Gen Z

Menaker Bilang, Generasi Z Bisa Tinggalkan Pekerjaan Jika Tak Temukan Tujuan, Maksudnya Gimana?

ZETIZENS.ID – Di era digital, heboh dikabarkan bakal banyak pekerjaan yang hilang dan tergantikan teknologi AI. Ngeri-ngeri sedap sih, soalnya angka pengangguran tinggi banget dan jumlah loker malah susah dicari.

Laman Kompas mengulas, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli bilang, generasi Z rela meninggalkan pekerjaan jika tidak menemukan tujuan dalam pekerjaan.

Generasi muda saat ini mencari makna dalam bekerja, bukan sekadar penghasilan.

“Generasi muda bekerja tidak hanya untuk mencari penghasilan, tapi juga makna. Survei menunjukkan 24 persen di antaranya rela meninggalkan pekerjaan jika tidak menemukan purpose (tujuan),” ujar Yassierli dilansir siaran pers Kementerian Ketenagakerjaan, Rabu (3/9/2025).

Menurutnya, masa depan ketenagakerjaan menuntut transformasi yang berpusat pada manusia (people-centered transformation).

Organisasi perlu memberi ruang bagi generasi muda untuk berinovasi, mengubah budaya kontrol menjadi kolaborasi, serta membangun sistem kerja fleksibel dan bermakna.

Ia menekankan kompetensi tenaga kerja masa depan tidak hanya bergantung pada keterampilan teknis.

“Melainkan juga pada learning agility (cepat belajar), emotional intelligence (kecerdasan emosional), dan design thinking (kerangka berpikir),” ujarnya.

Ia meyakini ketiga hal tersebut menjadi bekal penting menghadapi perubahan cepat.

“Birokrasi memang berbeda dengan korporasi. Tetapi jika birokrasi mampu agile dan people-centered, dampaknya akan luar biasa bagi bangsa,” tambahnya.

Gen Z

Generasi Z atau Gen Z adalah istilah populer untuk menyebut anak muda zaman sekarang. Menurut Beresford Research, Gen Z lahir antara 1997-2012, berusia 11-26 tahun pada 2023.

Stereotip menyebut Gen Z tidak bisa lepas dari ponsel karena lahir saat teknologi sudah berkembang pesat.

Menaker juga bilang, Indonesia membutuhkan pendekatan baru untuk menjawab tantangan dunia kerja yang semakin kompleks. Sekadar mengadopsi best practices dari negara lain tidak cukup.

“Indonesia harus melahirkan next practices yang memadukan praktik terbaik global dengan kearifan lokal bangsa,” ujarnya.

Ia menyoroti sejumlah isu besar yang perlu segera ditangani, salah satunya memperkuat keterkaitan (link and match) antara pendidikan, pelatihan, dan kebutuhan dunia kerja.

Yassierli juga menyinggung persoalan klasik ketenagakerjaan, mulai dari upah tidak dibayar, diskriminasi, hingga pesangon yang tidak dipenuhi.

Tantangan baru muncul dari pekerja platform di era digital yang membutuhkan kepastian perlindungan.

“Semua ini menegaskan pentingnya hubungan industrial yang sehat serta regulasi adaptif terhadap perkembangan zaman,” kata Menaker.

Ia menekankan perlunya mengubah paradigma lama yang memandang pekerja sebagai beban (liability).

“Pekerja harus ditempatkan sebagai talent sekaligus aset bangsa, terutama di tengah perubahan besar akibat disrupsi teknologi, kecerdasan buatan, transisi hijau (green transition), serta bergesernya dominasi angkatan kerja ke generasi milenial dan gen Z,” ujarnya. (Zee)

Tulisan Terkait

Back to top button