Seberapa Efektif Program Penanggulangan Kemiskinan di Provinsi Banten?

ZETIZENS.ID – Kemiskinan selalu menjadi isu yang membayangi berbagai wilayah di Indonesia, termasuk Provinsi Banten. Meski terletak di kawasan barat Pulau Jawa dan dekat dengan pusat pemerintahan, ketimpangan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat di Banten masih cukup terasa.
Upaya yang dilakukan pemerintah daerah untuk mengatasi persoalan ini memang telah berjalan, namun efektivitasnya patut dipertanyakan.
Presentase penduduk tergolomg miskin di Provinsi Banten pada Maret 2024 adalah 5.84%. Kemudian menurun 0,33 poin presentase dibandingkan pada Maret 2023 sebesar 6,17%. Meskipun terjadi penurunan ,ksesenjangan antar wilayah dalam hal wilayah masih menjadi salah satu tantangan.
Bebarapa program penanggulangan kemiskinan telah dilaksanakan, mulai dari Bantuan Sosiali (BANSOS), Program Keluarga Harapan (PKH), hingga pelatihan keterampilan. Namun, angka kemiskinan di beberapa kabupaten seperti Lebak dan Pandeglang masih tergolong tinggi jika dibandingkan dengan daerah lain di Banten.
Salah satu tantangan utama dalam menurunya angka kemiskinan di Banten adalah adanya ketimpangan pembangunan antar wilayah. Kota-kota besar seperti Tangerang dan Cilegon tumbuh pesat karena letaknya yang strategis, sementara daerah-daerah di selatan Banten masih bergantung pada sektor pertanian dan perkebunan.
Di sisi lain, evaluasi terhadap distribusi bantuan sosial menunjukkan masih banyak persoalan teknis di lapangan. Salah satunya adalah ketidaktepatan penerima bantuan. Banyak warga yang seharusnya mendapatkan bantuan sosial tersebut justru tidak menerima bantuan, sementara ada pula yang tergolong mampu tetapi tercatat sebagai penerima bantuan.
Keterlibatan masyarakat lokal dalam perencanaan dan pelaksanaan program juga masih tergolong minim. Sebagian besar program yang dirancanakan dari atas tanpa benar-benar memahami kebutuhan spesifik yang terjadi di masyarakat. Akibatnya, banyak bantuan yang sifatnya hanya jangka pendek dan tidak berkelanjutan.
Pemerintah Provinsi Banten memang telah mengatur strategi penanggulangan kemiskinan melalui sinergi lintas sektoral. Namun, implementasi yang terjadi di lapangan sering kali tidak sejalan dengan rencana yang tertulis. Koordinasi antar instansi kadang tumpang tindih, dan data yang digunakan untuk pengambilan kebijakan pun belum sepenuhnya akurat.
Meskipun demikian, beberapa program berbasis komunitas menunjukkan hasil yang cukup positif. Di beberapa desa, inisiatif lokal yang di dukung oleh dana desa dan pelatihan kewirausahaan mulai menunjukkan peningkatan pendapatan masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa ketika program dijalankan dengan pendekatan partisipatif, hasilnya akan lebih nyata.
Banten juga telah menggandeng berbagai lembaga non-pemerintah dan swasta dalam penanggulangan kemiskinan. Namun, kontribusi sektor ini masih belum maksimal karena kurangnya sinergi dengan kebijakan daerah dan lemahnya sistem monitoring.
Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah pusat mendorong adanya pendekatan pengurangan kemiskinan ekstrem yang mengarah kelompok termiskin di tiap daerah.
Banten termasuk salah satu provinsi yang menjadi fokus utama. Namun lagi-lagi, efektivitas dari kebijakan ini bergantung pada tepatnya data, koordinasi antar instansi, dan kecepatan penyaluran bantuan.
Pentingnya bagi Banten untuk membenahi sistem pendataan sosial ekonomi agar pendataan yang dilakukan benar-benar menyasar mereka yang membutuhkan. Pembaruan data setiap tahunnya harus menjadi prioritas agar kebijakan tidak hanya berbasis asumsi, tetapi hasil nyata di lapangan.
Evaluasi juga perlu dilakukan secara terbuka dan menyeluruh. Pemerintah daerah harus berani mengevaluasi apa yang belum berhasil dan membuka ruang dialog khusunya dengan masyarakat sipil agar solusi yang diambil lebih tepat sasaran.
Kemiskinan adalah masalah kompleks yang tidak bisa diselesaikan hanya dengan bantuan tunai atau program jangka pendek. Dibutuhkan kebijakan struktural yang mendorong akses terhadap pendidikan, layanan kesehatan, dan penciptaan lapangan kerja yang layak.
Efektivitas program penanggulangan kemiskinan di Banten saat ini berada pada titik kritis. Jika tidak ada perbaikan dalam perencanaan dan pelaksanaan, maka program-program tersebut hanya akan menjadi rutinitas birokrasi tanpa dampak yang nyata bagi masyarakat miskin.
Ke depanmya, Banten memerlukan pendekatan yang lebih terbuka, dan melibatkan semua elemen masyarakat. Dengan begitu, impian untuk mengurangi angka kemiskinan bukan sekadar janji manis, tapi menjadi kenyataan yang dirasakan langsung oleh rakyat. (*)
Ditulis oleh Teguh Adiansyah, mahasiswa Jurusan Ilmu Pemerintahan, Semester 2, Universitas Pamulang Serang