Traveling

Siak, Surga Wisata Baru dengan Oleh-Oleh Ramah Alam dan Tradisi

ZETIZENS.ID – Siak, salah satu kabupaten di Riau, punya potensi wisata yang menarik, mulai dari bangunan bersejarah, wisata alam mangrove dan taman hutan, hingga skywalk modern di tepi Sungai Siak. Tak mengherankan, jika Siak menjadi magnet bagi traveller asing dan domestik.

Di mana ada destinasi wisata, di situ pasti ada toko dan kios oleh-oleh yang menawarkan beragam produk khas daerah tersebut.

Menariknya, Pemkab Siak memiliki visi menciptakan 1.000 UMKM yang bisa berkelanjutan, mampu naik kelas, dan berdaya dalam jangka waktu lama. Tidak terkecuali, UMKM yang menghasilkan produk oleh-oleh.

Untuk mendukung visi besar tersebut, SKELAS (Sentra Kreatif Lestari Siak) memikirkan cara untuk merancang program pelatihan bagi para pelaku UMKM Siak.

“Kami melakukan pelatihan dan pendampingan terhadap pelaku usaha. Dalam program Inkubasi Bisnis Lestari Siak (KUBISA) terdapat sesi inovasi. Kami berharap produk yang mereka hasilkan bisa menjadi lebih inovatif, sehingga menjadi produk yang tidak hanya keren, tapi juga berdampak terhadap lingkungan,” kata Cerli Febri, inisiator SKELAS.

Apa saja oleh-oleh inovatif yang bisa dibawa pulang oleh wisatawan?

Menjelajah sudut mana pun di Riau, kamu akan menemukan bolu kemojo, penganan khas Melayu yang manis legit. Sebab, rata-rata kabupaten di Riau memproduksi makanan tradisional tersebut.

Cerli bercerita, salah satu peserta Kubisa bernama Santi Lestari mempunyai anak yang tidak bisa mengonsumsi makanan dengan kandungan gluten.

“Santi pernah mendengar, di Pulau Jawa banyak yang memanfaatkan tepung dari bekatul atau sari pati padi. Ia lalu mencoba membuat bolu kemojo dari bahan tersebut, dan berhasil! Sebagai sisa pengolahan padi, sari pati padi yang rendah kalori memang belum banyak digunakan di Siak. Masyarakat hanya memanfaatkan bulir padinya saja. Sari pati padi hanya untuk campuran pakan ternak,” kata Cerli, yang mencoba mengangkat potensi pangan lokal ramah gambut.

Di samping itu, di Siak terdapat begitu banyak tanaman nanas. Tapi, warga Siak umumnya hanya memanfaatkan buahnya saja.

Tidak ada yang memanfaatkan limbah daunnya. Padahal, di beberapa daerah lain, serat daun nanas sudah dimanfaatkan menjadi kain. SKELAS mendorong pemanfaatan kembali serat daun nanas melalui Pinaloka dan Lab Inovasi Siak.

“Masyarakat mencoba membuat benang dari serat daun nanas untuk dijadikan kain dan kami menjalin kolaborasi dengan usaha tenun. Hanya saja, serat itu baru digunakan untuk membuat motif-motif pada tenun khas Siak. Motifnya kecil, karena daun nanas tidak panjang. Selain itu, belum ada mesin pemintal khusus. Jadi, mereka menggunakan campuran kain tenun benang biasa dan benang dari serat daun nanas,” kata Cerli, sambil menyebutkan bahwa paduan tenun itu dikenakan wakil bupati di gelaran fashion show pada Lancang Kuning Carnival.

Bukan Oleh-oleh Biasa

Cerli bercerita, nanas dengan varian bernama nanas mahkota siak merupakan salah satu tanaman yang ditanam oleh banyak petani Siak, karena berfungsi sebagai pencegah kebakaran.

“Selain karena fungsinya yang bagus untuk lahan gambut, pemerintah juga ingin membuat kampanye nanas sebagai bahan pangan lokal, di samping padi dan jahe,” kata dia.

Secara tradisional nanas sering dijadikan jeli, sirop, dan selai oleh kelompok wanita tani. Jika awalnya tidak ada standar kualitas, setelah mengikuti program KUBISA, pembuat produk dari nanas mulai bisa menjaga standar kualitasnya.

“Kami coba kembangkan lagi produk yang bisa dihasilkan dari nanas mahkota siak yang mengandung banyak air dengan citarasa asam manis segar. Kami berpikir, bagaimana jika dijadikan kemasan ready to drink? Sebab, saat Lebaran, warga Siak biasanya menyajikan minuman kaleng,” cerita Cerli.

Singkat cerita, meski awalnya terkendala karena mesin sewaan untuk membuat minuman kaleng ini agak kecil dan bahan baku kaleng terbilang mahal, minuman nanas dengan merek Pinaloka ini sangat disukai.

Digawangi oleh Cindi Shandoval, Pinaloka mengembangkan selai nanas menjadi selai isian dan selai oles. Agar perekonomian warga Siak meningkat, Pinaloka tetap mengambil produk dari kelompok wanita tani dalam bentuk sirop, yang kemudian diolah menjadi minuman kaleng, juga membeli buah nanas semua grade untuk membuat produk lain.

Untuk bolu kemojo, inovasi Santi tidak berhenti pada pergantian jenis tepung dari tepung terigu menjadi tepung bekatul. Karena bolu kemojo hanya mampu bertahan selama 7 hari, Santi ingin membuatnya lebih tahan lama.

“Setelah mematangkan ide, ia membuat Tepung Premix Kemojo yang sangat praktis. Orang yang ingin menikmati bolu kemojo tapi tidak ingin repot membuatnya, bisa memanfaatkan tepung premix tersebut.

Harganya pun tak jauh berbeda dari bolu kemojo yang sudah jadi. Wisatawan juga bisa membawanya sebagai oleh-oleh dan membuatnya sendiri di rumah,” cerita Cerli.

Maksimalkan Alam, Hidupkan Tradisi

Satu oleh-oleh lain yang tak kalah menarik adalah anyaman pandan. Cerli bercerita, menganyam pandan merupakan salah satu tradisi para wanita Melayu.

Ada beberapa jenis pandan yang kerap dianyam, termasuk pandan berduri. Tapi, yang biasa dianyam oleh para wanita di Siak adalah pandan biasa.

Hanya saja, produk yang mereka hasilkan rata-rata berupa tikar, besek, atau tas untuk membawa beras ketika ada warga yang meninggal.

“Selama ini di Siak belum ada yang mengembangkan anyaman tersebut menjadi produk lain yang lebih variatif. Mengusung merek Suwai, Wahyu Rusiana dan timnya memproduksi berbagai produk tas cantik untuk bepergian, dompet, pernak-pernik dekorasi rumah, serta peralatan rumah tangga, seperti placemat, tempat kue, dan keranjang buah,” kata Cerli, yang menyebutkan bahwa sebagian besar peminat produk ini datang dari luar Siak.

Anyaman dari pandan ini sebenarnya cukup kuat. Tapi, karena pandan merupakan produk alam, tetap ada batasan kekuatannya. Misalnya, tas bisa menampung benda seberat dua hingga tiga kilogram saja.

Karena itu, untuk semakin memperpanjang usia produk dan mempercantik produk tersebut, produk anyaman pandan itu juga dicampur dengan kulit sintetis atau kulit sapi.

Ditambah lagi, perawatan juga menentukan keawetan produk. Itulah kenapa, di setiap produk Suwai terdapat kartu kecil berisi instruksi perawatan dan sedikit cerita tentang tradisi menganyam pandan.

Generasi Muda Aktif Bergerak

SKELAS membangun kerja sama dengan Lab Inovasi Siak, yang dijalankan oleh orang muda. Kerja sama tersebut dijalin untuk meningkatkan kualitas produk.

“Sebenarnya kami berharap peserta KUBISA adalah orang muda. Kenyataannya, sebagian besar pelaku usaha di Siak adalah ibu-ibu berusia 35 tahun ke atas. Barulah belakangan banyak orang muda yang mau ikut dan memiliki usaha baru,” kata Cerli, yang sebenarnya ingin juga mengadakan kelas online, tapi terkendala literasi teknologi para pesertanya.

Kenapa SKELAS menyasar generasi muda di usia 18 – 35 tahun?

“Karena, mereka akan cukup mudah menerima materi yang akan disampaikan. Itulah kenapa kemudian kami mendorong agar anak para pelaku usaha mengikuti program, lalu menerapkan pengetahuan barunya pada usaha ibunya,” kata Cerli, yang bangga karena kini ibu-ibu Siak sudah mulai piawai menghadiri pertemuan online.

Sebagai contoh, seorang ibu mempunyai usaha minuman jahe. Saat sesi inovasi, terbit gagasan memanfaatkan ampas jahe menjadi ting ting jahe.

Sang anak yang mengikuti program KUBISA kemudian mengajak ibunya bergabung dalam timnya, sehingga bersama-sama mendapatkan ilmu.

SKELAS juga mengajak generasi muda kembali menyukai anyaman daun pandan. Sebab, tradisi menganyam sudah mulai jarang dipraktikkan. Hanya sedikit orang muda yang berminat menekuninya.

“Kami arahkan kembali anak muda untuk bisa menganyam agar bisa menambah pemasukan. Suwai juga kerap mengadakan pelatihan menganyam untuk orang muda, termasuk ke sekolah jenjang SMP, juga menggelar lomba menganyam,” kata Cerli.

Berdampak Secara Sosial dan Ekonomi

SKELAS membuat program pelatihan tanpa mengenakan biaya sama sekali. Setiap tahun programnya serupa, tapi dengan penyesuaian yang lebih baik. Berita bagusnya, peserta dari tahun ke tahun terus meningkat.

“Soalnya, peserta tahun sebelumnya yang sudah sukses dibuatkan success story. Sehingga, yang belum ikut jadi tertarik mencoba,” kata Cerli.

Yang menarik, sesi pelatihan inovasi produk terbagi menjadi beberapa bagian. Awalnya, mereka mendesain prototype produk, termasuk mendesain kemasan. Nantinya mereka merilis produk, sekaligus mempresentasikan produk yang inovatif.

“Saat pertama mendaftar, biasanya mereka belum memikirkan apa dampak produk yang mereka hasilkan terhadap usaha. Mereka belum tahu dampak yang ingin mereka ciptakan untuk usaha mereka. Kami kemudian membantu menghitung dampak sosial dan dampak ekonomi setiap usaha. Dan, para UMKM ini memberikan dampak sangat baik terhadap perekonomian masyarakat sekitar,” kata Cerli, yang menyediakan ruang bagi para UMKM untuk menjual produk melalui website SKELAS.

Tidak berhenti pada pelatihan, SKELAS juga membantu dalam hal promosi dan pemasaran. Antara lain, menghubungan UMKM dengan sejumlah gerai oleh-oleh, juga toko bahan kue.

“Promosi produk-produk tersebut dilakukan melalui online, sebagian besar pembelinya adalah orang pemerintahan, dari luar Siak, Jawa, dan untuk suvenir di banyak kantor,” cerita Cerli, yang merasa senang karena respons pasar cukup baik terhadap produk inovasi tersebut. Skelas dan segenap pemangku kepentingan di Siak. (Sobri)

Al Sobri

Senang menyapa meski kadang nggak balik disapa. Suka berlari meski kadang nggak dapat medali. Journalist.

Tulisan Terkait

Back to top button