Life Style

Buku-buku Karya Anak Indonesia yang Pernah Dilarang Beredar

ZETIZENS.ID – Sepanjang sejarah, Indonesia telah melalui berbagai perubahan politik, sosial, dan budaya yang mempengaruhi kebebasan berekspresi, termasuk dalam bidang sastra.

Beberapa karya sastra Indonesia pernah dilarang beredar karena dianggap tidak sejalan dengan kebijakan pemerintah atau dianggap sensitif.

Salah satu yang paling dikenal adalah Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer. Berikut adalah beberapa buku karya penulis Indonesia yang mengalami pelarangan serupa.

1. Bumi Manusia – Pramoedya Ananta Toer

Bumi Manusia adalah novel pertama dalam tetralogi Buru oleh Pramoedya Ananta Toer, yang menggambarkan perjuangan rakyat Indonesia melawan penjajahan Belanda pada awal abad ke-20.

Novel ini mengikuti kisah Minke, seorang pemuda Jawa terpelajar, dan hubungannya dengan keluarga Nyai Ontosoroh. Karya ini membahas isu kolonialisme, kesetaraan, dan emansipasi perempuan, yang dianggap berbahaya oleh pemerintah Orde Baru pada masanya.

Pada tahun 1981, pemerintah melarang novel ini karena dianggap mengandung ideologi Marxisme dan dapat mengganggu stabilitas politik.

Pramoedya, yang juga seorang tahanan politik, menyelesaikan tetralogi ini selama masa hukuman di Pulau Buru.

Meskipun larangan tersebut bertahan hingga akhir Orde Baru, Bumi Manusia kini menjadi salah satu karya sastra Indonesia yang paling terkenal dan banyak dipelajari.

2. Memoar Pulau Buru – Hersri Setiawan

Hersri Setiawan, salah satu dari ribuan yang diasingkan ke Pulau Buru selama era Orde Baru karena dugaan keterlibatan dengan Partai Komunis Indonesia (PKI), menulis buku ini.

Dalam bukunya, Hersri menggambarkan kehidupan sehari-hari para tahanan politik yang diasingkan di pulau tersebut. Buku ini menjadi salah satu karya penting yang mengungkap sisi kemanusiaan dari mereka yang dituduh sebagai komunis pada masa Orde Baru.

Karena hubungannya dengan isu komunisme, buku ini sempat dilarang beredar di Indonesia, terutama selama era Orde Baru yang sangat sensitif terhadap segala sesuatu yang terkait dengan PKI dan komunisme.

Namun, setelah reformasi, buku ini kembali tersedia untuk publik dan menjadi catatan berharga tentang bagian gelap dalam sejarah Indonesia.

3. Lekra Tak Membakar Buku – Rhoma Dwi Aria Yuliantri & Muhidin M. Dahlan

Buku ini mengulas sejarah Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra), sebuah organisasi budaya yang berhubungan dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Pada 1950-an hingga awal 1960-an, Lekra merupakan salah satu kekuatan budaya utama di Indonesia. Namun, setelah peristiwa Gerakan 30 September 1965, segala hal yang terkait dengan PKI, termasuk Lekra, dianggap subversif oleh pemerintah Orde Baru.

Buku ini berusaha membetulkan beberapa narasi sejarah tentang Lekra, yang sering kali hanya dipandang dari sudut pandang politik.

Karena mengandung isu-isu sensitif terkait komunisme, Lekra Tak Membakar Buku sempat dilarang beredar. Setelah reformasi, buku ini kembali diterbitkan dan menjadi sumber penting dalam studi sejarah dan budaya Indonesia.

4. Korupsi – Pramoedya Ananta Toer

Selain Bumi Manusia, novel Korupsi karya Pramoedya Ananta Toer juga mengalami pelarangan.

Diterbitkan pertama kali pada 1954, novel ini menceritakan tentang seorang pegawai negeri bernama Bakir yang terlibat dalam praktik korupsi setelah menerima suap.

Pramoedya mengangkat dampak moral dari korupsi terhadap individu dan masyarakat, serta mengkritik perilaku korup yang merajalela dalam pemerintahan.

Walaupun tema korupsi sangat relevan, buku ini sempat dilarang selama era Orde Baru karena dianggap dapat mengancam stabilitas pemerintahan.

Pemerintah saat itu cenderung menekan karya-karya yang mengkritik korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan. Setelah reformasi, Korupsi kembali diterbitkan dan kini menjadi salah satu bacaan penting mengenai isu korupsi di Indonesia.

5. Petualangan Celana Dalam – Nugroho Suksmanto

Buku ini diterbitkan pada tahun 1999. Meski judulnya terlihat lucu, cerpen-cerpen dalam buku ini mengandung kritik sosial yang mendalam.

Buku ini sempat dilarang beredar karena dianggap vulgar dan tidak sesuai dengan norma kesusilaan. Namun, setelah larangan dicabut, buku ini menjadi salah satu karya sastra modern yang terkenal karena gaya penulisannya yang satir dan menghibur.

Pelarangan buku di Indonesia mencerminkan betapa pentingnya kebebasan berekspresi dalam masyarakat yang sehat.

Karya-karya yang pernah dilarang, seperti Bumi Manusia, Pulau Buru, dan Korupsi, mengangkat isu-isu penting mengenai identitas bangsa, keadilan sosial, dan perjuangan melawan penindasan.

Meskipun sempat dibungkam, karya-karya ini akhirnya kembali diterbitkan dan menjadi bagian penting dari sejarah sastra Indonesia, serta menjadi pengingat akan nilai kebebasan dalam mengekspresikan ide dan gagasan. (Fithro)

Tulisan Terkait

Back to top button