Luthfi Bima Putra dari COC 2, Paras Mempesona yang Bikin Penasaran

ZETIZENS.ID – Luthfi COC 2 atau Luthfi Bima Putra, salah satu peserta program kompetisi edukasi Clash of Champions (CoC) Season 2 yang diadakan oleh Ruangguru. Wajahnya yang mempesona bikin penasaran untuk lebih mengenalnya.
Ia adalah mahasiswa yang menempuh pendidikan di Korea Advanced Institute of Science and Technology (KAIST) mengambil dua jurusan sekaligus, yaitu Matematika dan Teknik Elektro.
Selain menjadi peserta CoC 2, Luthfi juga pernah meraih penghargaan dari Cambridge Assessment International Education dan memenangkan medali emas Olimpiade Sains Nasional (OSN) Matematika di tahun 2022.
Luthfi berkuliah di KAIST, Korea Selatan, menggunakan beasiswa dari kampus tersebut untuk mahasiswa internasional. Ia juga pernah berkuliah di Institut Teknologi Bandung (ITB) Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI-ITB).
Di balik kecerdasannya, Luthfi juga seorang penggemar kebudayaan Jepang, atau sering disebut “wibu” karena menyukai anime dan manga.
Sebagai peserta, Luthfi menunjukkan kemampuan akademiknya dalam memecahkan soal-soal rumit pada kompetisi tersebut
Aura Bintang
Dari awal COC Season 2, Luthfi seper punya aura bintang sendiri. Nggak cuma pintar, tapi ada vibes kalem-kalem menghanyutkan.
Laman Ruang Guru menyebut, setiap main games Clash of Champions, ekspresinya tenang, selalu excited untuk memecahkan soal terutama soal-soal baru, logic-nya keren dan cepat banget, dan auranya kayak, “I got this”.
Luthfi lagi kuliah di KAIST, Korea Advanced Institute of Science and Technology, salah satu kampus elite dan paling prestisius di Asia, tempat berkumpulnya anak-anak jenius dengan passion besar di bidang sains dan teknologi.
Luthfi nggak cuma ngambil satu jurusan tapi DOUBLE MAJOR di Jurusan Mathematics and Electrical Engineering. Super impressive ya!
Di tengah jadwalnya yang super padat, Luthfi tetap disiplin menjaga ibadah.
Biodata
Nama Lengkap: Luthfi Bima Putra
Nama Panggilan: Luthfi
Tempat, Tanggal Lahir:Jakarta, 5 Maret 2005
Domisili: Daejon, Korea Selatan
Angkatan Kuliah; 2024
Riwayat Pendidikan:
Korea Advanced Institute Science and Technology (KAIST)
SMAS Kharisma Bangsa
GPA: 3.82/4.30
Akun Media Sosial
Instagram: @luthfibimaputra
TikTok: luthfi.bimaputra
X/Twitter: @WapangLakah
Hobi:
Baca komik
Melipat kertas jadi bentuk-bentuk lucu (origami lover)
Prestasi Luthfi
Gold Medal Olimpiade Sains Nasional Matematika 2022
Awardee – 72 Ikon Prestasi Pancasila 2017, Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila
Kuliah Satu Semester
Luthfi sempat kuliah 1 semester di dalam negeri sebelum daftar KAIST di spring semester. Jadi untuk mengisi kekosongan saya kuliah dulu di ITB STEI-K 1 semester, jaga-jaga misal nggak diterima.
Luthfi kuliah di KAIST pakai beasiswa dari kampusnya langsung. Semua mahasiswa internasional yang lolos ke KAIST memang otomatis ditawari beasiswa ini, asal bisa jaga IPK di atas ambang batas tertentu (kalau nggak salah minimal 3.0). Jadi perjuangan utamanya justru di proses masuknya, karena seleksinya ketat banget.
“Waktu itu saya berhasil masuk dan sekarang IPK-ku 3.82 dari 4.30, padahal saya ambil double major di Mathematics dan Electrical Engineering. Tips saya sih, fokus aja di pelajaran yang kamu suka, karena itu bikin belajarnya lebih ringan dan hasilnya lebih maksimal,” kata Luthfi.
“Buat yang mau daftar beasiswa, yang paling penting itu serius nyiapin diri dari awal dan tahu kampus atau program yang kamu tuju, karena banyak beasiswa yang sebenarnya nggak terlalu ribet asal kamu cocok sama kriterianya,” lanjutnya.
Luthfi juga cerita tentang double major di Matematika dan Electrical Engineering. Alasannya? Karena KAIST memang ngasih kesempatan buat ambil dua jurusan, jadi ia manfaatin aja sekalian eksplor minat di bidang teknik. Awalnya ia konsultasi dulu ke senior, dan dari semua opsi, elektro kelihatan paling menarik.
“Apalagi pas di mata pelajaran Fisika dasar, nilai terbaik saya justru di bagian elektronya sampai dapet nilai 100 terus! Dari situ saya jadi makin yakin. Lagipula, punya dua pondasi ilmu yang kuat bakal kasih fleksibilitas lebih kalau suatu saat mau lanjut ke jenjang S2, terutama di bidang teknik,” tuturnya.
Di kampus, ia hanya bergabung KAIST-INA (organisasi mahasiswa Indonesia di KAIST) dan MSA (Muslim Students Association). Di luar kampus, ia juga bergabung di IMUSKA (Indonesian Muslim Students Society in Korea) sebagai divisi sosial dan masyarakat.
Perihal belajar bahasa Korea, ia bilang, baru mulai belajar setelah masuk KAIST, kok. Walaupun tidak ada syarat bisa bahasa Korea untuk masuk KAIST, ternyata itu menjadi syarat kelulusan.
“Alhasil, saya belajar otodidak aja lewat baca Manhwa dan ngobrol dengan kawan tentunya. Selain itu, saya juga belajar secara formal lewat buku-buku peninggalan senior,” katanya lagi.
Awal kuliah di KAIST, jujur ia mengaku, cukup terbantu banget karena ada senior-senior yang ngebimbing, ada yang dari Indonesia, dan ada juga dari yayasan SMA tempat saya sekolah dulu.
Bahkan ia sempat tinggal bareng mereka, jadi untuk urusan adaptasi awal termasuk makanan halal dan lingkungan yang nyaman, udah relatif aman.
Tapi ya, tetap aja ada hal-hal baru yang bikin ia kaget, meskipun bukan dalam arti culture shock banget.
Misalnya, kata dia, warga Korea tuh mulai aktivitasnya lebih siang seperti jam 9 pagi itu baru mulai gerak, sementara kita warga Indonesia kan biasa udah aktif dari jam 6. Jadi ia bisa bersantai dulu di pagi hari sebelum memulai aktivitas.
“Biasanya, saya mengambil kelas pagi di jam 9 sampai sekitar jam 3 sore, lalu pulang dan melakukan hal lainnya seperti belajar mandiri. Tapi beberapa teman internasional lain suka ambil kelas sampai malam karena lebih nyaman belajar di jam-jam tersebut.
Terus hal kecil yang ternyata penting juga, yaitu ngecek cuaca! Di Korea, kalau hujan bisa seharian nonstop, beda sama di Indonesia yang biasanya reda dalam beberapa jam. Dan satu hal yang bikin saya sangat menghargai sistem di sana adalah tingkat toleransinya yang tinggi.
Misalnya, waktu ujian tiba-tiba masuk waktu shalat, saya dikasih izin untuk shalat dulu dan bahkan ujiannya dikasih extension gitu. Hal-hal kayak gini yang bikin saya merasa diterima dan nyaman selama kuliah dan tinggal di sana,” paparnya.
Dalam waktu dekat, ia berencana untuk mengikuti TOPIK level 3 dan JLPT N3. Buat yang belum tahu, TOPIK adalah Test of Proficiency in Korean, ujian kemampuan bahasa Korea untuk penutur non-bahasa Korea, sementara JLPT (Japanese Language Proficiency Test), yaitu ujian kemampuan berbahasa Jepang yang ditujukan untuk penutur asing bahasa Jepang.
N3 adalah tes kemampuan bahasa Jepang tingkat menengah. (Zee)