Membentengi Kreativitas dan Jati Diri: Mengapa Sinergi HKI dan UU PDP Sangat Penting di Era Digital?

ZETIZENS.ID – Di tengah derasnya arus digitalisasi yang mengubah wajah dunia, kreativitas dan inovasi kini telah menjadi aset yang paling berharga dalam ekonomi global. Namun, kemajuan teknologi ini ibarat pisau bermata dua.
Di satu sisi, teknologi membuka peluang ekonomi yang sangat besar. Di sisi lain, ia membawa ancaman tersembunyi yang serius bagi para pencipta karya dan privasi masyarakat luas.
Inovasi di Tengah Badai Pelanggaran Digital
Transformasi digital telah merombak total cara manusia berkomunikasi dan menghasilkan sesuatu. Saat ini, ide dan karya intelektual bukan sekadar hobi, melainkan memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi.
Dalam ekosistem yang kompetitif ini, Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang mencakup hak cipta, paten, dan merek memegang peranan vital sebagai benteng pertahanan utama.
Negara memberikan hak eksklusif ini bukan tanpa alasan, melainkan untuk menjaga keaslian karya serta memberikan kepastian hukum yang jelas.
Tanpa perlindungan HKI yang kuat, semangat untuk berinovasi bisa hilang karena para pencipta merasa karya mereka tidak dihargai. Sayangnya, realitas di lapangan sering kali tidak seindah teori hukum yang tertulis.
Era digital justru mempermudah praktik pembajakan daring dan pemalsuan merek dengan cara yang semakin rapi. Pelanggaran paten pada produk teknologi pun kini menjadi hal yang sering terjadi. Kondisi ini menjadi peringatan keras bagi sistem hukum di Indonesia agar bergerak lebih cepat dalam mengejar ketertinggalan dari kemajuan teknologi.
Kedaulatan Data: Melindungi Martabat di Dunia Maya
Selain perlindungan terhadap karya, era digital memicu kekhawatiran baru yang tidak kalah penting: Privasi. Saat ini, data pribadi telah menjadi aset yang sangat rawan disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Mulai dari identitas, hobi, hingga jejak aktivitas digital seseorang sering kali dikumpulkan tanpa izin yang jelas, sehingga membuat masyarakat rentan menjadi korban eksploitasi.
Kehadiran Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) muncul sebagai titik terang dan pelindung bagi warga negara. Regulasi ini menjadi sangat penting di tengah masifnya pertukaran data antarnegara.
Perlindungan data pribadi bukan sekadar masalah hukum formal, melainkan juga menyangkut etika dan penghormatan terhadap martabat manusia.
Sinergi Strategis untuk Masa Depan Digital yang Adil
Hal yang menarik untuk dicermati adalah bagaimana HKI dan privasi data sebenarnya saling melengkapi satu sama lain. Jika HKI bertugas melindungi hasil pemikiran manusia, maka UU PDP bertugas melindungi identitas manusianya itu sendiri.
Sinergi yang kuat di kedua bidang hukum ini adalah fondasi utama untuk menciptakan lingkungan digital yang adil. Tujuannya adalah membangun ruang di mana inovasi dapat tumbuh subur tanpa harus mengorbankan keamanan data pribadi masyarakatnya.
Untuk mewujudkan hal ini, diperlukan langkah nyata dari berbagai pihak:
• Pemerintah: Harus terus memperbarui aturan agar selalu relevan dengan perubahan zaman.
• Aparat Hukum: Perlu meningkatkan kemampuan teknis dalam menangani kasus-kasus digital yang rumit.
• Pelaku Industri: Wajib menerapkan standar etika bisnis yang ketat dalam mengelola data dan karya.
Namun, pada akhirnya, pertahanan terkuat tetap ada pada diri kita masing-masing. Literasi digital adalah senjata utama agar setiap individu sadar akan hak-hak mereka baik sebagai pemilik karya maupun sebagai pemilik data pribadi. Dengan kerja sama yang baik, harapan untuk memiliki masyarakat digital yang aman, inovatif, dan beretika bukan lagi sekadar impian belaka. (*)
Ditulis oleh Dzikri Ramadhan, mahasiswa Prodi Ilmu Perpustakaan dan Informasi Islam, Fakultas Ushuluddin dan Adab, Universitas Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddin Banten







