Nusantara

Jurnalisme Berbudaya; Membangun Etika, Empati, dan Narasi Konstruktif dalam Ruang Publik Modern

ZETIZENS.ID – Pada hari pertama Media Gathering OJK Jabodebek Banten, Rabu (26/22/2025) Paksi Raras Alit, Pekerja Seni dan Budaya dihadirkan untuk membahas Jurnalisme Berbudaya; Membangun Etika, Empati, dan Narasi Konstruktif dalam Ruang Publik Modern.

Dalam talkshow yang digelar di aula Kantor OJK Yogyakarta ini, Paksi mengulas produk media dari masa lampau. Ia menyinggung Yupa berisi berita Raja Mulawarman memberikan sumbangan para kaum brahmana berupa sapi yang banyak.

Yupa ini kata dia, dibuat pada abad ke 5 dengan bahasa Sanskerta. Benda ini sekarang ada di Museum Nasional Indonesia dengan bahan baku di batu bongkah, ditulis dengan aksara Pallawa.

“Ini menandakan produk media sudah ada sejak lama dengan bentuk berbeda,” jelasnya.

Paksi menyebut, seperti ditulis oleh Bre Re Dana (Kompas edisi 16/11/2025) pada kitab Negara Kartaganadisebut Mpu Prapanca menulis reportase perjalanan Raja Hayam Wuruk ke desa-desa di wilayah, negara inti Majapahit dengan gaya tulisan tanpa kembang kembang sastra. Ini menjadi bukti pentingnya keberadaan media sejak masa lalu.

“Saat periode mesin cetak masuk, mengubah distribusi bahasa. Gegar bahasa dalam bentuk media tidak hanya mengeneralkan bahasa Inggris di Eropa dan Amerika, gegar budaya ini juga terjadi di Indonesia. Pada akhirnya muncul kesadaran bentuk negara dan saling bertukar informasi dan sistem negara dipengaruhi artikel di penerbitan di Indonesia,” jelas Paksi.

Paksi juga membahas jurnalisme mengubah kebijakan, dari mulai ekonomi prioritas ke sektor militer.

Saat masa pandemi, gegar budaya internet plus pandemi membuat media harus lebih interaktif dan dua arah dengan masyarakat, harus ada feedback penting dari masyarakat.

“Peran media sangat vital. Ini menjadi senjata ampuh mengubah pola pikir masyarakat dan arah tren seperti apa,” tegas Paksi.

Kaitannya dengan pertumbuhan UMKM yang berbasis kebudayaan untuk dapat menarik minat wisatawan datang ke Yogyakarta menurut Paksi sebagai budayawan, kata kuncinya adalah aspek kreativitas yang tidak pernah berhenti.

“Di era modern ini, Yogya meledak lagi oleh satu kalimat Joko Pinurbo yakni Yogya terbuat dari rindu, pulang, dan angkringan. Sebelumnya Katon Bagaskara melalui lagu Yogyakarta dan Doel Sumbang dengan lagu ada sajak yang indah di Malioboro, menjadikan Yogya dikenal banyak orang dan orang-orang dari berbagai daerah datang ke sini,” jelasnya.

Dalam hal UMKM, peran media memviralkan bangga berkebaya menurut Paksi membuat banyak orang semakin cinta berkebaya dan banyak UMKM membuat kebaya. Ini mendorong UMKM kebaya dan batik menjadi berkembang.

Konsistensi mengangkat budaya lokal dengan segala kreativitasnya menurut Paksi, bisa dibuktikan secara nyata. Ini membuat Yogyakarta menjadi seksi di mata wisatawan. Meski UMR Yogya rendah namun tetap menjadi kota destinasi wisata favorit sampai saat ini.

Ia juga menyinggung dampak ekonomi dari perkembangan media berupa riitual dan ekonomi kreatif berupa seni rupa, seni pertunjukan, sastra dan lain-lain di Yogyakarta pada masa lampau. Dan ini terus berkembang hingga sekarang. (Zee)

Tulisan Terkait

Back to top button
zetizens.id