Karya

Perlukah Literasi Bagi Generasi Muda?

ZETIZENS.ID – Di zaman digital ini banyak yang sudah menggunakan smartphone sebagai alat komunikasi, alat bermain, dan alat untuk mencari sumber informasi, dimulai dari anak-anak sampai dewasa.

Tapi, penggunaan smartphone pada setiap lini kehidupan ini dapat menimbulkan banyak pengaruh negatif, terutama pada penyerapan berita hoax tanpa mencari lebih sumber data valid.

Usia anak sekolah menengah pertama merupakan masa peralihan dari usia anak-anak ke usia remaja, yang di mana pada masa ini merupakan fase pencarian jati diri pada anak, fase coba sama coba sini, fase penasaran akan suatu hal, fase menangkap segala hal menjadi bahan pembicaraan, bahan percobaan dan sebagainya.

Penggunaan smartphone pada usia ini mempengaruhi literasi, imajinasi, dan perlakuan mereka. Belum lagi jika penggunaan smartphone telah mereka gunakan sejak usia balita.

Hal tersebut dapat menyumbat proses perkembangan motorik anak yang akan berakibat pada literasi di usia sekolah.

Berdasarkan hal yang disebutkan sebelumnya, perlambatan perkembangan motorik anak mempengaruhi proses baca tulis anak yang berujung pada anak-anak di usia smp yang masih belum terlalu lancar CaLisTung yang baik dan benar.

Indonesia Krisis Literasi: Minat Baca 0,001%

Menurut data UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia hanya 0,001%. Artinya, dari 1.000 orang Indonesia, hanya 1 orang yang rajin membaca.

UNESCO juga menyatakan bahwa minat baca buku di Indonesia berada di urutan ke-60 dari 61 negara.

UNESCO juga menyatakan bahwa Indonesia masuk kategori darurat literasi. Saya sebagai penulis akan memaparkan argumen mengenai negara kita yang krisis dalam berliterasi dan apa faktor penyebab dibaliknya.

Sangat disayangkan sekali bahwa negara dengan populasi yang besar seperti Indonesia, memiliki tingkat literasi yang rendah.

Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Yang pertama, sarana prasarana yang belum memadai dapat membuat orang-orang di suatu daerah kesulitan mencari bahan bacaan yang bermutu.

Yang kedua, kurangnya tenaga pendidikan yang berkualitas merupakan kendala yang harus dicarikan solusinya juga.

Yang ketiga, dengan kehadiran teknologi yang canggih seperti ponsel pintar, membuat semua hal menjadi instan, beberapa orang lebih gemar menonton tayangan YouTube, TikTok, Reels Instagram dan lain-lain dibandingkan membaca buku.

Patahnya Seorang Guru

Ini semua tidak terlepas dari peran guru. Seorang guru yang mana kehadiran seharusnya dihormati dan menjadi panutan untuk anak bangsa.

Di tangannya dititipkan anak muda untuk melahirkan seorang insan yang menjunjung tinggi nilai nilai kemanusiaan namun kini guru bisa jadi salah satu korban bullying oleh anak murid nya sendiri.

Seorang guru kini tak lagi ditakuti oleh anak murid nya bahkan tidak lagi dijadikan motivasi oleh mereka yang tidak memiliki rasa hormat. Pun saat menganjurkan untuk menggunakan teknologi dalam mendukung gerakan literasi di sekolah.

Harapan dan Rencana untuk Masa Depan

Kita sebagai manusia pasti mempunyai harapan dan rencana yang baik untuk masa depan?

Harapan dan rencana semua orang pasti ingin sukses di masa depan.

Dalam pendidikan dan semua aspek, harapan dan rencana kita adalah menjadi ‘agent of change’ perubahan yang lebih baik untuk ke depannya.

Bahkan semua orang pun bisa melakukannya dengan prosesnya masing-masing. Dengan harapan ini memberikan sebuah motivasi agar bisa memberikan yang terbaik untuk kita.

Harapan dan rencana yang baik akan dilalui dengan proses yang sangat rumit bahkan berliku-liku.

Harapan dan rencana masa depan yang sukses akan tercapai dengan proses apa yang kita lalui dengan upaya. Antara lain dengan membekali diri kita dengan ilmu pengetahuan dan pengalaman.

Dalam hal ini, literasi sangat berperan. Maka dari itu gerakan literasi di kalangan anak muda harus didukung dan digalakkan dengan berbagai cara yang menyenangkan sesuai selera generasi muda. (*)

Ditulis oleh Nurqistiani, Nur Hasanah, Raya Ridzkina Harnun, dan Mia Andaresta, Zetizens Jurnalistik 2024.

Tulisan Terkait

Back to top button