Resensi Film Big World: Dunia Mereka, Petualangan Kita
Film ini mengisahkan perjalanan emosional dari seorang yang mengalami Cerebral Palsy dalam menghadapi tantangan hidup.

ZETIZENS.ID – Dunia perfilman, baik di Indonesia maupun internasional, seringkali dibanjiri oleh kisah-kisah romantis atau drama kehidupan yang terasa repetitif dan jauh dari realita sehari-hari.
Generasi muda saat ini haus akan representasi yang lebih autentik, film-film yang mampu merefleksikan tantangan dan harapan individu dengan jujur, memberikan dukungan dan motivasi yang bermakna.
Film “Big World” hadir sebagai jawaban atas dahaga tersebut, menyajikan kisah inspiratif seorang pemuda dengan cerebral palsy yang berjuang keras untuk mewujudkan mimpinya, sekaligus mengadvokasi pemahaman yang lebih mendalam tentang disabilitas.
Film ini mengisahkan Liu Chunhe, yang berupaya melepaskan diri dari tuntutan ibunya dan membuktikan bahwa penyandang cerebral palsy layak hidup normal, termasuk merasakan cinta.
Perjuangannya dipenuhi tantangan, emosi, dan gejolak batin. Kisah kasih sayang neneknya, yang digambarkan sebagai sosok baik hati, juga menjadi bagian penting dalam film ini.
Keberhasilan “Big World” dalam menyentuh hati penonton tak lepas dari totalitas para aktor dan aktrisnya. Jackson Yee, aktor muda berbakat yang dikenal dengan kemampuan aktingnya yang luar biasa dan versatilitasnya sebagai seorang penyanyi, berhasil menghidupkan karakter Liu Chunhe dengan penuh kedalaman.
Dedikasi Yee patut dipuji; demi peran ini, ia tak hanya mempelajari teknik akting yang tepat untuk menggambarkan cerebral palsy, tetapi juga melakukan riset mendalam dengan mengunjungi yayasan penyandang disabilitas dan berinteraksi langsung dengan mereka.
Proses ini berlangsung selama berbulan-bulan, bahkan menuntut perawatan intensif fisik dan psikologis untuk benar-benar memahami dan menghidupkan karakter Liu Chunhe.
Totalitasnya mengingatkan kita pada dedikasi aktor-aktor ternama seperti Ryu Seung-ryong dalam “Miracle in Cell No. 7” (versi Korea) dan Vino G. Bastian dalam versi remakenya, yang menunjukkan bahwa kesuksesan sebuah film tidak hanya bergantung pada strategi pemasaran, tetapi juga pada kualitas akting yang mumpuni dan penuh pengorbanan.
Sutradara Yang Lina, dengan kepekaan dan kecerdasannya, berhasil membangun narasi yang menyentuh dan penuh emosi. Penampilan para aktor dan aktris, khususnya adegan-adegan yang menggambarkan kesulitan dan perjuangan Liu Chunhe, begitu memilukan dan autentik, berhasil membangkitkan empati penonton.
Dukungan akting para pemain senior, seperti Diana Lin yang memerankan nenek Liu Chunhe, semakin memperkaya emosi dan kedalaman cerita.
Sinematografi yang indah, penggunaan warna hangat dan lembut, serta desain set yang minimalis namun realistis, menciptakan suasana yang tenang dan menyentuh hati, mendukung narasi tanpa mengalihkan perhatian dari inti cerita.
Suara dan intonasi Jackson Yee sebagai Liu Chunhe terasa natural dan meyakinkan, begitu pula dengan akting Jiang Qinqin sebagai ibu Liu Chunhe yang mampu membangkitkan empati dan air mata penonton.
Detail-detail kecil, seperti ekspresi wajah, gerakan tubuh, dan intonasi suara, semua dikerjakan dengan presisi dan ketelitian, menghasilkan sebuah penampilan akting yang luar biasa.
Meskipun secara keseluruhan film ini sangat baik dan berhasil menyampaikan pesan yang kuat, terdapat beberapa aspek yang bisa ditingkatkan.
Alur cerita beberapa karakter pendukung, seperti kisah asmara Yaya (Zhou Yutong) dan latar belakang keluarga Liu Chunhe, khususnya peran ayahnya, terasa kurang tergarap secara mendalam.
Hubungan antara karakter-karakter tersebut terasa kurang terhubung dengan inti cerita, sehingga terasa kurang signifikan.
Ending film, meskipun menyentuh, terasa kurang greget dan kurang memuaskan, meninggalkan sedikit rasa hampa bagi penonton yang mengharapkan sebuah penyelesaian yang lebih kuat dan berkesan.
Beberapa scene terasa terburu-buru, sehingga detail-detail penting kurang dieksplorasi secara maksimal.Namun, terlepas dari kekurangan-kekurangan tersebut, “Big World” tetaplah sebuah film yang luar biasa.
Film ini tidak hanya menyoroti perjuangan seorang pemuda dengan cerebral palsy, tetapi juga memberikan pesan penting tentang penerimaan, penghargaan, dan inklusi sosial terhadap individu dengan keterbatasan.
Film ini berhasil melampaui sekadar hiburan semata; ia menjadi sebuah media edukasi dan promosi yang efektif. Harapannya, industri perfilman dapat terus memberikan wadah bagi aktor dan aktris muda berbakat, serta meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya inklusi sosial dan representasi yang adil bagi semua kalangan.
“Big World” mengingatkan kita bahwa setiap individu, terlepas dari keterbatasannya, memiliki nilai, martabat, dan tempat yang sama di dunia ini.
Seperti lumut yang bisa hidup di habitat normal jika diizinkan, cerebral palsy bukanlah penghalang, melainkan bagian dari keberagaman dan kekayaan kehidupan.
Mari kita saling terbuka, hilangkan rasa kasihan yang tidak perlu, dan rangkul keberagaman dengan penuh penghargaan dan pemahaman.
Kita semua, dengan segala perbedaan dan keterbatasan kita, sama-sama bernapas di dunia ini, berbagi ruang dan kesempatan yang sama. (*)
Kontributor: Siti Masitoh