Life Style

Eldest Daughter Syndrome, Sindrom Anak Perempuan Pertama

ZETIZENS.ID – Istilah Eldest Daughter Syndrome digunakan untuk menggambarkan “pengalaman rumit” menjadi anak perempuan tertua. Apakah itu kamu?

Laman Kumparan menyebut, beberapa anak dapat merasakan beban emosional saat menjadi anak perempuan pertama dalam keluarganya.

Di media sosial TikTok pun istilah ini begitu populer karena banyak perempuan yang menjadi anak pertama bercerita telah menanggung banyak beban dan tanggung jawab di dalam keluarganya.

Cosmopolitan melansir, istilah ini bukanlah kondisi psikologis atau label yang diakui secara resmi. Namun, keadaannya merujuk kepada anak perempuan tertua yang memikul beban mental untuk keluarganya, melakukan pekerjaan emosional dan tugas domestik untuk keluarganya, hingga menanggung ekspektasi keluarga sejak kecil.

Ini juga terjadi karena anak sulung perempuan dibebankan banyak hal oleh orang tuanya, di saat saudara kandung lainnya tidak diharapkan melakukan hal yang sama.

Sering kali dampaknya tidak akan langsung terlihat di masa kanak-kanak. Tetapi, ketika anak perempuan itu beranjak dewasa, barulah ia akan menunjukkan tanda-tanda eldest daughter syndrome tersebut.

Menurut pakar kehidupan Michelle Elman, menjadi anak sulung mungkin memiliki beberapa kelemahan. Sebab, orang tua masih menyesuaikan diri dalam mengasuh anak dan tidak memiliki pengalaman sebelumnya.

“Anak sulung adalah anak pertama yang orang tua Anda pelajari dalam menjalani peran barunya. Oleh karena itu, stereotipnya adalah bahwa orang tua sering kali lebih tegas dan terlibat. Serta, ketika mereka memiliki lebih banyak anak, mereka mencari tahu apa yang berhasil dan yang tidak. Hal ini dapat berarti anak bungsu memiliki pola asuh yang sangat berbeda dengan anak tertua,” jelas Elman.

Hal ini dapat menambah dampak buruk karena adik-adiknya cenderung akan bergantung kepada kakaknya untuk membimbing dan melindungi mereka.

“Anak-anak yang lebih kecil cenderung akan melihat kakak tertua atau yang lebih tua, dan menganggapnya sebagai figur kedua orang tua. Hal ini dapat menyebabkan banyak tanggung jawab dibebankan pada anak tertua. Pola asuh yang diperlihatkan orang tua juga dapat memicu kebencian terhadap saudara mereka ketika dia diperlakukan berbeda,” tuturnya.

Anak laki-laki tertua juga sebenarnya bisa mengalami sindrom tersebut. Akan tetapi, anak perempuan pertama cenderung akan merasakan dampak yang lebih besar, karena adanya harapan sosial bahwa perempuan harus mengambil tanggung jawab ekstra dalam urusan rumah tangga maupun mengasuh anak.

“Perempuan, bahkan ketika masih anak-anak, diharapkan lebih banyak menjadi pengasuh dibandingkan laki-laki. Dan hal ini bisa berupa mengasuh adik-adiknya atau jika ada anggota keluarga yang cacat, maka anak perempuan akan diminta mengambil alih sebagian besar pekerjaan pengasuhan,” kata Elman.

Tanda-tanda

Menjadi putri sulung di dalam keluarganya kerap kali menjadi panutan bagi adik-adiknya. Di sisi lain, juga dapat menimbulkan beberapa konsekuensi negatif.

“Meskipun menjadi anak perempuan tertua dapat memunculkan rasa kepemimpinan dan kemandirian yang kuat, hal ini juga dapat menimbulkan rasa tertekan dan perasaan harus mencapai kesempurnaan,” jelas konselor klinis Jamila Jones, dikutip dari Charlie Health.

Mengingat tanggung jawab dan tekanan yang dirasakan, anak perempuan tertua pada akhirnya akan merasa terdorong untuk ‘tumbuh’ sebelum waktunya. Sehingga, mereka sangat mungkin merasa dewasa untuk usianya, dibandingkan teman-temannya yang merupakan anak tengah atau anak bungsu. Anak perempuan pertama juga terkadang merasa harus tetap kuat demi menjaga adik-adiknya.

Ini tanda atau ciri seorang anak perempuan tertua mengalami eldest daughter syndrome:

Merasa memiliki tanggung jawab yang kuat.

Memikul beban berat harapan orang tuanya.

Perfeksionis dan menetapkan standar tinggi.

Beberapa kasus bisa merasa dendam terhadap keluarga, baik orang tua maupun saudara kandung.

Selalu mendahulukan kepentingan orang lain sebelum diri mereka sendiri.

Cenderung merasa cemas dan khawatir terhadap segala kemungkinan masalah yang muncul. Bahkan, dampak buruknya bisa memicu depresi.

Meski begitu, perlu diingat bahwa tidak semua anak perempuan tertua akan mengalami sindrom ini. Sebab, pola pengasuhan dan kehidupan setiap keluarga berbeda-beda. (Zee)

Tulisan Terkait

Back to top button