Koperasi Merah Putih, Menjangkau Desa untuk Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat

ZETIZENS.ID – Gerakan Koperasi Merah Putih merupakan inisiatif strategis yang dicanangkan oleh Presiden Prabowo, diumumkan secara resmi dalam rapat terbatas di Istana Negara pada Senin, 3 Maret 2025.
Koperasi ini dirancang khusus untuk menjangkau masyarakat di desa dan kelurahan di seluruh Indonesia, dengan tujuan utama untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Pembentukan lembaga ekonomi ini merupakan upaya konkret pemerintah dalam memperkuat ekonomi kerakyatan.
Konsep dasar yang melandasi Koperasi Merah Putih adalah penerapan prinsip-prinsip luhur seperti gotong royong, kekeluargaan, dan partisipasi bersama. Hal ini sejalan dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33, yang menegaskan bahwa perekonomian Indonesia harus disusun atas usaha bersama yang didasarkan pada asas kekeluargaan.
Dengan demikian, koperasi ini diharapkan menjadi tulang punggung ekonomi yang tumbuh dari dan untuk masyarakat.
Salah satu fokus utama Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih adalah peningkatan ketahanan pangan. Ini diwujudkan melalui program pembelian hasil produk pertanian lokal dari petani. Langkah ini diharapkan menjadi angin segar bagi para petani, memberikan harapan untuk mendapatkan penghasilan yang lebih baik dan meningkatkan posisi tawar mereka di pasar.
Pemerintah bercita-cita besar bahwa Koperasi Merah Putih dapat melepaskan warga desa dari jerat kemiskinan. Kemiskinan di desa, khususnya di kalangan petani, seringkali disebabkan oleh berbagai faktor seperti pendapatan rendah, pendidikan rendah, kelemahan fisik, keterasingan, kerentanan, dan ketidakberdayaan, sesuai dengan Teori Chambers.
Kondisi ini menciptakan lingkaran kemiskinan (poverty trap) yang sulit diputus.
Petani seringkali menghadapi dilema klasik dalam ekonomi: saat panen raya, peningkatan pasokan dapat menyebabkan penurunan harga.
Sifat produk pertanian yang mudah rusak dengan umur simpan yang singkat memaksa petani untuk menjual habis hasil panen mereka kepada tengkulak dengan harga yang jauh lebih rendah dari harga pasar.
Koperasi Merah Putih diharapkan dapat memutus rantai ini dengan membeli langsung hasil panen, sehingga petani mendapatkan harga yang lebih adil.
Model pembelian hasil pertanian oleh Koperasi Merah Putih ini sejatinya mengadopsi konsep yang telah berhasil diterapkan oleh Bulog untuk komoditas beras.
Saat panen raya terjadi kelebihan pasokan, Bulog membeli beras untuk menstabilkan harga. Sebaliknya, saat musim paceklik, cadangan beras ini dijual kembali untuk menstabilkan permintaan, sehingga harga komoditas beras tetap stabil.
Jika konsep serupa dapat diterapkan pada produk pertanian lain di desa, hal ini akan sangat meningkatkan harga komoditas di tingkat petani.
Selain program pembelian produk pertanian, Koperasi Desa Merah Putih juga akan menjalankan program simpan pinjam. Program ini krusial untuk mengatasi masalah permodalan yang seringkali menjadi kendala bagi petani.
Dengan modal yang cukup, petani diharapkan dapat mengelola usaha taninya secara maksimal dan menghasilkan panen yang optimal pula.
Namun, implementasi Koperasi Merah Putih tidak lepas dari berbagai potensi ancaman dan tantangan. Saat ini, rantai pasok komoditas pertanian telah terbentuk dengan pola yang melibatkan petani, tengkulak, pedagang pengepul, pasar besar, pedagang kecil (mlijo), hingga konsumen.
Masuknya Koperasi Desa Merah Putih sebagai pemain baru dalam rantai pasok ini tentu akan memengaruhi struktur sosial yang sudah terbangun antara petani dan tengkulak, meskipun relasi kuasa antara keduanya seringkali tidak seimbang.
Ada dua kekhawatiran utama yang muncul akibat intervensi koperasi ini. Pertama, tengkulak berpotensi kehilangan pekerjaan karena petani memilih menjual hasil panen mereka kepada koperasi.
Kedua, koperasi mungkin menghadapi kesulitan dalam memasarkan produk pertanian dari petani, terutama karena karakteristik produk pertanian yang seringkali bersifat bulky, yaitu volumenya besar namun nilainya kecil.
Karakteristik produk pertanian yang bulky menuntut koperasi untuk mempertimbangkan secara matang ketersediaan ruang simpan dan efisiensi rantai pasok penjualan saat membeli produk dari petani. Pertanyaan yang muncul adalah apakah koperasi ini memang dirancang untuk menggantikan peran tengkulak sepenuhnya.
Pengelolaan dana simpan pinjam juga memerlukan kajian mendalam. Skema pembayaran bulanan yang umumnya diterapkan oleh perbankan jelas tidak sesuai dengan pola pendapatan petani yang mengandalkan hasil panen musiman sebagai sumber pembayaran.
Jika skema ini dipaksakan, ada potensi dana mandek dan eksploitasi penggunaan dana untuk kepentingan orang-orang tertentu, yang dapat memicu konflik dan kecemburuan sosial di kalangan petani.
Kesiapan pengurus koperasi juga menjadi faktor krusial yang patut dikaji kembali. Konsep Koperasi Merah Putih yang berupaya memotong mata rantai pasok produk pertanian harus diimbangi dengan pelatihan pegawai yang mumpuni dan profesional.
Kasus di Tulungagung menunjukkan adanya kecemasan dalam menjalankan koperasi ini, terutama terkait masalah permodalan.
Pada dasarnya, konsep pembentukan Koperasi Merah Putih memiliki niat baik dan ditujukan untuk peningkatan ekonomi petani. Namun, kewaspadaan harus ditingkatkan dalam tataran praktik, terutama terkait kecakapan dan kesiapan masing-masing calon pengurus koperasi dalam mengelola dinamika yang ada.
Jangan sampai program dengan niat baik yang bersumber dari gagasan Presiden Prabowo ini hanya berujung pada pembagian anggaran untuk kelompok tertentu saja.
Beberapa pihak bahkan berpendapat bahwa efektivitas Koperasi Merah Putih ini sangat kecil, mengingat kondisi krisis sosial yang sedang dialami negara.
Pembentukan koperasi baru ini juga dianggap akan memakan banyak anggaran negara, terutama karena proses pembentukannya yang terburu-buru sehingga perekrutan anggotanya dinilai cacat.
Pertanyaan yang muncul adalah mengapa pemerintah tidak melanjutkan pengembangan koperasi yang sudah ada, yang dinilai lebih efisien dan memiliki peluang keberhasilan lebih tinggi daripada membentuk koperasi baru.
Contoh konkret dari permasalahan ini terlihat pada rapat perekrutan anggota Koperasi Merah Putih di Desa Pematang, Kecamatan Kragilan, Kabupaten Serang, pada Kamis, 22 Mei 2025, yang diadakan tanpa informasi awal dari pemerintah setempat.
Hal ini berpotensi menyebabkan praktik nepotisme di kalangan masyarakat. Seharusnya, pemerintah setempat memberikan informasi yang jelas terlebih dahulu mengenai program Koperasi Merah Putih dan fungsinya, sehingga masyarakat mendapatkan pemahaman yang transparan.
Pihak terkait juga seharusnya memberikan sosialisasi kepada masyarakat desa agar tujuan utama dari Koperasi Merah Putih juga dapat terlaksana dengan baik sesuai dengan tujuan. Koperasi Merah Putih yang diharapkan mampu meningkatkan taraf ekonomi masyarakat desa harus mengedepankan transparansi dan akuntabilitas agar partisipasi publik dapat terlaksana dengan baik dan sesuai. Meminimalisir bahkan menghilangkan praktik nepotisme dan gratifikasi hingga korupsi dalam pelaksanaan Koperasi Merah Putih. (*)
Ditulis oleh Shandika Firdaus, mahasiswa Jurusan Ilmu Pemerintahan semester 2 Universitas Pamulang Serang