Edu

Bukan Mata Merah Biasa, Ancaman Uveitis itu Nyata; JEC Ajak Deteksi Dini Gangguan Retina untuk Cegah Kebutaan 

Gejala mata merah, pandangan kabur dapat menjadi tanda bahaya kasus Uveitis di retina, kasus ini tidak diketahui penyebab pastinya namun berefek kebutaan di dunia.

ZETIZENS.ID – Belum banyak yang tahu, masalah mata bukan cuma katarak dan glaukoma yang diderita kebanyakan orang, namun peradangan pada uvea (uveitis), bagian tengah mata yang dekat retina juga kerap menjadi salah satu gangguan mata yang berbahaya.

Gangguan pada retina, termasuk dampak peradangan seperti uveitis, nyatanya mengancam diam-diam. Gejala umumnya, mata merah dan penglihatan kabur – yang kerap disepelekan. Jika terlambat disadari, kondisi tersebut dapat menyebabkan kerusakan retina permanen yang berujung pada masalah kebutaan.

Gejala mata merah, pandangan kabur dapat menjadi tanda bahaya kasus Uveitis di retina, kasus ini tidak diketahui penyebab pastinya namun berefek kebutaan di dunia.

Dalam rangkaian peringatan World Retina Day 2025 di September ini, dan menyambut Inflammation Eye Disease Awareness Week pada Oktober mendatang, JEC Eye Hospitals and Clinics mengedukasi masyarakat untuk sadar pada kasus Uveitis ini.

“Retina itu kan saraf mata kita, ibaratnya sebagus apapun bagian depan mata kita kalo ‘kabelnya’ rusak (retina.red) maka fungsi matanya tidak ada. Bahkan jika salah satu sajaj retina mata kita rusak, maka keseimbangan visual akan berantakan, otak kita jadi nggak bisa menangkap, merasakan lagi sejauh mana sih jarak visual kita,” ujar

Dr. Referano Agustiawan, SpM(K), Direktur Utama RS Mata JEC @ Menteng pada Rabu (17/9/2025) di Jakarta.

menyampaikan, “Sebagai pusat rujukan retina nasional, RS Mata JEC @ Menteng berupaya untuk mewujudkan komitmen besar JEC dalam mengoptimalisasi penglihatan dan kualitas hidup masyarakat. Melalui JEC Retina Center, kami memberikan penanganan retina dengan pendekatan komprehensif yang menggabungkan keahlian medis yang teruji dan didukung dengan teknologi canggih.”

Ia juga menyebutkan, jika ada kendala pada indra penglihatan, biasanya tingkat stres penderita akan lebih meningkat daripada misalnya mendapat kendala di indra lainnya.

“Jadi di hari kesadaran Uveitis yang diperingati setiap September ini, kami ingin memberikan edukasi untuk menambah kesadaran masyarakat tentang kasus Uveitis dan penting untuk melakukan deteksi dini dan penanganan cepat gangguan mata ini,” katanya lagi.

Gangguan sekecil apa pun pada retina berpotensi mengacaukan proses penglihatan secara keseluruhan. Tak terkecuali, inflamasi mata atau peradangan struktur okular (di antaranya uveitis, keratitis, dan skleritis) yang berisiko merusak retina.

Khusus uveitis, peradangan ini berpotensi menyerang semua kelompok umur, terutama pada kalangan usia produktif (20-60 tahun). Bahkan, uveitis menyumbang 25 persen angka kebutaan di negara berkembang.

Dr. Eka Octaviani Budiningtyas, SpM, Dokter Sub Spesialis Ocular Infection and Immunology, JEC Eye Hospitals and Clinics mengatakan, Uveitis bukan sekadar kasus mata merah biasa. Banyak penyandangnya yang minim mengalami gejala dini. Ketidaktahuan yang membuat pasien kerap terlambat memeriksakan matanya.

“Tanpa penanganan yang tepat, uveitis bisa mengarah pada gangguan mata yang lebih serius: katarak, glaukoma, kerusakan retina, hingga berujung pada kebutaan permanen. Deteksi dini dan penanganan segera menjadi solusi terefektif untuk menghindari konsekuensi lebih lanjut,” katanya di acara yang sama.

Secara definisi, uveitis adalah peradangan di dalam mata, khususnya pada area uvea, yaitu lapisan tengah mata (meliputi iris, badan siliaris, dan koroid). Tiga tipe uveitis terdiri atas: 1) anterior – peradangan di bagian depan uvea, 2) intermediate – peradangan di bagian tengah uvea, 3) posterior – peradangan di bagian belakang uvea, dan 4) panuvetis – peradangan di bagian depan dan belakang uvea.

Gejala umum uveitis, antara lain mata merah (termasuk yang disertai rasa nyeri), penglihatan kabur atau berbayang (baik yang tidak/disertai mata merah), munculnya floaters (bintik atau bayangan kecil yang tampak melayang-layang di lapang pandang), dan photophobia – pandangan yang sensitif terhadap cahaya.

Kondisi mata merah dan pandangan yang sensitif terhadap cahaya serupa dengan gejala awal infeksi mata ringan seperti konjungtivitis (bersifat menular, biasanya disertai belek). Kemiripan ini yang membuat banyak penyandangnya abai. Lebih-lebih gejala uveitis dapat timbul secara tiba-tiba dan memburuk dengan cepat, dan muncul pada salah satu atau kedua mata. Pada penderita autoimun misalnya gejala uveitis sering terjadi pada kedua mata dengan interval waktu berbeda.

“Gejala-gejala tersebut merupakan alarm yang memerlukan perhatian medis segera. Sebab, kondisi uveitis dapat memburuk dengan cepat. Diagnosis yang akurat serta koordinasi antarprofesi medis sangat penting untuk meningkatkan keberhasilan terapi dan mencegah komplikasi. Penanganan uveitis memerlukan pendekatan menyeluruh guna mengendalikan peradangan dalam jangka panjang,” jelas Dr. Eka lagi.

Ada empat lenyebab Uveitis, diantaranya karena infeksi virus dan bakteri, autoimun, trauma mata dan yang lebih mengkhawatirkan lagi, studi mendapati bahwa 48–70 persen kasus uveitis tergolong idiopatik, alias tidak diketahui penyebab pastinya.

“Mendeteksi lebih awal uveitis adalha langkah yang tepat dimulai dengan pemeriksaan oftalmologi lengkap menggunakan slit-lamp, disertai pencitraan mata dan tes darah untuk mengidentifikasi akar penyebabnya.

“Selanjutnya, ada juga pemberian obat sesuai kondisi uveitis, antara lain: tetes mata kortikosteroid sebagai pengobatan lini pertama untuk mengurangi peradangan dengan cepat, dilating drops (cycloplegics) atau  tetes mata untuk melebarkan pupil mata guna mengurangi nyeri akibat kejang iris dan mencegah pembentukan jaringan parut, lortikosteroid (oral ataupun suntik) untuk mengatasi peradangan sistemik pada pada kasus yang lebih berat atau uveitis posterior, Imunosupresan, seperti methotrexate atau biologics, untuk kasus uveitis yang bersifat kronis atau disebabkan oleh penyakit autoimun, dan antibiotik, antivirus, atau antijamur – jika teridentifikasi akibat infeksi,” beber dr. Eka lagi.

Sebagai eye care leader di Indonesia, JEC Eye Hospitals and Clinics telah tepercaya sebagai pionir dalam penanganan gangguan retina secara komprehensif. Layanan khusus retina tersedia di seluruh 16 cabang dengan penatalaksanaan yang telah terstandardisasi. Tata laksana gangguan retina mulai dari terapi laser, injeksi retina sampai tindakan bedah retina.

Khusus di RS Mata JEC @ Menteng, penanganan retina tersentralisasi melalui JEC Retina Center yang dilengkapi 15 pemeriksaan diagnostik berteknologi tinggi, dan siaga melayani kedaruratan retina 24 jam. (*)

Al Sobri

Senang menyapa meski kadang nggak balik disapa. Suka berlari meski kadang nggak dapat medali. Journalist.

Tulisan Terkait

Back to top button