Karya

Kontrak Sosial

ZETIZENS.ID – Ketika kita berbicara tentang kontrak sosial, kita sebenarnya sedang membahas dasar dari bagaimana masyarakat dan negara bisa hidup berdampingan.

Kontrak sosial adalah gagasan bahwa masyarakat menyerahkan sebagian kebebasan alaminya kepada negara, agar negara bisa menjamin keamanan, keteraturan, dan kesejahteraan bersama.

Walaupun konsep ini sudah dibahas sejak ratusan tahun lalu oleh tokoh-tokoh seperti Thomas Hobbes, John Locke, dan Jean-Jacques Rousseau, ide tentang kontrak sosial tetap relevan hingga sekarang.

Menurut saya, kontrak sosial ibarat “fondasi tak terlihat” dari sebuah negara. Negara bisa berdiri kokoh karena ada kepercayaan antara pemerintah dan rakyat. Kepercayaan itu tidak lahir begitu saja, melainkan karena ada kesepahaman: rakyat rela diatur selama aturan itu adil dan berpihak pada kepentingan bersama. Jika salah satu pihak melanggar, fondasi tersebut bisa retak bahkan runtuh.

Mari kita lihat dari sisi rakyat terlebih dahulu. Rakyat menginginkan hak-hak dasar mereka terlindungi: hak hidup, hak mendapat pendidikan, kesehatan, pekerjaan, rasa aman, dan kesempatan untuk berkembang. Namun, rakyat juga sadar bahwa hidup bersama berarti ada batasan.

Tidak mungkin setiap orang bebas sepenuhnya tanpa memikirkan orang lain, karena itu akan menimbulkan konflik. Oleh karena itu, rakyat mau menerima aturan, menaati hukum, bahkan membayar pajak, dengan harapan bahwa negara memberikan timbal balik berupa perlindungan dan pelayanan.

Dari sisi pemerintah, kontrak sosial memberi legitimasi untuk memerintah. Tanpa persetujuan rakyat, kekuasaan akan kehilangan dasar moralnya.

Inilah yang membedakan pemerintahan yang sah dengan pemerintahan yang sewenang-wenang. Pemerintah yang baik memahami bahwa kekuasaan bukanlah tujuan, melainkan amanah dari rakyat untuk mewujudkan kesejahteraan umum. Karena itu, ketika pemerintah menyalahgunakan kekuasaan, melakukan korupsi, atau menindas, sesungguhnya pemerintah telah mengkhianati kontrak sosial.

Salah satu hal yang membuat kontrak sosial menarik adalah sifatnya yang dinamis. Ia tidak berhenti pada satu titik waktu saja, tetapi bisa berubah sesuai dengan perkembangan masyarakat.

Misalnya, pada masa lalu kontrak sosial mungkin hanya menekankan perlindungan fisik dari perang atau ancaman keamanan. Namun di era modern, rakyat juga menuntut perlindungan dalam bentuk baru, seperti keamanan digital, akses pendidikan yang merata, pelayanan kesehatan yang terjangkau, hingga perlindungan lingkungan hidup. Artinya, kontrak sosial terus menyesuaikan diri dengan kebutuhan zaman.

Bagi saya, kontrak sosial juga mengajarkan keseimbangan. Sering kali kita sibuk menuntut hak, tetapi lupa bahwa ada kewajiban yang harus dijalankan.

Begitu pula sebaliknya, pemerintah kadang menekankan kewajiban rakyat tanpa memastikan bahwa hak rakyat terpenuhi. Kontrak sosial mengingatkan bahwa keduanya harus berjalan seiring.

Tidak adil jika rakyat dipaksa taat hukum sementara pejabat bebas melanggar hukum. Tidak adil juga jika rakyat menuntut pelayanan publik tetapi enggan berkontribusi melalui kewajiban mereka.

Kehadiran kontrak sosial juga penting dalam menjaga kepercayaan publik. Kepercayaan adalah modal sosial yang sangat berharga. Jika rakyat percaya pada pemerintah, kebijakan akan lebih mudah diterima, bahkan yang sulit sekalipun.

Sebaliknya, jika kepercayaan hilang, sekecil apa pun kebijakan yang dibuat akan selalu dicurigai dan ditentang. Kepercayaan ini hanya bisa tumbuh jika kontrak sosial dijalankan dengan konsisten.

Pemerintah harus transparan, adil, dan berpihak pada kepentingan rakyat. Rakyat pun harus berpartisipasi aktif, bukan hanya pasif menunggu pelayanan.

Dalam konteks demokrasi, kontrak sosial menemukan bentuk nyatanya. Pemilu, misalnya, adalah salah satu wujud kontrak sosial. Rakyat memberikan suara, menyerahkan mandat kepada wakil-wakilnya, dengan harapan mandat itu digunakan untuk kepentingan bersama.

Ketika wakil rakyat justru lebih mementingkan diri sendiri, berarti mereka melanggar kontrak sosial yang telah diberikan. Oleh sebab itu, mekanisme demokrasi menyediakan ruang koreksi, seperti kebebasan pers, hak untuk protes, hingga pemilu berikutnya. Semua itu adalah cara agar kontrak sosial tetap hidup dan tidak dikhianati.

Namun, kontrak sosial bukan hanya urusan politik formal. Ia juga bisa terlihat dalam kehidupan sehari-hari. Ketika kita mematuhi lampu lalu lintas, itu adalah bentuk kontrak sosial: kita rela menunggu agar lalu lintas lebih tertib dan aman bagi semua.

Ketika kita membayar pajak, itu bentuk kontrak sosial: kita menyerahkan sebagian harta agar negara bisa membiayai pendidikan, kesehatan, atau pembangunan. Bahkan ketika kita ikut menjaga kebersihan lingkungan, itu juga bagian dari kontrak sosial: kita berkorban sedikit demi kepentingan bersama.

Bagi saya pribadi, kontrak sosial adalah pengingat bahwa kebebasan bukan berarti bisa melakukan apa saja. Kebebasan selalu datang bersama tanggung jawab. Dan negara bukan sekadar institusi formal, melainkan cermin dari kesepakatan masyarakatnya. Jika kita ingin negara yang adil dan sejahtera, maka kita pun harus berkontribusi agar kontrak sosial berjalan seimbang.

Akhirnya, saya melihat kontrak sosial sebagai kompas moral dan politik. Ia bukan sekadar perjanjian imajiner antara rakyat dan pemerintah, melainkan fondasi yang membuat masyarakat bisa hidup bersama tanpa saling merugikan.

Negara akan kuat jika kontrak sosial dijaga, tetapi bisa rapuh jika kontrak sosial dilanggar. Oleh karena itu, menjaga kontrak sosial adalah kewajiban bersama: pemerintah dengan integritas dan kebijakannya, rakyat dengan kesadaran hukum dan partisipasinya. (*)

Ditulis oleh Mohammad Soleh, mahasiswa Jurusan Imu Pemerintahan semester 3 Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Pamulang Serang

Tulisan Terkait

Back to top button