MBG: Program Mulia yang Berpolemik

ZETIZENS.ID – Tragedi keracunan makanan dalam program MBG (Makan Bergizi Gratis) yang menimpa sejumlah siswa menyoroti kegagalan sistemik dan mengungkap lemahnya pengawasan pemerintah.
Apakah ada celah dalam sistem distribusi yang memungkinkan masuknya bahan makanan tidak layak konsumsi? Investigasi yang menyeluruh dan transparan sangat diperlukan untuk mengungkap akar permasalahan ini. Jangan sampai kasus seperti ini ditutup-tutupi dan hanya menjadi catatan statistik belaka.
Pertanyaan kunci yang harus segera dijawab adalah: siapa yang bertanggung jawab atas kegagalan ini? Apakah ada kelalaian dari pihak sekolah, pemasok makanan, atau lembaga terkait lainnya?
Investigasi yang menyeluruh dan transparan sangat diperlukan untuk mengungkap akar masalah dan menjatuhkan sanksi tegas kepada pihak-pihak yang terbukti bersalah. Tidak cukup hanya dengan memberikan perawatan medis kepada korban; perlu ada pertanggungjawaban hukum yang jelas untuk mencegah kejadian serupa terulang di masa mendatang.
Mirisnya, negara Jepang sampai menyampaikan kesiapan untuk bantu perbaikan sistem ini. Artinya, mereka serius melihat masalah ini sebagai hal besar yang perlu ditangani segera.
Pemerintah kita harus cepat tanggap dan belajar dari sistem negara lain, agar program mulia seperti ini tidak berubah jadi ancaman buat anak-anak sendiri.
Program yang bertujuan mulia untuk meningkatkan gizi siswa, khususnya dari keluarga kurang mampu justru mengancam kesehatan mereka karena celah dalam pengadaan, pengolahan, penyimpanan, dan distribusi makanan.
Investigasi menyeluruh dan transparan dibutuhkan untuk menetapkan tanggung jawab sekolah, pemasok, atau lembaga terkait serta menjatuhkan sanksi tegas.
Perawatan medis bagi korban itu tidak cukup, perlu pertanggungjawaban hukum untuk mencegah terulangnya tragedi ini. Evaluasi komprehensif program MBG, termasuk pengawasan kualitas, pelatihan petugas, dan peningkatan kebersihan makanan, sangat penting.
Keterlibatan orang tua dan masyarakat dalam pengawasan juga krusial. Kepercayaan publik yang tergerus harus dipulihkan dengan tindakan nyata, bukan hanya janji, dengan memprioritaskan keselamatan dan kesehatan anak-anak bangsa.
Tragedi ini menjadi pelajaran berharga: program terbaik pun sia-sia tanpa implementasi yang bertanggung jawab dan akuntabel. Transparansi dan perbaikan sistem menyeluruh mutlak diperlukan agar MBG mencapai tujuannya tanpa mengorbankan kesehatan siswa.
Pencegahan keracunan makanan dalam program MBG membutuhkan pendekatan holistik dan kolaboratif. Tidak cukup hanya dengan satu solusi, melainkan integrasi dari penguatan pengawasan dan regulasi, peningkatan kualitas dan keamanan makanan, peningkatan keterlibatan dan partisipasi semua pihak terkait, serta evaluasi dan perbaikan berkelanjutan.
Komitmen dari pemerintah, sekolah, pemasok, orang tua, dan masyarakat sangat krusial untuk memastikan keberhasilan program MBG tanpa mengorbankan kesehatan dan keselamatan anak-anak Indonesia. Prioritas utama adalah melindungi kesehatan generasi muda bangsa. (*)
Ditulis oleh Fadhlullah Akhsan Daffa Darmansyah, mahasiswa Jurusan Ilmu Pemerintahan Semester 2, Universitas Pamulang PSDKU Serang