ZETIZENS.ID – Masih dalam rangkaian Diesnatalis ke 21, Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik (FISIP) Untirta bersama BPK menghadirkan Seminar Publik pada Kamis (20/6/2024).
Kegiatan yang berlangsung di Ruang Serba Guna (RSG) Gedung FISIP Untirta Kampus Sindangsari ini mengangkat tema “Menjaga Warisan Kebudayaan Leluhur di Era Digital”.
Wahyu Nurprapti, Plt Dekan FISIP Untirta saat sambutan mengatakan, tema seminar ini menarik.
“Budaya adalah aset kearifan lokal harusnya bisa memberikan kemakmuran. Produk kebudayaan meliputi kuliner, seni budaya, adat istiadat bisa dikomodifikasi. Kita perlu mencontoh beberapa budaya yang bisa mengkomodifikasi adat istiadat, artefak, seperti Bali dan Thailand. Thailand belajar ke Bali dalam hal ini,” jelasnya.
Kalau kita bisa menghidupkan nilai luhur budaya, menjaga warisan budaya, terutama di era digital yang serba teknologi. Ini meliputi bagaimana warisan budaya dikemas baik.
“Harus bisa menjaga keutuhan sehingga tidak gagal karena kesalahan di masa silam,” jelasnya.
Seminar Publik yang dihadiri mahasiswa Ilmu Komunikasi dan jurusan lain ini menghadirkan pembicara Bonnie Triyana Sejarawan Indonesia, Ken Supriyono Penulis buku “Persamuhan di Banten”, dan Fuad Fauzi Pegiat Film.
Fuad Fauzi memaparkan materi tentang memindahkan objek melalui perangkat digital, dan ini bisa menggunakan perangkat handphone sehingga lebih mudah.
Ken Supriono memaparkan tentang mewariskan pemahaman budaya melalui tulisan. Menurutnya, menulis tentang budaya jauh lebih menyenangkan dibanding peristiwa
Bonnie Triyana menjelaskan tentang strategi kebudayaan Bung Karno untuk kebudayaan yakni berupa supremasi pengetahuan, aspirasi kebudayaan daerah atau seni tradisi rakyat, kebijakan yang teknokratis, kesetaraan ekspresi kebudayaan dalam ruang publik, dan kerja kolaboratif.
“Budaya itu lebih luas daripada tari-tarian dan nyanyi-nyanyian, lebih dari itu. Kaitannya dengan tema seminar, bagaimana mewariskan dalam dunia digital, ini ada plus minus. Media sosial yang kita pakai, secara otomatis sudah mendokumentasikan diri sendiri,” jelasnya.
Keberadaan artificial intellegence atau Ai bukan sesuatu yang luar biasa karena sentuhan manusia tetap harus ada.
“Itulah kebudayaan hari ini dan masa depan. Di masa yang akan datang tidak akan ada lagi orang pintar dan bodoh, yang ada orang baik dan jahat,” jelasnya.
Perkembangan kebudayaan teknologi, lanjutnya, di sisi lain memudahkan di sisi lainnya membuat orang jadi malas.
“Di satu sisi kebudayaan kita akan terdokumentasi dengan baik dengan adanya teknologi. Tantangannya, mau seperti apa kebudayaan di era teknologi? Kita harus mengingat beberapa faktor yakni perlindungan, pelestarian, pemanfaatan, dan pengembangan,” tukasnya. (Hilal)