat menyebabkan bencana kelaparan massal.

Indonesia, sebagai negara agraris, menghadapi banyak masalah di bidang pertanian, mulai dari konservasi tanah dan air, proses pemanenan, penanganan pasca panen, hingga distribusi.

Di sisi lain, produksi pertanian di Indonesia, terutama komoditas buah-buahan, terus mengalami peningkatan.

Istilah penanganan pasca panen mulai dikenal luas di Indonesia pada tahun 1970-an, ketika diketahui bahwa banyak komoditas pertanian mengalami kerusakan, penurunan berat, dan kehilangan bobot sejak dipanen hingga sampai ke tangan konsumen.

Di Indonesia, fokus pengembangan bidang pertanian masih banyak tertuju pada peningkatan produksi lahan, seperti penggunaan benih unggul, pengendalian hama dan penyakit, serta efektivitas pupuk.

Meskipun upaya ini memerlukan sumber daya yang besar, pengembangan proses pasca panen juga perlu mendapat perhatian untuk mengurangi kehilangan kuantitas produk selama distribusi, memperpanjang umur simpan, serta menjaga sifat asli dan penampilan produk.

Salah satu faktor yang menyebabkan kerusakan produk pertanian adalah teknik pengemasan yang kurang baik, dan solusi untuk masalah ini dapat dimulai dengan penerapan edible coating.

Edible coating adalah teknologi pelapisan produk pertanian yang bertujuan untuk mempertahankan penampilan dan melindungi komoditas dari bakteri dekomposer yang menyebabkan pembusukan.

Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa pati adalah bahan utama yang paling potensial digunakan sebagai edible coating.

Talas beneng adalah salah satu tumbuhan yang memiliki kandungan pati tinggi. Menurut Fetriyuna et al. (2016), talas beneng (Xanthosoma undipes K.Koch) merupakan tanaman khas dari daerah Pandeglang dengan kandungan pati sebesar 15,21%, meskipun pemanfaatannya masih sangat terbatas.

Lebih lanjut, alasan edible coating mampu menunda proses pembusukan berkaitan erat dengan laju respirasi. Amal (2010) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa aplikasi edible coating pada buah tomat dapat mengurangi laju respirasi, sehingga menunda penggunaan total gula dalam reaksi enzimatik dan respirasi.

Sementara itu, menurut Rusmanto (2017), mekanisme penghambatan laju respirasi dimulai dari edible coating yang menutupi lentisel dan kutikula pada permukaan buah. Selain itu, Alsuhendra et al. (2011) menyatakan bahwa edible coating berfungsi sebagai penghalang terhadap CO2, O2, dan air, yang terbukti dapat menekan laju respirasi.

Penggunaan edible coating berbahan dasar talas beneng ini dapat berdampak positif pada tiga sektor utama: peningkatan pendapatan sektor budidaya, pengembangan potensi tanaman lokal, dan peningkatan pendapatan distributor.

Secara keseluruhan, ketiga aspek ini akan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah, meningkatkan peluang untuk menaikkan pendapatan per kapita.

Dengan penanganan pasca panen yang efektif, produk pertanian akan lebih tahan terhadap kerusakan selama distribusi, baik dari segi tampilan maupun ketahanannya terhadap bakteri dekomposer.

Pemanfaatan potensi tanaman lokal juga akan menghidupkan industri daerah. Oleh karena itu, dengan penerapan edible coating berbahan dasar pati talas beneng secara luas, kedua tujuan ini dapat tercapai. (Fithro)

Tulisan Terkait

Back to top button