Gen Z

Quiet Quitting Lagi Hits di Kalangan Gen Z, Apa Ini?

ZETIZENS.ID – Tahu gak, Gen Z di Jepang lagi pada doyan ngelakuin quiet quitting? Ini adalah fenomena di mana karyawan yang saat ini didominasi Gen Z hanya melakukan pekerjaan yang sesuai dengan deskripsi pekerjaannya tanpa berusaha lebih keras atau mengambil inisiatif tambahan.

Secara ya ini beda banget sama generasi sebelumnya yang nurut-nurut aja disuruh bos ngelakuin apapun kerjaan di luar nalar yang bukan tanggung jawab. Multitasking alias satu orang ngerjain tugas tiga sampai lima orang.

FYI, ustilah ini sering dikaitkan dengan upaya untuk menciptakan batasan yang lebih jelas antara kehidupan kerja dan pribadi, serta meningkatkan work-life balance.

Secara lebih rinci, quiet quitting melibatkan beberapa hal termasuk bekerja sesuai porsinya. Karyawan hanya melakukan tugas yang menjadi tanggung jawab mereka tanpa berusaha lebih keras atau mengambil inisiatif tambahan.

Selain itu menolak pekerjaan tambahan. Para Gen Z ini tidak bersedia melakukan tugas di luar deskripsi pekerjaan atau bekerja di luar jam kerja.

Selain itu menolak bekerja lembur. Karyawan yang melakukan quiet quitting cenderung menolak bekerja lembur atau mengerjakan tugas di luar jam kerja.

Tidak mencari promosi atau kenaikan gaji juga masuk dalam poin. Gen Z bisa jadi tidak terlalu tertarik dengan promosi atau kenaikan gaji yang bisa memberikan beban kerja yang lebih besar.

Selain itu menjaga batasan antara kerja dan pribadi. Karyawan yang melakukan quiet quitting cenderung lebih menjaga batasan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi, termasuk tidak menjawab pertanyaan seputar pekerjaan di luar jam kerja.

Alasan di balik fenomena quiet quitting ini antara lain termasuk burnout. Karyawan yang merasa kelelahan atau burnout mungkin memilih untuk mengurangi beban kerja dengan melakukan quiet quitting.

Alasan lain kurangnya penghargaan. Karyawan yang merasa tidak dihargai atau diapresiasi oleh perusahaan mungkin memilih untuk tidak berusaha lebih keras.

Oh ya ada juga yang ingin meningkatkan work-life balance. Karyawan yang ingin memiliki keseimbangan yang lebih baik antara pekerjaan dan kehidupan pribadi mungkin memilih untuk melakukan quiet quitting.

Beban kerja yang terlalu berat juga menjadi salah satu alasan. Karyawan yang merasa beban kerja mereka terlalu berat mungkin memilih untuk melakukan quiet quitting untuk mengurangi tekanan.

Dampak quiet quitting ini bisa untuk meningkatkan work-life balance. Dengan melakukan quiet quitting, karyawan dapat lebih fokus pada keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi.

Dan pastinya mengurangi stres. Dengan mengurangi beban kerja dan menolak pekerjaan tambahan, karyawan dapat mengurangi tingkat stres mereka.

Selain itu meningkatkan kualitas hidup. Dengan memiliki lebih banyak waktu untuk diri sendiri, karyawan dapat meningkatkan kualitas hidup mereka.

Penting untuk diingat, quiet quitting bukan berarti karyawan benar-benar berhenti dari pekerjaan mereka, tetapi lebih merupakan perubahan sikap dan perilaku dalam bekerja.

Fenomena quiet quitting dapat memiliki dampak positif dan negatif, baik bagi karyawan maupun perusahaan.

Perusahaan perlu memahami fenomena quiet quitting dan mencari cara untuk mengatasi dampaknya, jika ada.

Secara keseluruhan, quiet quitting adalah tren yang semakin populer di kalangan pekerja, terutama di kalangan Gen Z dan milenial, yang menyadari pentingnya keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. (Zee)

Tulisan Terkait

Back to top button