Kontrak Sosial untuk Ketertiban dan Keamanan

ZETIZENS.ID – Kontrak sosial pada dasarnya adalah kesepakatan tidak tertulis antara rakyat dan pemerintah tentang bagaimana kekuasaan dijalankan. Gagasan ini pertama kali diperkenalkan oleh para filsuf seperti Thomas Hobbes, John Locke, dan Jean-Jacques Rousseau.
Mereka sama-sama sepakat bahwa masyarakat menyerahkan sebagian haknya kepada negara agar tercipta ketertiban dan keamanan.
Tapi di sisi lain, negara juga punya kewajiban untuk melindungi hakhak dasar rakyatnya. Kalau dilihat dalam konteks sekarang, konsep kontrak sosial ini masih sangat relevan.
Di Indonesia misalnya, rakyat memilih pemimpin melalui pemilu sebagai bentuk “penyerahan sebagian kekuasaan” mereka. Tapi setelah itu, rakyat juga punya hak untuk menuntut pemimpin agar menjalankan tugasnya dengan adil, transparan, dan berpihak pada kepentingan umum.
Artinya, hubungan antara rakyat dan pemerintah harus saling mengikat: rakyat patuh pada aturan, sementara pemerintah wajib melindungi dan menyejahterakan rakyat.
Masalahnya, sering kali kontrak sosial ini tidak berjalan seimbang. Pemerintah atau elit politik kadang lupa bahwa kekuasaan mereka berasal dari kehendak rakyat.
Ketika kebijakan lebih berpihak pada kepentingan segelintir orang, atau ketika keadilan hanya bisa dinikmati oleh kelompok tertentu, maka kontrak sosial itu bisa dianggap “rusak”.
Di titik ini, rakyat punya hak untuk mengingatkan, mengkritik, bahkan menolak kebijakan yang dianggap tidak sesuai dengan nilai keadilan sosial.
Kontrak Sosial sebagai Dasar Legitimasi Kekuasaan
Kontrak sosial menjadi dasar yang menjelaskan dari mana kekuasaan pemerintah berasal. Menurut Jean-Jacques Rousseau, kekuasaan yang sah adalah kekuasaan yang muncul dari kehendak umum (volonté générale), bukan dari paksaan atau warisan kekuasaan.
Dalam konteks Indonesia, legitimasi ini terlihat jelas melalui proses demokrasi, seperti pemilihan umum.
Rakyat memberikan mandat kepada pemimpin untuk menjalankan pemerintahan sesuai aspirasi mereka. Namun, kekuasaan itu hanya sah selama digunakan untuk kepentingan rakyat.
Ketika pemimpin mulai menyalahgunakan wewenang, tidak transparan, atau bertindak sewenang-wenang, maka kontrak sosial secara moral dianggap telah dilanggar. Karena itu, kekuasaan bukanlah hak mutlak penguasa, melainkan amanah yang harus dijaga dan dijalankan dengan tanggung jawab.
Tanggung Jawab Negara terhadap Kesejahteraan Rakyat
Dalam kontrak sosial, rakyat menyerahkan sebagian kebebasan mereka dengan harapan negara mampu memberikan rasa aman, keadilan, dan kesejahteraan.
Tanggung jawab negara tidak hanya menjaga keamanan, tetapi juga menjamin pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan ekonomi.
Jika negara gagal memenuhi tanggung jawab ini, rakyat berhak untuk menuntut perbaikan dan menolak kebijakan yang tidak berpihak pada kepentingan umum.
Dalam konteks modern, ini tercermin melalui kebebasan berpendapat, demonstrasi, dan kontrol sosial terhadap kebijakan publik. Dengan kata lain, negara harus menjadi pelayan rakyat, bukan penguasa atas rakyat.
Partisipasi dan Kesadaran Rakyat dalam Menjaga Kontrak Sosial
Kontrak sosial tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga rakyat. Rakyat harus aktif menjaga keseimbangan hubungan ini dengan cara mematuhi hukum, terlibat dalam proses politik, dan ikut mengawasi jalannya pemerintahan.
Tanpa kesadaran politik dan partisipasi masyarakat, kontrak sosial akan melemah karena pemerintah bisa bertindak tanpa kontrol publik. Rakyat yang apatis terhadap politik justru memberi ruang bagi lahirnya penyalahgunaan kekuasaan.
Oleh karena itu, kesadaran kritis dan kepedulian sosial sangat penting untuk menjaga agar kontrak sosial tetap hidup dan berfungsi sebagaimana mestinya.
Jadi, kontrak sosial bukan cuma teori politik klasik, tapi juga cermin moral hubungan antara penguasa dan rakyat. Ia menegaskan bahwa kekuasaan tidak lahir dari kekuatan, tapi dari kepercayaan.
Selama kepercayaan itu dijaga dengan keadilan dan tanggung jawab, kontrak sosial akan tetap hidup dan menjadi dasar kuat bagi kehidupan bernegara yang sehat.
Kontrak sosial bukan sekadar teori klasik, tetapi prinsip moral dan politik yang menegaskan bahwa kekuasaan lahir dari rakyat dan harus dijalankan untuk rakyat.
Hubungan antara rakyat dan negara adalah hubungan timbal balik: rakyat taat pada hukum, sementara negara wajib melindungi dan menyejahterakan rakyat.
Selama kedua pihak sama-sama memegang komitmen ini, kontrak sosial akan terus menjadi dasar yang kokoh bagi terciptanya keadilan dan keseimbangan dalam kehidupan bernegara.
Sudah saatnya rakyat lebih sadar bahwa mereka bukan bawahan negara, tetapi pihak yang memberi kekuasaan. Pemerintah yang lupa akan hal ini harus diingatkan, bahkan dikoreksi melalui kritik, gerakan sosial, atau partisipasi politik yang aktif. Sebab, kontrak sosial hanya bisa hidup jika ada keseimbangan: kekuasaan dijalankan dengan tanggung jawab, dan rakyat menggunakan kebebasannya untuk mengawasi serta memperjuangkan keadilan. (*)
Ditulis oleh Ayu Nurindah Pratiwi, mahasiswi dari Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik di Universitas Pamulang Serang