Krisis Membaca: Banten Butuh Aksi Nyata

ZETIZENS.ID – Banten dengan pesona alam dan potensinya yang melimpah, sayangnya masih bergumul dengan krisis membaca yang mengkhawatirkan.
Bukan sekadar angka buta huruf yang perlu diperhatikan, melainkan juga minimnya minat baca dan rendahnya kemampuan berpikir kritis di tengah masyarakat.
Ini bukan sekadar masalah pendidikan, melainkan ancaman bagi pembangunan berkelanjutan di provinsi ini.
Membaca ini berakar dari berbagai faktor. Kurangnya akses terhadap buku dan perpustakaan yang memadai di daerah terpencil menjadi kendala utama.
Infrastruktur yang belum merata membuat banyak anak dan remaja kesulitan mendapatkan bahan bacaan berkualitas.
Selain itu, minimnya anggaran untuk program membaca dan kurangnya pelatihan bagi para guru dan pustakawan memperparah situasi.
Lebih jauh lagi, budaya membaca yang belum tertanam kuat dalam keluarga dan masyarakat juga menjadi faktor penghambat. Di era digital yang serba instan, gawai seringkali menjadi pilihan utama, menggeser minat baca buku fisik maupun digital yang edukatif.
Minimnya peran orang tua dalam membiasakan anak membaca sejak dini juga turut berkontribusi pada krisis ini.
Namun, krisis literasi bukanlah masalah yang tanpa solusi. Pemerintah Provinsi Banten perlu mengambil peran yang lebih aktif dan strategis.
Meningkatkan anggaran untuk program literasi, membangun perpustakaan modern dan terjangkau di seluruh wilayah, serta melengkapi perpustakaan desa dengan buku-buku berkualitas adalah langkah awal yang krusial.
Selain itu, kerja sama dengan berbagai pihak, termasuk sekolah, komunitas, dan sektor swasta, sangat penting.
Program-program inovatif seperti “Gerakan Literasi Banten” yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat perlu digalakkan. Kampanye literasi yang kreatif dan menarik, serta pemanfaatan teknologi digital untuk memperluas akses bacaan, juga perlu dimaksimalkan.
Penting pula untuk menanamkan budaya membaca sejak dini dalam keluarga. Orang tua perlu menjadi teladan dan berperan aktif dalam membimbing anak-anak mereka untuk mencintai buku.
Sekolah juga perlu mengintegrasikan kegiatan literasi ke dalam kurikulum secara efektif dan menyenangkan.
Krisis membaca di Banten bukanlah takdir yang harus diterima. Dengan komitmen, strategi yang tepat, dan kolaborasi yang kuat, provinsi ini mampu keluar dari krisis dan membangun masyarakat yang cerdas, kritis, dan berdaya saing. Saatnya beralih dari diagnosis ke aksi nyata untuk mewujudkan Banten yang lebih unggul.
Membaca bukan sekedar membaca buku saja, tetapi bagaimana cara kita berkomunikasi dengan orang lain untuk melakukan budaya ini. Karena sangat kecil harapan untuk menumbuhkan semangat membaca buku pada diri masyarakat banten yang sudah menjadi budak teknologi di kemajuan pada zaman saat ini.
Bahkan pelajar sekolah dasar sudah menggunakan handphone sebagai pengisi waktu luang mereka. Sungguh memalukan bukan pendidikan di Banten saat ini?
Selain itu, budaya membaca juga dapat membentuk kepribadian pelajar yang berkarakter. Loh, bagaiamana bisa begitu? Karena, karakter seseorang mengacu pada sifat, perilaku, motivasi dan keterampilan.
Sementara pendidikan karakter sendiri adalah menanamkan dan menerapkan nilai-nilai pengetahuan, kesadaran dan tindakan untuk membangun pribadi seorang pelajar menjadi warga masyarakat dan warga negara yang baik.
Dengan demikian, jika pelajar di Indonesia mempunyai kesadaran untuk menerapkan budaya literasi membaca dalam keseharian mereka, secara tidak langsung mereka telah mempunyai usaha untuk memperbaiki karakternya.
Jika setiap hari masyarakat di Banten membaca satu buku minimal 15 menit, maka secara tidak langsung mereka melakukan tahap awal untuk gemar membaca dan merubah karakter mereka.
Ada sebuah pepatah mengatakan “buku adalah jendela dunia” dari kalimat tersebut mengapa harus buku? Dan mengapa buku berkaitan dengan dunia? Pelajar tidak mau ambil pusing dengan kalimat tersebut.
Dalam pikiran mereka hanya terbesit bahwa membaca Buku itu membosankan. Apalagi dengan hand phone yang mereka punya, malah menjadikan buku hanya sebuah judul dalam dunia pendidikan.
Banten salah satu daerah dengan kepadatan penduduk yang meningkat, pendidikan minim, pengangguran terbanyak, korupsi menjadi budaya, dan pelajar mempunyai cita-cita tinggi tetapi tidak mau membaca buku. Mau kita jadikan apa daerah ini?
Wahai pelajar di negeri ini, bersama kita terapkan niat untuk memulai langkah awal literasi agar pendidikan tidak dibodohi oleh teknologi. (*)
Ditulis oleh Muhtadi, mahasiswa Universitas Pamulang Serang, Jurusan Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik.