Kenapa WHO Desak Negara Larang Penggunaan Rokok Elektrik?
ZETIZENS.ID – Belum lama ini, organisasi kesehatan dunia WHO mendesak negara-negara melarang penggunaan rokok elektrik. Kenapa?
Dilansir dari Liputan6.com, penjualan vape terus meningkat seiring dengan banyak individu beralih dari tembakau ke ke rokok elektrik sebagai alternatif yang dianggap lebih ringan.
Namun, di balik inovasi ini, terdapat sejumlah aspek dampak signifikan terhadap pengguna rokok elektrik. Terutama dampaknya bagi kesehatan penggunanya.
WHO mendesak seluruh negara agar melarang penggunaan rokok elektrik atau vape dengan rasa-rasa.
WHO juga meminta agar vape diperlakukan seperti rokok tembakau atau konvensional karena sama-sama menimbulkan gangguan pada kesehatan.
Sejak Juli 2023, penggunaan vape telah dilarang di 34 negara. Beberapa di antaranya Brazil, Iran, Thailand, hingga India. Namun, masih ada kasus rokok elektrik yang tersedia di pasar gelap.
Daya Tarik
Salah satu daya tarik rokok elektrik adalah klaim bahwa mereka kurang berisiko dibandingkan rokok tembakau.
Sementara dirangkum dari berbagai sumber, hasil riset terkini menunjukkan bahwa uap dari rokok elektrik tetap mengandung zat-zat berbahaya, meskipun dalam proporsi yang lebih rendah.
Kandungan nikotin dalam cairan vape juga menimbulkan kekhawatiran terkait adiksi dan dampaknya terhadap kesehatan jantung.
Keberlanjutan dan dampak lingkungan dari pembuangan botol rokok elektrik juga menjadi sorotan.
Baterai yang digunakan dalam rokok elektrik dapat menciptakan masalah lingkungan jika tidak didaur ulang dengan benar. Oleh karena itu, pengguna rokok elektrik perlu diberi pemahaman mengenai cara membuang limbah elektronik secara bertanggung jawab.
Salah satu risiko kesehatan yang sering diabaikan oleh pengguna rokok elektrik adalah dampak negatifnya terhadap sistem pernapasan.
Cairan nikotin yang diuapkan dapat merusak jaringan paru-paru dan menyebabkan gangguan pernapasan jangka panjang.
Terlebih lagi, zat kimia tambahan yang terkandung dalam rokok elektrik dapat menyebabkan peradangan paru-paru yang serius. Selain itu, rokok elektrik juga dapat menjadi sumber kecanduan bagi penggunanya.
Kandungan nikotin yang tinggi dapat menciptakan ketergantungan, sehingga pengguna mungkin mengalami kesulitan untuk berhenti merokok.
Ini dapat berdampak buruk pada kesehatan mental dan fisik, serta memicu masalah kesehatan jangka panjang seperti penyakit jantung dan tekanan darah tinggi.
Aspek lain yang perlu diperhatikan adalah risiko kebakaran yang terkait dengan baterai rokok elektrik. Kasus ledakan baterai rokok elektrik telah dilaporkan di beberapa tempat, menyebabkan luka bakar serius pada penggunanya.
Penggunaan baterai yang tidak sesuai atau perangkat yang rusak dapat meningkatkan risiko kecelakaan ini. Dengan mempertimbangkan semua bahaya ini, penting bagi masyarakat untuk lebih sadar akan konsekuensi penggunaan rokok elektrik.
Pendidikan dan informasi yang lebih baik tentang dampak kesehatan dapat membantu individu membuat keputusan yang lebih bijak terkait perilaku merokok mereka. Kesadaran ini tidak hanya berpotensi menyelamatkan nyawa, tetapi juga meningkatkan kualitas hidup jangka panjang.
Dilarang di 34 Negara
Dilansir detikHealth, dikutip dari Reuters, WHO menegaskan penggunaan vape dilarang di 34 negara pada Juli tahun ini. Di antaranya yakni di Brazil, India, Iran, dan Thailand.
Akan tetapi, banyak negara kesulitan menegakkan aturan penggunaan rokok elektrik. Pada banyak kasus, rokok elektrik ini tetap tersedia di pasar gelap.
Mengacu pada penelitian yang sudah ada, hingga kini tidak ada bukti bahwa vape betulan bisa menjadi alternatif untuk perokok berhenti mengkonsumsi rokok konvensional. Justru, vape juga bisa memicu gangguan kesehatan dan mendorong kecanduan nikotin di kalangan non-perokok, terutama anak-anak dan remaja.
“Anak-anak direkrut dan dijebak pada usia dini untuk menggunakan rokok elektrik dan mungkin kecanduan nikotin,” kata Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus.
Sembari disinggungnya, di seluruh wilayah dengan pemasaran yang agresif, vape lebih banyak digunakan oleh anak berusia 13-15 tahun dibandingkan oleh orang dewasa.
WHO mendesak negara-negara untuk menerapkan perubahan, termasuk larangan penggunaan rasa-rasa vape seperti mentol, serta penerapan langkah-langkah pengendalian tembakau pada vape.
WHO tidak memiliki kewenangan atas peraturan nasional di setiap negara, melainkan hanya bisa memberikan panduan, yang rekomendasinya kemudian diadopsi secara sukarela.
WHO menyebut, meski hingga kini risiko kesehatan jangka panjang dari penggunaan vape belum diketahui secara pasti, sudah terbukti bahwa vape pun menghasilkan beberapa zat pemicu kanker, menimbulkan masalah kesehatan jantung dan paru-paru, serta mempengaruhi perkembangan otak pada generasi muda.
WHO menegaskan hanya ada sedikit bukti yang menunjukkan bahwa vaping membantu perokok berhenti dan vape dapat mendorong kecanduan nikotin pada non-perokok, terutama anak-anak dan remaja.
Badan PBB tersebut menyatakan bahwa produk rokok elektrik umumnya lebih terjangkau bagi kaum muda yang biasanya juga tidak memiliki peringatan kesehatan.
WHO menyerukan perubahan, termasuk larangan semua rasa seperti mentol, dan penerapan langkah-langkah pengendalian tembakau pada vape. Itu termasuk pajak yang tinggi dan larangan penggunaan di tempat umum.
Di pasaran, vape hadir dalam berbagai rasa, termasuk permen karet, buah-buahan sampai sereal anak-anak.
Menghirup zat berbahaya dapat mempengaruhi lebih dari sekedar paru-paru. Beberapa orang yang menggunakan vape menggambarkan fenomena yang disebut lidah vaper, yang menyebabkan hilangnya sebagian atau seluruh kemampuan pengecapan secara tiba-tiba.
Dia juga sangat prihatin dengan penggunaan rokok elektrik dan vaping di kalangan anak muda, serta meningkatnya insiden vaping di kalangan anak-anak yang belum pernah merokok.
Anak-anak muda ini rentan menjadi kecanduan nikotin pada perangkat vaping dan rokok elektrik, dan rasa yang mungkin membuat vaping lebih menarik bagi mereka. (Hilal)